Month: October 2022

PERNYATAAN SIKAP BERSAMA JARINGAN TOLAK HUKUMAN MATI (JATI)

10 Oktober 2022

Penghapusan hukuman mati telah dipraktekkan di lebih dua pertiga negara di dunia namun tidak memberikan legitimasi dan dorongan yang cukup bagi Pemerintah Indonesia untuk menghapus hukuman mati dari hukum pidana nasional. Setidaknya ditemukan lebih dari 10 undang-undang yang menerapkan pidana mati dan paling sering digunakan adalah Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Bahkan dalam situasi pandemi sejak awal Maret 2020, vonis mati masih kerap dijatuhkan. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Reprieve, sepanjang Maret 2020-2021 terdapat 145 terdakwa yang divonis mati, diantaranya 119 terdakwa berasal dari kasus narkotika dan diantaranya terdapat 2 terdakwa perempuan. 

Realitas di atas tidak terlepas dari glorifikasi perang narkotika (war on drugs) yang sejatinya tidak menjawab persoalan, alih-alih memberikan efek jera justru angka kejahatan narkotika tidak lantas reda. Bahkan dalih merusak generasi bangsa dan tingkat kematian tinggi yang nyatanya tidak berbasis pada data dan bukti hanyalah kamuflase untuk melanggengkan praktik hukuman mati dengan tujuan balas dendam. Dalam kondisi demikian justru semakin tertutup pintu keadilan bagi mereka yang seharusnya mendapat perlindungan seperti yang dialami oleh Marry Jane Veloso (MJV) dan Merri Utami (MU) yang merupakan buruh migran korban dari sindikat peredaran gelap narkotika sekaligus korban tindak pidana perdagangan orang. Kebijakan mempertahankan hukuman mati yang bias ini pada akhirnya tidak mampu menilai peran maupun kedudukan MJV dan MU secara objektif.

Eksploitasi buruh migran untuk tujuan peredaran gelap narkotika dialami juga oleh Tutik  seorang warga negara Indonesia merupakan mati di China sejak 2011. Potret Tuti merupakan fenomena gunung es, sebab berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Luar Negeri Indonesia, jumlah WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri 18 Oktober 2021 sejumlah 206 orang, 39 di antaranya adalah perempuan. Mayoritas WNI terancam pidana mati adalah buruh migran Indonesia. Data tersebut sepatutnya menjadi perhatian pemerintah terhadap buruh migran yang saat ini hak hidupnya terancam di luar negeri. 

Kasus serupa yang dialami oleh Mary Jane Veloso dan Tutik potensial dialami oleh banyak buruh migran yang lain, oleh karenanya pendekatan yang dilakukan sepatutnya mempertimbangkan kemungkinan mereka sebagai korban tindak pidana perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi penyelundupan narkotika. Sayangnya, yang terjadi saat ini, kasus-kasus penyelundupan narkotika yang menjerat buruh migran masih didekati semata-mata dengan pendekatan kejahatan narkotika dan mengabaikan kondisi rentan, dimensi pidana perdagangan orang di dalamnya. Sehingga, mereka yang terjerat sindikat pengedar narkotika dan perdagangan orang untuk tujuan penyelundupan narkotika menjadi korban berkali-kali yang menempatkan mereka dalam mimpi buruk hukuman mati dan bayang-bayang eksekusi mati.

Namun perlu dipahami bahwa perlindungan buruh migran Indonesia terhalang dalam politik diplomasi di tengah Indonesia masih menerapkan hukuman mati. Bahkan dalam RKUHP versi 4 Juli 2022, Pemerintah masih mempertahankan hukuman mati. Padahal sebagai upaya dekolonisasi, seharusnya hukuman mati harus dihapuskan dalam hukum nasional di Indonesia.

Selain itu, dalam vonis hukuman mati di Indonesia kerap kali menihilkan prinsip fair trial, seperti prinsip kehati-hatian. bahwa hakim berhak untuk memastikan pendampingan terhadap terdakwa berjalan dengan maksimal, bukan hanya sekadar memberikan putusan semata. Dalam diskursus terbaru, praktik hukuman mati adalah tindakan penyiksaan. Hal tersebut ditunjukkan dengan fenomena deret tunggu yang berpengaruh pada tekanan mental dan psikologis yang luar biasa akibat penundaan yang berkepanjangan terhadap eksekusi mati yang diakumulasi dengan kondisi yang buruk di dalam fasilitas penahanan. 

Berdasarkan uraian di atas, Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI) menuntut kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk menghapus hukuman mati dari hukum pidana nasional dan memberikan perlindungan kepada Buruh Migran Indonesia dengan menyelamatkan mereka dari hukuman mati dan eksekusi mati. 

Pemerintah juga sudah seharusnya konsisten dalam implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan mensosialisasikannya kepada penegak hukum. Sehingga dalam penanganan kasus buruh migran, terutama buruh migran perempuan memperhatikan unsur-unsur TPPO sejak awal proses hukum. Pemerintah juga harus segera mengkaji kebijakan lain yang berkontradiksi dengan kebijakan TPPO, misalnya UU Narkotika dimana undang-undang ini banyak mengorbankan buruh migran berhadapan dengan hukuman mati.

Selain itu untuk mendesak Pemerintah Indonesia menunjukan komitmennya dengan memberikan perlindungan yang maksimal untuk segera membebaskan buruh migran yang menghadapi eksekusi mati di Indonesia yang dialami Mary Jane Veloso dan Merri Utami, terlebih bagi Mary Jane Veloso untuk diberikan ruang bersaksi atas kasus TPPO yang sedang diperiksa oleh penegak hukum di Filipina.

MARY JANE VELOSO, MERRY UTAMI dan TUTIK yang merupakan korban Human Trafficking yang dieksploitasi dan ditipudaya sebagai kurir narkoba yang harus diselamatkan. 

Selamatkan Mary Jane, Merri Utami, Tutik dan Buruh Migran dari Hukuman Mati.

Hapus Hukuman Mati Sekarang Juga.

Jakarta,   10 Oktober   2022

Hormat kami,

Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI)

  1. Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI)
  2. LBH Masyarakat
  3. PGI (Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia)
  4. Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
  5. VIVAT International Indonesia.
  6. JPI Divina Providentia (Kupang)
  7. Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (PADMA Indonesia)
  8. YEP (Yayasan Embun Pelangi)
  9. SPRI (Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia)
  10. RGS (Religious of The Good Shepherd)
  11. RUSADA Sukabumi
  12. Bandungwangi (Jakarta)
  13. Beranda Perempuan (Jambi)
  14. FTKI Sarbumusi (Serikat Buruh Muslimin Indonesia)
  15. KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia)
  16. Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
  17. Zero Human Trafficking Network (ZHTN)
  18. PERTIMIG Malaysia
  19. JARNAS Anti TPPO
  20. Hurin’in Study Center For Education And Humanity (Jakarta)
  21. IFN (Indonesian Family Network Singapore) 
  22. Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) Keuskupan Tanjungkarang
  23. Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) 
  24. Perpustakaan Jalanan Nunukan (PJN) 
  25. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung
  26. Jaringan Buruh Migran (JBM)
  27. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)
  28. Ikatan Persaudaraan Pekerja Migran Indonesia ( IPPMI Singapura )
  29. Terung Ne Lumimuut (TeLu) Lembaga pendampingan Perempuan dan Anak Sulut
  30. Laudato Si\’ Indonesia (LSI)
  31. Persatuan BMI HONGKONG Tolak Overcharging (PILAR Hong Kong ) 
  32. Asosiasi Perempuan Migran Indonesia (APMI Hong Kong) 
  33. Komunitas BMI Bebas Berkreasi (KOBBE Hong Kong ) 
  34. Beringin Tetap Maidenlike & Benevolent (BTM&B Hong Kong ) 
  35. Women In General Group (WING\’S Hong Kong ) 
  36. Larosa Arum Hong Kong Organisasi Budaya Nusantara 
  37. Women Movement Independent (WMI Hong Kong ) 
  38. Wanita Hindu Dharma Nusantara (WHDN Hong Kong ) 
  39. The Hope Group (THG Hong Kong ) 
  40. Sanggar FLOBAMORA Hong Kong 
  41. Tunggal Sari Budoyo (TSB Hong Kong ) 
  42. Mekar Wangi Budoyo ( MWB Hong Kong ) 
  43. Gabungan Migran Muslim Indonesia – GAMMI Hong Kong 
  44. Liga Pekerja Migran Indonesia – LIPMI Hongkong 
  45. Indonesian Migrant Workers Union – IMWU Hong Kong 
  46. Jaringan Buruh Migran Indonesia – JBMI Hong Kong
  47. Jaringan Buruh Migran Indonesia – JBMI Macau 
  48. Indonesian Movers Hong Kong 
  49. Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS Community TAIWAN ) 
  50. Indonesian Migrant Workers Union – IMWU Macau 
  51. Watulimo Satu Tekad ( WAST Hong Kong ) 
  52. Miftahul Jannah (MJ Hong Kong) 
  53. Friendster Group Hong Kong 
  54. Enjoy Dancer  (ED Hong Kong) 
  55. Al Islami Hong Kong 
  56. Belajar Mawas Diri (BMD Hong Kong) 
  57. Info Seputar Trenggalek ( IST Hong Kong) 
  58. PASKER Rantau Hong Kong 
  59. Jamaah Silaturahmi Blitar (JSB Hong Kong) 
  60. Majelis Ta\’lim Yuen Long (MTYL Hong Kong) 
  61. Keluarga Menuju  Surga (KMS Hong Kong) 
  62. Majelis Persaudaraan Al Ikhlas (MP.Al ikhlas Hong Kong) 
  63. Majelis Ukuwah Islamiyah (MUI Hong Kong) 
  64. Subulul Jinan Tai Wai Hong Kong 
  65. Lentera Wong Taisin Hong Kong 
  66. Nurul Hidayah Hong Kong 
  67. Syi\’ar NTB GAMMI-HK 
  68. Forum Muslim ah Al Fadilah (FMA Hong Kong) 
  69. Saalikul Lail Tsuen WAN Hong Kong 
  70. Majelis Tahfidzil Qur\’an (MTQ Hong Kong) 
  71. Al Istiqomah International Muslim Society AIMS Hong Kong 
  72. Asosiasi Buruh Migran Indonesia (ATKI Hong Kong) 
  73. Komunitas Sant’Egidio (Community of Sant’Egidio)
  74. Gerakan Anak Muda Indonesia (Hapus Hukuman Mati)
  75. Amnesty International Indonesia
  76. Migran Care (MC)
  77. Yayasan Pemerhati Masalah Perempuan Sulawesi Selatan (YPMP)
  78. LAdA DAMAR Lampung 
  79. LBH Apik NTB
  80. LBH Apik Sulawesi Selatan
  81. Departemen Kriminologi FISIP UI
  82. Yayasan Suar Perempuan Lingkar Napza Nusntara (dikenal dengan WOMXN\’S VOICE)
  83. FORUM AKAR RUMPUT INDONESIA

