Hari ini, 10 Oktober, adalah Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Sayangnya persoalan kesehatan jiwa di Indonesia masih menjadi isu marjinal. Diskursus tentang kesehatan jiwa seringnya diselimuti mitos, yang tak jarang menghasilkan stigma dan diskriminasi tak berkesudahan bagi orang dengan disabilitas psikososial (ODP).
Masyarakat masih sering menganggap orang dengan disabilitas psikososial sebagai individu yang tidak mampu berpikir rasional, sulit diajak bicara, dan membahayakan masyarakat atau kerap berbuat onar. Selain stigma, orang dengan disabilitas psikososial juga sering mengalami kekerasan. Temuan LBH Masyarakat tahun 2017 menunjukkan setidaknya terdapat 159 orang dengan disabilitas psikososial mengalami kekerasan. Bentuk kekerasannya pun beragam dan dampaknya begitu mengkhawatirkan dampaknya, antara lain pemerkosaan, pembunuhan, pengeroyokan yang menyebabkan kematian, penelantaran, pengamanan paksa, hingga pemasungan. Orang dengan disabilitas psikososial juga mendapat kekerasan dalam panti rehabilitasi yang seharusnya menjadi tempat mereka menjalani perawatan. Tercatat ada 17,6% korban yang mengalami kekerasan saat berada di panti sosial.
Meski pemerintah telah berkomitmen menciptakan Indonesia bebas pasung, nyatanya angka kekerasan berupa pasung masih menjadi yang tertinggi. Laporan LBH Masyarakat di 2017 juga menemukan bahwa terdapat korban pasung sebanyak 35,2%, di mana 6 kasus di antaranya merupakan kasus pemasungan anak-anak. Ada berbagai alasan keluarga melakukan pemasungan. Sebanyak 7,1% keluarga beralasan masalah finansial. Sementara 12,5% keluarga mengaku melakukan pasung untuk keselamatan korban, dan 62,5% untuk menjaga keselamatan orang lain. Alasan-alasan ini menunjukkan kurangnya informasi yang tepat dan masih abainya pemerintah terhadap permasalahan kesehatan jiwa.
Mengambil momentum 10 Oktober ini, LBH Masyarakat mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan kesehatan jiwanya, mulai dari memperhatikan hak-hak orang dengan disabilitas psikososial. Dengan adanya Undang-Undang Kesehatan Jiwa Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa, sudah seyogyanya pemerintah menjamin penuh perlindungan hak orang dengan disabilitas psikososial. Jika hak atas kebebasan fisik dan bebas dari kekerasan saja tidak dapat dilindungi oleh negara, bagaimana kita bisa memastikan orang dengan disabilitas psikososial memiliki hak atas politik, pendidikan, kesehatan, kehidupan yang layak, atau bahkan menjamin hak-hak mereka ketika berhadapan hukum.
Jakarta, 10 Oktober 2018
Astried Permata – Staf Komunikasi