Praktik Tembak Mati di Tempat dalam kasus narkotika di tahun 2017 menjadi diskursus yang hangat dibicarakan di dalam ruang publik. Di tahun berikutnya isu ini mulai surut dalam gegap gempita menjelang kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024. Sekalipun isu ini surut di tahun 2018, Namun, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) tetap konsisten melakukan pemantauan dan dokumentasi media dalam jaringan (daring) terkait praktek tembak di tempat terhadap seseorang yang diduga melakukan peredaran gelap narkotika. Berdasarkan pemantauan media daring yang LBHM lakukan, pada tahun 2018 terdapat penurunan jumlah kasus tembak di tempat yaitu sebanyak 159 kasus, dengan jumlah korban total 199 orang.
Tindakan sewenang-wenang ini telah mencoreng Indonesia sebagai negara hukum, Penegasan Indonesia sebagai negara hukum tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) yang dirumuskan pada Pasal 1 ayat 3 yang menyatakan, “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam konteks kehidupan bernegara, gagasan negara hukum menekankan pada prinsip supremasi hukum atas orang, dan bahwa pemerintah terikat oleh hukum.
Berangkat dari situ LBHM menilai jika praktek ini menciderai hukum di Indonesia yang memegang teguh prinsip ‘asas praduga tak bersalah’, sebagaimana kami sampaikan dalam laporan terdahulu. Mereka yang mendapatkan penghukuman harus melewati proses peradilan pidana. Sayangnya, korban tembak di tempat yang meninggal tidak pernah menjalani proses tersebut.
Untuk melihat laporan lengkapnya silahkan unduh di sini.