Author: lbhm admin

Reorienting Drug Policy in Indonesia: Pathways to the Sustainable Development Goals

Indonesia demonstrates a big commitment to achieve Sustainable Development Goals by 2030. The goals that are set by the United Nations in 2015 cover numerous areas, including economics, health, education, gender equality, environment, justice and peace. With the motto of ‘leaving no one behind’, the Indonesian government tries to mainstream the goals in its policies and programs across multiple ministerial bodies.

However, the efforts of achieving SDGs walk in parallel with Indonesia’s tough stance on drugs that is obvious in the jargon of ‘the war on drugs’. Supported by academics, many organizations of people who use drugs and human rights groups show how the punitive method as what Indonesia is still applying creates more injustice as it undermines the health aspects and fuel discrimination. The intended and unintended consequences of Indonesian drug policy are counter-productive to the SDGs goal Indonesia so keenly set.

Reprieve and LBHM, with the support of the Embassy of Switzerland in Indonesia, tried to delve further into the intersection between the drug policy and SDGs. Today, 26th June, as the world celebrates the World Drug Day, we publish a report titled “Reorienting Drug Policy in Indonesia: Pathways to the Sustainable Development Goals”. The report aims to open more dialogues about the drug policy that are derived not from blind fears but rather from research-based evidence.

To access the document, please click this link.

Job Vacancy – Dibutuhkan Tim Konsultan Pembuatan ToC

LBHM membutuhkan satu tim konsultan yang terdiri dari dua orang ahli untuk membantu mengembangkan kerangka Theory of Change Strategi Advokasi HIV dan HAM. Tim konsultan yang terpilih akan bertanggung jawab, di antaranya, untuk melakukan wawancara, FGD, dan konsultasi dengan organisasi-organisasi komunitas, pihak pemerintah, koalisi masyarakat sipil yang bergerak di isu HIV di seluruh Indonesia.

Tim konsultan akan bekerja selama dua puluh lima (25) hari sepanjang bulan Juli sampai September 2020.

Silahkan kirim aplikasi Anda ke Albert Wirya, Koordinator Riset dan Program LBHM, di alamat email: awirya@lbhmasyarakat.org paling lambat Minggu, 5 Juli 2020, jam 18:00 waktu Jakarta (GMT +7). Informasi lebih detil silahkan lihat here

Amicus Curae (Sahabat Pengadilan) – Perkara Ganja Medis (Kasus Reyndhart Rossy N. Siahaan)

Reyndhart Rossy N. Siahaan, bukanlah orang pertama yang mengalami kriminalisasi karena memanfaatkan narkotika (ganja) untuk kebutuhan medis. Kita ingat di tahun 2017 ada Fidelis Arie yang juga dikriminalisasi karena memanfaatkan tanaman ganja untuk keperluan medis bagi sang istri, ia di vonis penjara selama satu tahun.

Reyndhart Rossy N. Siahaan atau Reyndhart Rossy (37 tahun) sejak 2015 berdasarkan hasil CT Scan Nomor Registrasi RJ1508100084 dari RS OMNI, menderita penyakit kelainan saraf yang membuat
badannya sering mengalami kesakitan, sampai 2019 penyakit juga masih dirasakan. Ia terpaksa mengakses ganja untuk pengobatan berbekal dari informasi bahwa ganja dapat meredakan sakit.
Reyndhart Rossy ditangkap pada 17 November 2019. Saat ini Reyndhart Rossy masih menunggu putusan dari Hakim.

Sebagai pihak yang berkepentingan terhadap upaya pembaruan hukum, khususnya pembaruan hukum tentang kebijakan narkotika dan penghormatan hak asasi manusia utamanya hak atas pelayanan kesehatan, maka dengan ini, Kami—ICJR, IJRS, LBH Masyrakat dan LeIP berharap hakim pada perkara ini di Pengadilan Negeri Kupang dapat menghadirkan keadilan bagi Reyndhart Rossy yang mederita sakit, mencari pengobatan, namun tak kunjung memperoleh pengobatan yang menghilangkan kesakitannya.

Simak Amicus Curae terkait ganja medis dalam kasus Reindhart Rossy here

Rilis Pers – Bebaskan Reyndhart Siahaan di Kasus Ganja Medis

Kembali lagi terjadi kasus hukum akibat menggunakan narkotika jenis tanamanan (ganja) untuk kebutuhan Medis. Setelah kasus ganja medis yang sempat populer yakni kasus Fidelis Arie di tahun 2017 karena menggunakan ganja untuk mengobati istirinya yang mengidap Syringomyelia. Kini kasus hukum terkait ganja medis, menimpa Reynhardt Siahaan yang didakwa atas penggunaan ganja yang kini menunggu vonis dari Pengadilan Negeri (PN) Kupang. Seperti diberitakan di berbagai media, Reynhardt mengalami gangguan saraf terjepit di 2015. Di 2018, penyakit tersebut kembali kambuh. Kemudian dia menggunakan ganja untuk meredakan rasa sakitnya. Kini Renyhardt harus menghadapi proses hukum.

