Month: July 2017

Kejaksaan Agung Melakukan Maladministrasi di Eksekusi Gelombang Tiga 29 Juli 2016

Jumat, 28 Juli 2017, Ombudsman Republik Indonesia menyatakan bahwa eksekusi mati yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung pada tanggal 29 Juli 2016 sebagai sebuah tindakan maladministrasi. Menurut Ombudsman, di pelaksanaan eksekusi tersebut Kejaksaan Agung telah melanggar Pasal 13 Undang-Undang Grasi Nomor 22 Tahun 2002 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. Ombudsman juga menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melakukan praktik diskriminatif terhadap Humphrey Ejike Jefferson (Jeff), dengan menolak pengajuan Peninjauan Kembali kedua tanpa memberikan penjelasan yang memadai.

 

Temuan Ombudsman tersebut di atas adalah tindak lanjut terhadap pengaduan yang LBH Masyarakat ajukan pada bulan Agustus 2016. LBH Masyarakat mengapresiasi kesimpulan Ombudsman tersebut dan menilai temuan tersebut sebagai hasil yang penting bagi perlindungan hak asasi manusia terpidana mati. “Ombudsman mempertegas pandangan LBH Masyarakat bahwa Kejaksaan Agung telah melakukan eksekusi mati yang melawan hukum terhadap Jeff dan ketiga terpidana mati lainnya yang dieksekusi pada tanggal 29 Juli 2016,” ujar Ricky Gunawan, Direktur LBH Masyarakat. Tepat setahun yang lalu, eksekusi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung tersebut berlangsung secara tergesa-gesa, serba tertutup dan serampangan. “Temuan Ombudsman ini menumbuhkan harapan akan adanya keadilan bagi mereka yang telah dieksekusi secara ilegal,” lanjut Ricky.

 

LBH Masyarakat mendesak Kejaksaan Agung, yang kini ramai mewacanakan adanya gelombang empat eksekusi mati, untuk menghentikan persiapan eksekusi mati. “Lebih baik Kejaksaan Agung membenahi diri daripada memaksakan diri melakukan eksekusi mati kembali. Kejaksaan Agung jelas memiliki PR besar untuk menindaklanjuti temuan Ombudsman dan belajar dari kesalahan yang mereka perbuat tahun lalu,” imbuh Ricky.

 

Dalam kesempatan ini LBH Masyarakat kembali mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera mencopot HM Prasetyo dari jabatan Jaksa Agung. Ricky menambahkan, “Dengan temuan bahwa eksekusi mati dilakukan oleh Kejaksaan Agung secara melawan hukum jelas menunjukkan inkompetensi Jaksa Agung dalam memimpin institusi ini. Bagaimana bisa kita mempercayakan institusi yang harusnya menegakkan hukum ke orang yang melanggar hukum?”

 

Jakarta, 28 Juli 2017

 

LBH Masyarakat

Rilis Pers – Tidak Perlu Belajar dari Filipina

LBH Masyarakat mengecam keras pernyataan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Tito Karnavian yang menyatakan ingin memberlakukan tembak di tempat bagi pengedar gelap narkotika. Kapolri kemudian juga menyebut kebijakan keras Presiden Rodrigo Duterte di Filipina sebagai pembanding.

Kami memandang pernyataan ini bermasalah dalam beberapa konteks. Pertama, kebijakan tembak di tempat akan sangat rawan menimbulkan insiden salah tembak. Korban yang mungkin muncul dari salah tembak tersebut antara lain anggota penegak hukum dalam penyamaran dan sipil yang tak bersalah. Hal seperti ini telah terjadi dalam kebijakan Presiden Rodrigo Duterte di mana satu orang pengusaha dari Korea Selatan tertembak dalam operasi tok hang. Kejadian itu menuai kecaman internasional dan membuat hubungan diplomatik kedua negara sempat memburuk.

