Pengalaman dan Pembelajaran dari Pendampingan terhadap Enam Terpidana Mati dalam Pengajuan Peninjauan Kembali
Pada 2023, LBH Masyarakat (LBHM) mengajukan lima permohonan Peninjauan Kembali (PK) melalui tiga Pengadilan Negeri berbeda di wilayah DKI Jakarta. Satu permohonan diajukan ke Pengadilan Negeri Tangerang pada 2022. Adapun kelima Pemohon PK di tahun 2023 ini merupakan terpidana mati dengan pembagian empat Warga Negara Asing (WNA) dan satu Warga Negara Indonesia (WNI). Satu dari lima orang ini merupakan perempuan dan satu-satunya WNI. Kelima terpidana mati yang mengajukan PK ini telah menjalani pemidanaan selama 7-9 tahun.
Kesemua Pemohon PK mendalilkan alasan adanya kekhilafan hakim dalam menjatuhkan pidana, yang mana narasi permohonan ini kami kembangkan sesuai dengan gagasan dan semangat KUHP baru (2023). Dalam KUHP 2023, pidana mati berubah menjadi pidana alternatif, dimana terdapat ketentuan yang mengatur perihal adanya perubahan pidana mati dengan alasan ‘menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji’.
Atas dasar inilah, LBHM merasa sudah tepat jika kelima terpidana mati yang mengajukan PK ini perlu mendapatkan perhatian, mengingat mereka sudah menjalani pemidanaan hampir selama 10 tahun, tidak pernah melakukan/berbuat tindak pidana lain, dan tidak pernah melakukan pelanggaran bersifat administratif.
Selain itu, pada 7 Oktober 2022 lalu, LBHM sebagai kuasa hukum perempuan terpidana mati Merri Utami, mengajukan permohonan sekaligus menyerahkan dokumen PK kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Tangerang (PN Tangerang).
Selama proses pendaftaran, pihak yang bertugas di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Tangerang mengecek seluruh kelengkapan dokumen beserta alasan alasan PK. Pada saat itu, petugas PTSP menilai bahwa PK Merri Utami ini sudah pernah diajukan pada 2014 sehingga untuk pengajuan PK yang lebih dari satu kali tidak diperkenankan.
Mendapatkan penjelasan tersebut, LBHM mendorong agar yang melakukan penilaian adalah Mahkamah Agung sehingga dokumen PK secara administratif dikirimkan saja ke Mahkamah Agung untuk diregister.
Bagaimana pengalaman LBHM dalam menangani seluruh permohonan PK tersebut, baik secara kendala maupun tantangan, atau hal baik yang bisa dijadikan sebagai pembelajaran?
Baca selengkapnya terbitan baru kami melalui link di bawah ini: