Month: April 2020

Rilis Pers – Sebagai Kelompok Rentan, Pengguna dan Pecandu Narkotika Harus Segera Dikeluarkan dari Rutan/Lapas

Menurut keterangan Kementerian Hukum dan HAM per 22 April 2020 diketahui bahwa Kementerian Hukum dan HAM telah melakukan pengeluaran dan pembebasan terhadap 38.822 orang Warga Binaan Penjara (WBP) sebagai upaya penanggulangan penyebaran Covid-19 di rutan dan lapas di Indonesia. Kami mengapresiasi kerja pemerintah untuk mencegah penyebaran masif Covid-19 di rutan dan lapas di Indonesia.

Pemerintah juga harus selanjutnya harus mempersiapkan pembebasan terhadap mereka yang termasuk dalam kelompok rentan (para lanjut usia (lansia), ibu hamil atau dengan anak, Anak, WBP dengan penyakit bawaan atau yang sedang dalam kondisi sakit kritis/serius, WBP dengan kondisi gangguan jiwa yang serius, serta pengguna narkotika di dalam rutan dan lapas).

Pandemik Covid-19 seharusnya bisa jadi momentum bagi Pemerintah untuk memperbaiki kebijakan narkotika yang masih menggunakan penghukuman, dan menjadikan narapidan narkotika sebagai penyumbang overcrowd di penjara terbesar. Per Maret 2020 jumlah penghuni rutan dan lapas di Indonesia mencapai 270.466 orang. Padahal, kapasitas rutan dan lapas hanya dapat menampung 132.335 orang–55% WBP berasal dari tindak pidana narkotika, yakni 38.995 orang.

Salah satu yang harus dilakukan Pemerintah adalah melakukan assessment atau penilaian kesehatan termasuk penilaian derajat keparahan penggunaan napza dan resiko yang akuntabel dan komprehensif, termasuk penilaian adiksi dan risiko pada semua WBP yang berasal dari kebijakan “rancu” narkotika. Dalam hal ini, banyak pengguna dan pecandu narkotika dijerat dengan pasal penguasaan dan kepemilikan UU Narkotika yang menyebabkan mereka diklasifikasikan sebagai “bandar” dan dijatuhi hukuman di atas 5 tahun penjara.

Lalu apalagi yang harus dilakukan Pemerintah? Simak rilis lengkapnya di sini

Rilis bersama oleh ICJR, IJRS, LBH Masyarakat (LBHM), MaPPI FHUI, Rumah Cemara dan Yakeba

Laporan Tahunan 2019

Tahun 2019 sudah dilewati dengan segala permasalahan di dalamnya, tahun 2019 juga bukanlah tahun yang mudah untuk LBHM dan lembaga masyarakat sipil lainnya yang bergerak di isu HAM. Kita menyaksikan betapa konstentasi elektoral di Indonesia telah mengesampingkan Hak Asasi Manusia (HAM) dan menumpulkan akal sehat. Di tahun yang sama pula eksekutif dan legislatif bersekongkol untuk meloloskan sejumlah RUU bermasalah, yang akhirnya menimbulkan problematik serta penolakan dari masyarakat, yang dituangkan dalam aksi massa besar di depan gedung DPR RI–brutalitas pun diperlihatkan oleh aparat penegak hukum dalam mengamankan aksi massa yang memakan korban dari rekan-rekan mahasiswa dan masyarakat sipil. Tidak luput juga upaya kriminalisasi terhadap teman-teman aktivis, pembiaran tindakan diskriminasi dan stigma terhadap kelompok rentan masih kerap terjadi hingga saat ini.

Namun, LBHM terus bekerja keras melakukan pendampingan (hukum dan non hukum), menyusun strategi advokasi, terus meneliti, dan memproduksi narasi. Publikasi ini adalah refleksi kerja-kerja LBHM satu tahun kebelakang. Kami menemukan tantangan dan meraih beberapa pencapaian. Semuanya, berkat dukungan pihak-pihak yang telah menudukung jerih payah kami.

Untuk membaca publikasi tentang perjalanan kami sepanjang tahun 2019, teman-teman dapat mengunduh laporan tahunan kami di sini.

Rilis Pers – Tunda Pembahasan RUU Bermasalah di DPR: Negara Harus Fokus Pada Perlindungan Kelompok Rentan Dalam Penanganan Covid-19!

Informasi dari rapat paripurna DPR 2 April 2020 yang digelar terbuka mengejutkan masyarakat sipil. Hal itu sehubungan dengan kabar bahwa RKUHP akan segera disahkan. Padahal sampai saat ini saja, tata tertib DPR tentang tindak lanjut dari Surat Presiden terkait carry over belum diketahui kejelasannya oleh masyarakat luas. Berita tentang rencana DPR mengesahkan RKUHP dalam sepekan di masa darurat Covid-19 ini akan menambah catatan buruk DPR dan Pemerintah. Sikap terburu-buru yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR saat ini menunjukkan aji mumpung di kala pandemic Covid-19 sedang berlangsung. Langkah tersebut jelas tidak menunjukkan niat baik Pemerintah maupun DPR untuk serius mengedepankan kesehatan warga negaranya.

Tidak hanya RKUHP yang kualitas substansinya akan dikesampingkan jika disahkan saat pandemi berlangsung. Namun ada beberapa RUU lain yang juga akan menjadi polemik, seperti RUU Ketahanan keluarga dan Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja. Besar kemungkinan bahwa beberapa RUU tersebut diatas akan mengandung ketentuan yang tidak relevan bagi konteks sosial masyarakat Indonesia kedepan. Selain itu, masih banyak masalah yang timbul dari pasal-pasal yang seharusnya dibahas lebih dalam dan menyeluruh, terutama terkait dengan perempuan dan kelompok marjinal.

Untuk membaca rilis lengkapnya teman-teman dapat mengunduhnya di sini

Laporan: Pengajuan ke United Nations Working Group tentang Penahanan Sewenang-wenang tentang penahanan dalam konteks kebijakan narkotika, sesuai dengan Resolusi Dewan Hak Asasi Manusia 42/22

LBH Masyarakat (LBHM) bersama dengan dua lembaga lainnya yakni Institue Criminal for Justice Reformr (ICJR) dan Harm Reduction International (HRI) menyambut resolusi 42/22 dari Dewan Hak Asasi Manusia yang memperbaharui mandat Kelompok Kerja untuk Penahanan Sewenang-wenang (WGAD); dan meminta Kelompok Kerja ini untuk menyiapkan dan menyajikan laporan tentang penahanan sewenang-wenang terkait kebijakan narkotika.

Pengajuan berikut ini memberikan informasi tentang penahanan dalam konteks kebijakan narkotika di Singapura Indonesia, mengikuti struktur kuesioner yang diedarkan oleh WGAD pada 4 Februari 2020.

Laporan utuh dapat dilihat di sini.

Rilis Pers – Pemerintah Tidak Jelas Soal PSBB, Tindakan Kepolisian Melakukan Penangkapan atas dasar PSBB Melanggar Hukum

Diketahui Polda Metro Jaya menangkap 18 orang di Jakarta Pusat pada Jumat malam 3 April 2010. Menurut keterangan Kabid Humas Polda Metro Jaya mereka diduga melanggar pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan/atau Pasal 218 KUHP. Terhadap ke-18 orang tersebut dilakukan penangkapan. Dalam keterangannya di pemberitaan, pihak humas polda metro jaya menyatakan “Ketika PP-nya telah resmi dikeluarkan oleh pemerintah, maka pihak kepolisian sebagaimana amanat bapak Presiden tidak boleh ragu, harus tegas melakukan tindakan upaya penegakan hukum.”

Hal ini tidak berdasar hukum. Apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian dengan melakukan penangkapan adalah tindakan sewenang-wenang karena belum ada ketentuan pidana yang dapat diterapkan.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai jika ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum serta ketidakjelasan Pemerintah terkait status PSBB.

Teman-teman dapat melihat rilis lengkapnya di sini

Surat Laporan Khusus: Perlindungan dan Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Fisik dan Kesehatan Jiwa Selama Darurat Covid-19, Bagi Orang yang Menggunakan Narkotika.

LBH Masyarakat (LBHM) bersama Harm Reduction International, Canadian HIV/AIDS Legal Network, Eurasian Harm Reduction Association (EHRA), International Drug Policy Consortium (IDPC), International Network of People who use Drugs (INPUD), Release, dan Rights Reporter Foundation, membuat pernyataan sikap bersama melalui Special Rapporteur dan prosedur khusus lainnya tentang adopsi tindakan darurat untuk menanggapi pandemi COVID-19, dan juga mendorong negara-negara tetap mempertahankan penggunaan pendekatan HAM dalam mengatur pandemik ini.

Darurat Covid-19 ini menunjukkan permasalahan yang belum pernah terjadi sebelumnya, terciptanya kerentanan dan memperburuk keadaan yang sudah ada. Salah satunya orang yang menggunakan narkotika yang terdampak dan menghadapi risiko baru seperti kriminalisasi, stigma, permasalahan kesehatan, pengucilan sosial, serta kerentanan ekonomi dan sosial yang lebih tinggi, termasuk kurangnya akses ke perumahan dan layanan kesehatan yang memadai.

Jika hal ini dibiarkan saja tanpa ada penanganan yang baik dan serius, tentunya akan menimbulkan dampak buruk bagi kelompok rentan. Maka dari itu, berdasarkan bukti yang ada, kelompok rentan harus menjadi prioritas dalam respon darurat untuk mengurangi penyebaran pandemik.

Rekomendasi dari Laporan Khusus ini dapat dilihat di sini.

Skip to content