INDIVIDU: 

1. Yuni Asriyanti (Jakarta) 

2. Yusri A. Y. Albima, SHI (Jakarta)

3. Yohana (Jakarta)

4. Desy Maya Sari (Riau)

5. Romo Heribertus Hadiarto, SVD (Hong Kong)

6. Romo Agus Duka ZHTN (Jakarta)

7. Rahayu Saraswati (Jakarta) 

8. Shandra Woworuntu (USA)

9. Rianti (Jakarta)

10. Yuyu Marliah (Sukabumi Jawa Barat) 

11. Nissa Cita Adinia Akademisi Universitas Indonesia (Jakarta)

12. Nurul Zahara (Riau)

13. Selfi Oktaviani (Riau)

14. Bahroini Kharunisa (Riau)

15. Rahmayani Fathma ( Riau)

16. Livia Octaviani (Riau) 

17. Molly Maurina (Riau) 

18. Jois Adisti (Riau) 

19. Siti Uripah (Riau)

20. Magrina Rahayu (Riau)

21. Yohandi Pratama (Riau)

22. Istikomah (Canada)

23. Metris Kumaireng (NTT)

24. Beldiana Salestina (NTT)

25. Thaufiek Zulbahary (Bogor)

26. Dela Feby (Jakarta)

27. Eka Yuni Farida (Sulawesi Tenggara)

28. Ermelina Singereta  (Advokat Publik dari NTT)

29. Irfan Wahyudi Akademisi Universitas Airlangga (Surabaya)

30. Vivi George (Manado)

31. Ruth Wangkai (Manado) 

32. Nurhasanah (Manado) 

33. Nina Nayoan (Manado) 

32. Eka Ernawati (KPI)

10 Oktober 2022

Penghapusan hukuman mati telah dipraktekkan di lebih dua pertiga negara di dunia namun tidak memberikan legitimasi dan dorongan yang cukup bagi Pemerintah Indonesia untuk menghapus hukuman mati dari hukum pidana nasional. Setidaknya ditemukan lebih dari 10 undang-undang yang menerapkan pidana mati dan paling sering digunakan adalah Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Bahkan dalam situasi pandemi sejak awal Maret 2020, vonis mati masih kerap dijatuhkan. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Reprieve, sepanjang Maret 2020-2021 terdapat 145 terdakwa yang divonis mati, diantaranya 119 terdakwa berasal dari kasus narkotika dan diantaranya terdapat 2 terdakwa perempuan. 

Realitas di atas tidak terlepas dari glorifikasi perang narkotika (war on drugs) yang sejatinya tidak menjawab persoalan, alih-alih memberikan efek jera justru angka kejahatan narkotika tidak lantas reda. Bahkan dalih merusak generasi bangsa dan tingkat kematian tinggi yang nyatanya tidak berbasis pada data dan bukti hanyalah kamuflase untuk melanggengkan praktik hukuman mati dengan tujuan balas dendam. Dalam kondisi demikian justru semakin tertutup pintu keadilan bagi mereka yang seharusnya mendapat perlindungan seperti yang dialami oleh Marry Jane Veloso (MJV) dan Merri Utami (MU) yang merupakan buruh migran korban dari sindikat peredaran gelap narkotika sekaligus korban tindak pidana perdagangan orang. Kebijakan mempertahankan hukuman mati yang bias ini pada akhirnya tidak mampu menilai peran maupun kedudukan MJV dan MU secara objektif.

Eksploitasi buruh migran untuk tujuan peredaran gelap narkotika dialami juga oleh Tutik  seorang warga negara Indonesia merupakan mati di China sejak 2011. Potret Tuti merupakan fenomena gunung es, sebab berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Luar Negeri Indonesia, jumlah WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri 18 Oktober 2021 sejumlah 206 orang, 39 di antaranya adalah perempuan. Mayoritas WNI terancam pidana mati adalah buruh migran Indonesia. Data tersebut sepatutnya menjadi perhatian pemerintah terhadap buruh migran yang saat ini hak hidupnya terancam di luar negeri. 