Walaupun dalam UU Narkotika kita melarang penggunaan narkotika golongan I untuk pelayanan kesehatan (Pasal 8 ayat 1), namun perlu diingat bahwa original intent dari UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) justru bertujuan untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk pelayanan kesehatan, sebagaimana tertulis dalam tujuan dari UU Narkotika pada Pasal 4 huruf a UU Narkotika.

Sebagaimana kita tahu jika UU Narkotika Indonesia masih kerap mengkriminalisasi penggunaan narkotika. Dalam kasus yang menimpa Fidelis, dan kini dialami Reynhart, sudah seharusnya pemerintah serta Majelis Hakim (dalam kasus Reynhart) mengedepankan prinsip hak atas kesehatan danmengutamakan asas keadilan dan kemanfaatan hukum.

Rilis lengkap dapat teman-teman lihat di tautan ini

Crisis Response Mechanism (CRM) Coalition – Job Vacancy: Program Manager & Finance Manager

Koalisi CRM (Crisis Response Mechanism) yang terdiri dari LBH Masyarakat (LBHM), Arus Pelangi (AP), Gaya Warna Lentera Indonesia (GWL-INA), Sanggar Waria Remaja (SWARA) dan United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS), membuka kesempatan kepada siapa saja yang berminat untuk membantu kerja-kerja advokasi kami dalam memperjuangkan hak asasi manusia dan keadilan sosial bagi hak-hak kelompok identitas seksual, gender, dan karakteristik seks yang dimarjinalkan di Indonesia.

Posisi yang dibutuhkan:

  • Program Manager:

a. Diutamakan individu yang merupakan bagian dari komunitas seksual, gender, dan karakter seksual yang termarjinalkan;
b.  Pernah bekerja di isu dan/atau organisasi yang mendorong hak-hak kelompok seksual, gender, dan karakter seksual yang termarjinalkan;
c.   Memiliki pengalaman dalam merancang, mengelola dan mengevaluasi program, setidak-tidaknya 3-5 tahun;
d. Memiliki perspektif yang progresif terhadap pemajuan HAM, SOGIESC, dan feminisme;
e. Menguasai aplikasi Microsoft Office (excel, word, dan powerpoint);
f. Mempunyai kemampuan berkomunikasi dan presentasi yang baik;
g. Memiliki kemampuan berbicara dan menulis dalam Bahasa Inggris yang memadai.

  • Finance Manager:

a.    Diutamakan individu yang merupakan bagian dari komunitas seksual, gender, dan karakter seksual yang termarjinalkan;
b.    Memiliki perspektif yang progresif terhadap pemajuan HAM, SOGIESC, dan feminisme;
c. Memiliki pengalaman mengelola keuangan program di sektor pembangunan dan nonprofit selama 3-5 tahun;
d.    Berpengalaman dalam menjalankan audit keuangan lembaga dan proyek, serta pelaporan pajak;
e. Menguasai aplikasi Microsoft Office (excel, word, dan powerpoint);
f.    Memahami dan berpengalaman di dalam melaksanakan sistem perpajakan di Indonesia;
g. Mempunyai kemampuan berkomunikasi dan presentasi yang baik;
h. Memiliki kemampuan berbicara dan menulis dalam Bahasa Inggris yang memadai.

Untuk informasi dan syarat pendaftaran silahkan lihat pengumuman perekrutan dengan klik here

CSO Report: Review of Indonesia Drug Policy – Submmision to The Human Rights Comittee, 129th session.

LBHM, ICJR and HRI jointly compiled a report on the situation of law enforcement and human rights in drug cases in Indonesia. LBHM and other organizations had the opportunity to report their findings to the 129th Meeting of the Human Rights Committee.

This report includes several reports on the situation of Law and Human Rights in Indonesia, especially on the issue of narcotics, such as:

  1. Death penalty in drug cases,
  2. Extrajudicial killing in drug cases,
  3. torture and ill-treatment in drug cases,
  4. Disproportionate sentencing and imprisonment situations in drug cases,
  5. Mandatory detention and treatment,
  6. Mistreatment in rehabilitation centers and lack of monitoring.

To see the full report, friends please access the document here

CSO Report: Review of Indonesia Drug Policy – Submmision to The Human Rights Comittee 129th

Harm Reduction International, the Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) and LBH Masyarakat (LBHM) welcome the opportunity of reporting to the Human Rights Committee ahead of its adoption of the List of Issues Prior to Reporting for the review of Indonesia, at its 129th Session.

This submission will assess the performance of Indonesia regarding its obligations under the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), with a specific focus on the country’s drug polic. Regarding:

  1. The imposition of the death penalty for drug offences (Art. 6, 7, 14, 26);
  2. Extrajudicial killings in the context of anti-drug operations and lack of accountability (Art. 2, 6, 7);
  3. Torture and ill-treatment in drug-related cases (Art. 7, 14);
  4. Disproportionate punishment for drug offences, and conditions of detention in prison (Art. 7, 9, 10, 14);
  5. Compulsory drug detention and treatment (Art. 7, 9, 10); and
  6. Ill-treatment in private drug detention centres and lack of monitoring (Art. 2, 7, 9, 10).