Kedua, kebijakan tembak di tempat akan merugikan upaya supply reduction dalam skala besar. Menembak mati seorang pengedar gelap artinya memutus rantai informasi penting yang amat diperlukan bagi Indonesia untuk meminimalisir peredaran gelap narkotika. Penyidikan yang dilakukan secara baik tanpa menghilangkan nyawa seseorang semestinya justru dapat mengungkap sindikat peredaran gelap narkotika yang lebih besar.

Ketiga, kami memandang wacana kebijakan ini sebagai strategi yang dibuat-buat untuk membangun kesan bahwa Polri betul-betul bekerja untuk mengentaskan peredaran gelap narkotika. Padahal yang perlu Polri lakukan pertama kali adalah memastikan dirinya bersih dari oknum yang ikut melindungi peredaran gelap narkotika, bukan mencari jalan pintas dengan menghilangkan nyawa manusia. Kita tidak bisa membersihkan sesuatu dengan sapu kotor.

Keempat, Polri memiliki isu lain yang tak kalah mendesak untuk diselesaikan. Sebagai contoh, Polri belum berhasil menyelesaikan kasus penganiayaan terhadap Novel Baswedan yang penyidikannya sudah berlangsung lebih dari seratus hari. Kebijakan heroisme semu yang diimpor dari negara dengan rapor hitam hak asasi manusia adalah hal yang terakhir yang kita perlukan saat ini.

Kelima, kebijakan semacam ini tidak akan memberikan efek baik dalam waktu jangka panjang. Negara Thailand di bawah kepemimpinan Thaksin Shinawatra pernah menerapkan kebijakan yang kurang-lebih sama dengan apa yang dilakukan Duterte saat ini. Dalam periode yang singkat, jumlah narkotika yang beredar memang berkurang. Namun, pembunuhan-pembunuhan ini tidak akan menyasar orang-orang yang menguasai sindikat peredaran gelap narkotika. Target-target sasaran selalu orang-orang yang ada di rantai komando paling bawah, yang ketika mereka tiada selalu bisa digantikan posisinya oleh orang lain. Hal ini akan menyebabkan pembunuhan akan terus terjadi tanpa benar-benar menyelasaikan akar masalah. Lalu kita pun akhirnya sadar terlalu banyak nyawa hilang untuk sebuah kesia-siaan.

Atas argumen-argumen di atas, kami meyakini bahwa kebijakan tembak di tempat terhadap pengedar gelap narkotika tidak diperlukan dan Indonesia punya kemampuan untuk mengatasi peredaran gelap narkotika secara lebih cerdas dan humanis - karena setiap manusia berharga.

 

Yohan Misero – Analis Kebijakan Narkotika LBH Masyarakat

Pengumuman Peserta Terpilih LIGHTS 2017

Pengumuman Pendaftar Living The Human Rights (LIGHTS) 2017 yang lulus seleksi!

Selamat kepada nama-nama di bawah ini:

  1. Alfhatin Pratama
  2. Alinna Izmi Riyanto
  3. Muhammad Al Ayyubi
  4. Muhammad Rifqi Darmawan
  5. Muhammad Wildan Teddy
  6. Nadiah Agustin
  7. Sifa Lutfy

Berikut peserta di luar Pulau Jawa yang mendapatkan beasiswa:

  1. Adi Rahmad – Pontianak
  2. Aris Rinaldi – Aceh
  3. Raniansyah Rahman – Makassar
  4. Tiffany – Batam

LBH Masyarakat mengucapkan terima kasih kepada semua pendaftar atas semangatnya untuk belajar dan memahami hak asasi manusia. Mengingat kuota yang terbatas, LBH Masyarakat sangat menyesal belum bisa menerima seluruh peserta. Kami berharap para peserta dan generasi muda lainnya dapat mengikuti program HAM LBH Masyarakat lainnya di kesempatan mendatang. Pantau terus melalui website kami di www.lbhmasyarakat.org atau facebook @LBHM.id dan Twitter serta Instagram kami di @lbhmasyarakat.

Bagi peserta yang tertera namanya di atas mohon melakukan konfirmasi dengan menyebutkan nama lengkap dan universitas ke Gilbert Lianto (0812 6757 1330)

Skip to content