Kasus serupa yang dialami oleh Mary Jane Veloso dan Tutik potensial dialami oleh banyak buruh migran yang lain, oleh karenanya pendekatan yang dilakukan sepatutnya mempertimbangkan kemungkinan mereka sebagai korban tindak pidana perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi penyelundupan narkotika. Sayangnya, yang terjadi saat ini, kasus-kasus penyelundupan narkotika yang menjerat buruh migran masih didekati semata-mata dengan pendekatan kejahatan narkotika dan mengabaikan kondisi rentan, dimensi pidana perdagangan orang di dalamnya. Sehingga, mereka yang terjerat sindikat pengedar narkotika dan perdagangan orang untuk tujuan penyelundupan narkotika menjadi korban berkali-kali yang menempatkan mereka dalam mimpi buruk hukuman mati dan bayang-bayang eksekusi mati.

Namun perlu dipahami bahwa perlindungan buruh migran Indonesia terhalang dalam politik diplomasi di tengah Indonesia masih menerapkan hukuman mati. Bahkan dalam RKUHP versi 4 Juli 2022, Pemerintah masih mempertahankan hukuman mati. Padahal sebagai upaya dekolonisasi, seharusnya hukuman mati harus dihapuskan dalam hukum nasional di Indonesia.

Selain itu, dalam vonis hukuman mati di Indonesia kerap kali menihilkan prinsip fair trial, seperti prinsip kehati-hatian. bahwa hakim berhak untuk memastikan pendampingan terhadap terdakwa berjalan dengan maksimal, bukan hanya sekadar memberikan putusan semata. Dalam diskursus terbaru, praktik hukuman mati adalah tindakan penyiksaan. Hal tersebut ditunjukkan dengan fenomena deret tunggu yang berpengaruh pada tekanan mental dan psikologis yang luar biasa akibat penundaan yang berkepanjangan terhadap eksekusi mati yang diakumulasi dengan kondisi yang buruk di dalam fasilitas penahanan. 

Berdasarkan uraian di atas, Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI) menuntut kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk menghapus hukuman mati dari hukum pidana nasional dan memberikan perlindungan kepada Buruh Migran Indonesia dengan menyelamatkan mereka dari hukuman mati dan eksekusi mati. 

Pemerintah juga sudah seharusnya konsisten dalam implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan mensosialisasikannya kepada penegak hukum. Sehingga dalam penanganan kasus buruh migran, terutama buruh migran perempuan memperhatikan unsur-unsur TPPO sejak awal proses hukum. Pemerintah juga harus segera mengkaji kebijakan lain yang berkontradiksi dengan kebijakan TPPO, misalnya UU Narkotika dimana undang-undang ini banyak mengorbankan buruh migran berhadapan dengan hukuman mati.

Selain itu untuk mendesak Pemerintah Indonesia menunjukan komitmennya dengan memberikan perlindungan yang maksimal untuk segera membebaskan buruh migran yang menghadapi eksekusi mati di Indonesia yang dialami Mary Jane Veloso dan Merri Utami, terlebih bagi Mary Jane Veloso untuk diberikan ruang bersaksi atas kasus TPPO yang sedang diperiksa oleh penegak hukum di Filipina.

MARY JANE VELOSO, MERRY UTAMI dan TUTIK yang merupakan korban Human Trafficking yang dieksploitasi dan ditipudaya sebagai kurir narkoba yang harus diselamatkan. 

Selamatkan Mary Jane, Merri Utami, Tutik dan Buruh Migran dari Hukuman Mati.

Hapus Hukuman Mati Sekarang Juga.

Jakarta,   10 Oktober   2022

Hormat kami,

Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI)