Please check the full version report in here

Rilis Pers – Hentikan Rantai Kekerasan, Fokus Pada Korban (Menyikapi Kasus Perundungan Yang Dialami Ferdian Paleka)

Ferdian Paleka seorang konten kreator mengunggah video yang bertujuan untuk merendahkan derajat kelompok transpuan menuai kecaman dari publik. Perbuatan Ferdian termasuk dalam ujaran kebencian menyasar kelompok rentan yang sayangnya kita tidak memiliki payung hukum untuk menjawab persoalan tersebut. Aparat penegak hukum pun langsung merespon tindakannya tersebut direspon. Ferdian Paleka pun justru dijerat dengan pasal-pasal UU No 11 tahun 2008 tentan Informasi & Transaksi Elektronik (ITE)–UU berisi pasal-pasal karet yang kerap digunakan untuk membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Sayangnya Ferdian (pelaku) mengalami tindakan perundungan yang diduga berada di Rumah Tahanan hal ini adalah preseden buruk yang terjadi berulang (repetatif) dala sistem peradilan pidana di Indonesia. Terlepas dari perlakuan keji yang telah dilakukan oleh tersangka dan dua temannya terhadap para korban transpuan, dalam hal ini negara tetap perlu mengambil langkah tegas dalam menjamin hak-hak tersangka di dalam tahanan.

Simak rilis pers lengkapnya di tautan berikut

Rilis bersama, Koalisi Pemantau Peradilan.
(IJRS, KontraS, PKBI, LBH Masyarakat, PSHK, YLBHI, ICJR, ELSAM, LBH Pers, PBHI, LBH Jakarta, LeIP, Institut Perempuan, LBH Bandung, HRWG, Imparsial)

Policy Paper – Mengimbangi Sekuritisasi Narkotika: Tinjauan Singkat atas Praktik Pendekatan Keamanan Dalam Penanggulangan Narkotika

Pada tahun 2015, Presiden Jokowi memosisikan kebijakan penanggulangan narkotika ke dalam kerangka perang terhadap narkotika (war on drugs). Institusi keamanan, dalam hal ini BNN dan Polri, menafsirkan narasi keras tersebut dengan gencarnya pengungkapan-pengungkapan kasus narkotika.

Catatan media menyebutkan bahwa sepanjang 3 (tiga) tahun terakhir dimulai pada tahun 2017, BNN mengungkap 46.537 kasus narkotika dan menangkap 58.365 tersangka.1 Pada tahun 2018 terdapat 40.553 kasus yang diungkap Polisi dan BNN yang melibatkan 53.251 tersangka2 , sedangkan pada tahun 2019, BNN, Polri, TNI, Bea Cukai dan Imigrasi merilis sebanyak 33.371 kasus narkotika dan menangkap 42.649 orang.

Selama masa ” peperangan” itu pula, LBHM, Manesty Internasional Indonesia, dan KontraS mencatat adanyanya insiden penembakan dalam penanganan kasus narkotika, sepanjang tahun 2017 terdapat 215 insiden penembakan. Hal ini terjadi dikarenakan pendekatan keamanan yang masih dipakai dalam penanganan kasus narkotika. Dampak lain dari pendekatan keamanan ini ialah Overcrowd penjara di Indonesia, dengan presentasi total penghuni narkotika (Desember, 2019) di penjara sebesar 49,20%.

Munculnya banyak permasalahan dalam penerpaan pendekatan keamanan dalam kasus narkotika, seharusnya membuat pihak keamanan berpikir untuk beralih menggunakan pendekatan yang lebih humanis dalam penanggulangan kasus narkotika.

Kertas Kebijakan dapat teman-teman baca pada link di bawah ini:
Mengimbangi Sekuritisasi Narkotika: Tinjauan Singkat atas Praktik Pendekatan Keamanan Dalam Penanggulangan Narkotika

Monitoring dan Dokumentasi 2020 – Penjara Rentan Kematian: Carut-Marut Klasifikasi dan Manajemen Pemasyarakatan

Permasalahan kematian pada institusi pemasyarakatan agaknya menjadi isu yang tak kunjung selesai dari tahun ke tahun. Sejak 2016, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) telah melakukan monitoring dan dokumentasi media tentang kematian di institusi pemasyarakatan.

Tragedi kematian dalam institusi pemasyarakatan adalah problem yang bersifat repetitif. Pada tahun 2019, terjadi penurunan angka kematian, dari 123 korban (dari 116 kasus) pada tahun 2018 menjadi 66 korban (dari 64 kasus). Penurunan angka kematian tersebut belum tentu menunjukkan perbaikan signifikan pada institusi pemasyarakatan.

Belum lagi kondisi Overkapasitas Penjara di Indonesia yang bukalah situasi yang baik bagi narapidana baik secara sisi kesehatan fisik dan mental, maupun sisi keamanan. Yang akhirnya membuat tragedi kematian di dalam lapas terus ada.

Simak laporan lengkapnya di tautan berikut ini