  1. Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI)
  2. LBH Masyarakat
  3. PGI (Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia)
  4. Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
  5. VIVAT International Indonesia.
  6. JPI Divina Providentia (Kupang)
  7. Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (PADMA Indonesia)
  8. YEP (Yayasan Embun Pelangi)
  9. SPRI (Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia)
  10. RGS (Religious of The Good Shepherd)
  11. RUSADA Sukabumi
  12. Bandungwangi (Jakarta)
  13. Beranda Perempuan (Jambi)
  14. FTKI Sarbumusi (Serikat Buruh Muslimin Indonesia)
  15. KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia)
  16. Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
  17. Zero Human Trafficking Network (ZHTN)
  18. PERTIMIG Malaysia
  19. JARNAS Anti TPPO
  20. Hurin’in Study Center For Education And Humanity (Jakarta)
  21. IFN (Indonesian Family Network Singapore) 
  22. Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) Keuskupan Tanjungkarang
  23. Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) 
  24. Perpustakaan Jalanan Nunukan (PJN) 
  25. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung
  26. Jaringan Buruh Migran (JBM)
  27. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)
  28. Ikatan Persaudaraan Pekerja Migran Indonesia ( IPPMI Singapura )
  29. Terung Ne Lumimuut (TeLu) Lembaga pendampingan Perempuan dan Anak Sulut
  30. Laudato Si\’ Indonesia (LSI)
  31. Persatuan BMI HONGKONG Tolak Overcharging (PILAR Hong Kong ) 
  32. Asosiasi Perempuan Migran Indonesia (APMI Hong Kong) 
  33. Komunitas BMI Bebas Berkreasi (KOBBE Hong Kong ) 
  34. Beringin Tetap Maidenlike & Benevolent (BTM&B Hong Kong ) 
  35. Women In General Group (WING\’S Hong Kong ) 
  36. Larosa Arum Hong Kong Organisasi Budaya Nusantara 
  37. Women Movement Independent (WMI Hong Kong ) 
  38. Wanita Hindu Dharma Nusantara (WHDN Hong Kong ) 
  39. The Hope Group (THG Hong Kong ) 
  40. Sanggar FLOBAMORA Hong Kong 
  41. Tunggal Sari Budoyo (TSB Hong Kong ) 
  42. Mekar Wangi Budoyo ( MWB Hong Kong ) 
  43. Gabungan Migran Muslim Indonesia – GAMMI Hong Kong 
  44. Liga Pekerja Migran Indonesia – LIPMI Hongkong 
  45. Indonesian Migrant Workers Union – IMWU Hong Kong 
  46. Jaringan Buruh Migran Indonesia – JBMI Hong Kong
  47. Jaringan Buruh Migran Indonesia – JBMI Macau 
  48. Indonesian Movers Hong Kong 
  49. Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS Community TAIWAN ) 
  50. Indonesian Migrant Workers Union – IMWU Macau 
  51. Watulimo Satu Tekad ( WAST Hong Kong ) 
  52. Miftahul Jannah (MJ Hong Kong) 
  53. Friendster Group Hong Kong 
  54. Enjoy Dancer  (ED Hong Kong) 
  55. Al Islami Hong Kong 
  56. Belajar Mawas Diri (BMD Hong Kong) 
  57. Info Seputar Trenggalek ( IST Hong Kong) 
  58. PASKER Rantau Hong Kong 
  59. Jamaah Silaturahmi Blitar (JSB Hong Kong) 
  60. Majelis Ta\’lim Yuen Long (MTYL Hong Kong) 
  61. Keluarga Menuju  Surga (KMS Hong Kong) 
  62. Majelis Persaudaraan Al Ikhlas (MP.Al ikhlas Hong Kong) 
  63. Majelis Ukuwah Islamiyah (MUI Hong Kong) 
  64. Subulul Jinan Tai Wai Hong Kong 
  65. Lentera Wong Taisin Hong Kong 
  66. Nurul Hidayah Hong Kong 
  67. Syi\’ar NTB GAMMI-HK 
  68. Forum Muslim ah Al Fadilah (FMA Hong Kong) 
  69. Saalikul Lail Tsuen WAN Hong Kong 
  70. Majelis Tahfidzil Qur\’an (MTQ Hong Kong) 
  71. Al Istiqomah International Muslim Society AIMS Hong Kong 
  72. Asosiasi Buruh Migran Indonesia (ATKI Hong Kong) 
  73. Komunitas Sant’Egidio (Community of Sant’Egidio)
  74. Gerakan Anak Muda Indonesia (Hapus Hukuman Mati)
  75. Amnesty International Indonesia
  76. Migran Care (MC)
  77. Yayasan Pemerhati Masalah Perempuan Sulawesi Selatan (YPMP)
  78. LAdA DAMAR Lampung 
  79. LBH Apik NTB
  80. LBH Apik Sulawesi Selatan
  81. Departemen Kriminologi FISIP UI
  82. Yayasan Suar Perempuan Lingkar Napza Nusntara (dikenal dengan WOMXN\’S VOICE)
  83. FORUM AKAR RUMPUT INDONESIA

INDIVIDU: 

1. Yuni Asriyanti (Jakarta) 

2. Yusri A. Y. Albima, SHI (Jakarta)

3. Yohana (Jakarta)

4. Desy Maya Sari (Riau)

5. Romo Heribertus Hadiarto, SVD (Hong Kong)

6. Romo Agus Duka ZHTN (Jakarta)

7. Rahayu Saraswati (Jakarta) 

8. Shandra Woworuntu (USA)

9. Rianti (Jakarta)

10. Yuyu Marliah (Sukabumi Jawa Barat) 

11. Nissa Cita Adinia Akademisi Universitas Indonesia (Jakarta)

12. Nurul Zahara (Riau)

13. Selfi Oktaviani (Riau)

14. Bahroini Kharunisa (Riau)

15. Rahmayani Fathma ( Riau)

16. Livia Octaviani (Riau) 

17. Molly Maurina (Riau) 

18. Jois Adisti (Riau) 

19. Siti Uripah (Riau)

20. Magrina Rahayu (Riau)

21. Yohandi Pratama (Riau)

22. Istikomah (Canada)

23. Metris Kumaireng (NTT)

24. Beldiana Salestina (NTT)

25. Thaufiek Zulbahary (Bogor)

26. Dela Feby (Jakarta)

27. Eka Yuni Farida (Sulawesi Tenggara)

28. Ermelina Singereta  (Advokat Publik dari NTT)

29. Irfan Wahyudi Akademisi Universitas Airlangga (Surabaya)

30. Vivi George (Manado)

31. Ruth Wangkai (Manado) 

32. Nurhasanah (Manado) 

33. Nina Nayoan (Manado) 

32. Eka Ernawati (KPI)

33. Tri Ruswati (FSP TKILN-SPSI)

34. Sri utami  (Semarang)

35.       Ida royani  (Kediri Jawa Timur)

36. Asning Suman (Cilacap JawaTengah)

37.       Puspa Yunita (Jakarta)

38. Menik Rahayu (Jakarta)

39. Munnie (Jakarta)

40. St. Fidelis (Hong Kong)

41. St. Agatha Gembala Baik (Jakarta)

42. Ramli Izhaque (Jakarta)

43. Sofia Pratiwi (Blitar Jawa Timur)

44. Puspita Sari (Jawa Timur)

45.       Fahmi Panimbang (Bandung) 

46. Muhammad Ad’har Nasir (Nunukan) 

47. Harold Aron Peranginangin (Bandung) 

48. Maryatun (Kebumen)

49. Anggieta Bayunda Larasati Sugianto (Palangkaraya)

59. Sri Endah Kinasih Akademisi Universitar Airlangga (Surabaya)

60. Salsa Nofelia Franisa (Jakarta)

61. Dewi Wulandari (Tangerang) 

62. Dwi Martini (Tangerang)

63. Dewi Nova, Penulis – Penyair (Tangerang Selatan – Banten)

64. Avie Aziz Dosen UI sekarang Student di (Göteborgs Universitet)

65. Annie Milone (Hong Kong) 

66. Fida Nurlaila (Salatiga Jawa Tengah) 

67. Novia Arluma ( Lumajang / Singapura )

68. BENEDIKTA A.B.C Da Silva (Rumah Singgah PMI FLOTIM NTT)

69 Devy Christa Dyanti (Magetan Jatim)

70.       Is Purnomo (Magetan Jatim)

71.       Pipin Cahyo Nugroho (Samarinda)

72.       Mawardi (KABAR BUMI Lombok Timur)

73. Asaad Ahmad (Bandung)

74. Otto Adi Yulianto (DI Yogyakarta)

75. Jan suharwantono ( Jakarta )

76.   Marhaeni Mawuntu (Manado)

77.  Jermianto Balukh (NTT)

78.  Erwiana Sulistyaningsih (Penyintas TPPO DIY)

79.  Cyprianus Lilik KP (DIY)

80. Jonas Adam (Minahasa) 

81.  Mita Eka W (Jakarta) 

82. Yuliasih (Solo) 

83.  Cristovorus Kurniawan (Semarang)

84.  Rosma Karlina (Bogor)

85.  Agus Salim  (Kuasa Hukum MJV)

86.  Mamik Sri Supatmi (Depok)

87. Baby Virgarose Nurmaya (Bogor)

89. Retno Handayani (Bogor)

33. Tri Ruswati (FSP TKILN-SPSI)

34. Sri utami  (Semarang)

35.       Ida royani  (Kediri Jawa Timur)

36. Asning Suman (Cilacap JawaTengah)

37.       Puspa Yunita (Jakarta)

38. Menik Rahayu (Jakarta)

39. Munnie (Jakarta)

40. St. Fidelis (Hong Kong)

41. St. Agatha Gembala Baik (Jakarta)

42. Ramli Izhaque (Jakarta)

43. Sofia Pratiwi (Blitar Jawa Timur)

44. Puspita Sari (Jawa Timur)

45.       Fahmi Panimbang (Bandung) 

46. Muhammad Ad’har Nasir (Nunukan) 

47. Harold Aron Peranginangin (Bandung) 

48. Maryatun (Kebumen)

49. Anggieta Bayunda Larasati Sugianto (Palangkaraya)

59. Sri Endah Kinasih Akademisi Universitar Airlangga (Surabaya)

60. Salsa Nofelia Franisa (Jakarta)

61. Dewi Wulandari (Tangerang) 

62. Dwi Martini (Tangerang)

63. Dewi Nova, Penulis – Penyair (Tangerang Selatan – Banten)

64. Avie Aziz Dosen UI sekarang Student di (Göteborgs Universitet)

65. Annie Milone (Hong Kong) 

66. Fida Nurlaila (Salatiga Jawa Tengah) 

67. Novia Arluma ( Lumajang / Singapura )

68. BENEDIKTA A.B.C Da Silva (Rumah Singgah PMI FLOTIM NTT)

69 Devy Christa Dyanti (Magetan Jatim)

70.       Is Purnomo (Magetan Jatim)

71.       Pipin Cahyo Nugroho (Samarinda)

72.       Mawardi (KABAR BUMI Lombok Timur)

73. Asaad Ahmad (Bandung)

74. Otto Adi Yulianto (DI Yogyakarta)

75. Jan suharwantono ( Jakarta )

76.   Marhaeni Mawuntu (Manado)

77.  Jermianto Balukh (NTT)

78.  Erwiana Sulistyaningsih (Penyintas TPPO DIY)

79.  Cyprianus Lilik KP (DIY)

80. Jonas Adam (Minahasa) 

81.  Mita Eka W (Jakarta) 

82. Yuliasih (Solo) 

83.  Cristovorus Kurniawan (Semarang)

84.  Rosma Karlina (Bogor)

85.  Agus Salim  (Kuasa Hukum MJV)

86.  Mamik Sri Supatmi (Depok)

87. Baby Virgarose Nurmaya (Bogor)

89. Retno Handayani (Bogor)

RILIS PERS PENINJAUAN KEMBALI TERPIDANA MATI MERRI UTAMI MELAWAN PENYIKSAAN

Merri Utami (MU) merupakan terpidana mati kasus narkotika yang ditahan sejak awal November 2001. Kasusnya disidang di Pengadilan Negeri Tangerang yang berujung pada vonis pidana mati. Hingga tingkat kasasi, vonis MU tidak berubah.

Pada Juli, 2016, MU dibawa dari Lapas Perempuan Tangerang ke sel isolasi di Nusakambangan untuk menjalani eksekusi mati. Selama ditempatkan di sel isolasi, MU menerima pemberitahuan putusan Peninjauan Kembali (PK) yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia, dengan hasil yang masih sama, yaitu pidana mati.

Atas putusan hukum tersebut, MU mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo. Selang beberapa hari kemudian, pihak Kejaksaan menyampaikan bahwa eksekusi mati terhadap MU ditunda.

Setelah penundaan eksekusi mati, sekaligus menanti jawaban grasi dari Presiden Joko Widodo yang tidak ada kabar lebih dari 5 tahun, MU telah menjalani pemenjaraan selama lebih dari 21 tahun. Bagi MU, ini merupakan bentuk penyiksaan dan penghukuman yang merendahkan harkat dan martabat manusia.

Terkait hal tersebut penghukuman yang dijalani MU diyakini merupakan penghukuman illegal. Sebab durasi hukuman penjara yang diatur dalam KUHP paling lama dijalani selama 20 tahun. Meskipun MU merupakan terpidana mati yang tidak menggugurkan kewenangan eksekusi mati tapi penghukuman yang dijalani melebihi dari durasi hukuman penjara, tentu patut dipertanyakan keabsahan hukuman yang dijalani MU saat ini. Terlebih penghukuman yang dialami MU menimbulkan dampak psikologis yang parah.

Di samping itu ditinjau dari objektifitas kasus, MU merupakan korban sindikat peredaran gelap narkotika yang peran dan bobot hukumannya tidak bisa serta merta disetarakan dengan pelaku utama, terlebih MU merupakan korban perdagangan orang yang seharusnya dilindungi bukan dipidana mati.

Kami meyakini bahwa Kementerian Hukum dan HAM cq. Lapas Perempuan Semarang, Kejakasan Republik Indonesia, Mahkamah Agung Republik Indonesia memiliki pemahaman yang kuat terhadap pentingnya perlindungan terhadap kelompok rentan sebagaimana yang dialami MU. Bahkan institusi Kejaksaan Republik Indonesia telah memiliki instrumen hak asasi manusia tentang akses keadilan bagi perempuan dan anak dalam perkara pidana. Sedangkan Mahkamah Agung Republik Indonesia, menerbitkan regulasi yang serupa dengan hal tersebut melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum.

Hadirnya kerangka legal tersebut tentu merupakan angin segar bagi perempuan, termasuk MU untuk menghadirkan perspektif gender dalam kasusnya sebagaimana regulasi yang tadi disebutkan terkait proses hukum dan penghukuman yang dijalani MU selama ini yang terlihat tidak adil dan sewenang-wenang. Padahal sejatinya setiap orang memiliki hak untuk bebas dari perlakuan sewenang-wenang dan memiliki hak untuk diperlakukan adil (equality before the law). 

Berdasarkan uraian di atas, melalui mekanisme hukum yang sah dan konstitusional, MU melakukan perlawanan dengan menempuh permohonan peninjauan kembali kedua yang diajukan melalui Pengadilan Negeri Tangerang berbekal surat pengantar yang dibuat oleh Lapas Perempuan Semarang. Meskipun peninjauan kembali satu kali sudah dibatalkan dan tidak mempunyai kekutatan hukum mengikat sebagaimana termaktub dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 namun faktanya Mahkamah Agung masih kerap tidak dapat menerima atau menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan lebih dari satu kali. Bahwa MU sama sekali tidak bermaksud untuk mempertentangkan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagai dua lembaga peradilan yang sama-sama berwenang menjalankan kekuasaan kehakiman. Namun pada dasarnya MU hanya ingin menyampaikan pemikiran-pemikiran agar kiranya permohonan peninjauan kembali kedua kali ini dapat diterima dan diperiksa oleh Yang Mulia Majelis Hakim Agung cq. Pengadilan Negeri Tangerang.

Oleh karena itu, kami sebagai tim kuasa hukum MU:

  1. Mendorong Mahkamah Agung Republik Indonesia cq. Pengadilan Negeri Tangerang berwenang mengadili dan memberikan pertimbangan substansi secara objektif berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 serta mengabulkan permohonan peninjauan kembali MU yang kedua;
  • Mendesak Kejaksaan Republik Indonesia cq. Kejaksaan Tinggi Banten cq. Kejaksaan Negeri Tangerang menggunakan Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana dalam memeriksa MU dihadapan persidangan peninjauan kembali yang kedua;
  • Meminta Kementerian Hukum dan HAM cq. Lapas Perempuan Semarang memberikan bantuan teknis dan substansi terhadap permohonan peninjauan kembali MU yang kedua.

Jakarta, 6 Oktober 2022

Hormat kami,

Tim Kuasa Hukum Merri Utami

M. Afif Abdul Qoyim       : 08132 004 9060

Aisya Humaida                : 0822 6452 7724

SIARAN PERS “USUT TUNTAS TRAGEDI KEMANUSIAAN KANJURUHAN”

I M P A R S I A L , L B H S U R A B A Y A P O S M A L A N G , L B H J A K A R T A , Y L B H I , P B H I
N A S I O N A L , K O N T R A S , S E T A R A I N S T I T U T E , P U B L I C V I R T U E , I C J R , W A L H I ,
L B H M A S Y A R A K A T , L B H P E R S , E L S A M , H R W G , C E N T R A I N I T I A T I V E , I C W

KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK REFORMASI SEKTOR KEAMANAN

Kami turut berduka cita atas Tragedi Kemanusiaan di Kanjuruhan, Malang yang menewaskan kurang lebih 182 orang. Namun kami juga mengecam sekaligus mengutuk keras kelalaian Panitia dan Operator Liga yang tidak menerapkan mitigasi risiko dengan baik dan benar, sehingga Kapasitas Stadion yang seharusnya hanya dapat diisi maksimal 38.000 Orang membludak hingga mencapai sekitar 42.000 orang yang mengakibatkan penonton harus berdesak-desakan, himpit-himpitan dan mengalami gangguan pernafasan, pertanggungjawaban Panitia dan Operator Liga harus dimintai baik dalam kerangka kelalaian yang menyebabkan orang meninggal dan ganti rugi serta rehabilitasi kepada korban. Kelalaian panitia dan operator liga tersebut diperburuk dengan tindakan pengamanan yang tidak proporsional dan bahkan cenderung berlebihan (excessive use of force) oleh Aparat Kepolisian yang bertugas dilapangan, dalam video yang beredar di Media Sosial terlihat bahwa terdapat penggunaan Gas Air Mata yang dilarang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations, selain penggunaan Gas Air Mata juga terdapat kekerasan terhadap para korban. Dalam. Video yang beredar kekerasan tidak hanya dilakukan oleh Kepolisian tetapi juga dilakukan oleh Anggota TNI. Koalisi juga menilai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) harus melakukan pemeriksaan terhadap aparat yang bertugas dilapangan karena jelas ada penggunaan kekuatan berlebih yang tidak proporsional serta kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa, selain itu terhadap Anggota TNI harus juga diperiksa oleh Panglima TNI mengingat penerjunan Anggota untuk mengamankan Pertandingan Sepakbola jelas bukanlah tugas prajurit TNI. Lebih dari pada itu, atasan Anggota Polisi dan TNI yang bertugas di lapangan juga harus dimintai pertanggunjawaban (command responsibility) karena sangat mungkin semua tindakan yang menyebabkan hilangnya ratusan nyawa tersebut terjadi atas pembiaran atau bahkan atas perintah atasan. Untuk itu Koalisi mendesak:
Pertama, Presiden RI harus meminta maaf secara terbuka kepada korban dalam tragedi kemanusiaan Kanjuruhan dan memastikan ganti rugi dan rehabilitasi kepada korban secara menyeluruh;
Kedua, Presiden RI harus membuat Tim Gabungan Pencari Fakta untuk menemukan sebab terjadinya Tragedi Kemanusian dengan melibatkan Lembaga Negara Independen seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban;
Ketiga, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Panglima TNI harus memeriksa semua anggota yang bertugas dilapangan secara etik, disiplin dan Pidana; Keempat, penyelenggara pertandingan sepakbola tidak lagi melibatkan aparat Kepolisian dan TNI serta berhenti menerapkan pendekatan Keamanan Dalam Negeri di dalam stadion, melainkan pengamanan ketertiban umum (stewards/civil guards).


Narahubung:
1 . Hussein Ahmad;

  1. Teo Reffelsen
  2. M. Hikari Ersada
  3. Julius Ibrani
Skip to content