Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan global, dengan 10,6 juta orang didiagnosis TBC pada tahun 2022. Di Indonesia, yang menyumbang sekitar 10% dari kasus TBC dunia, tercatat 1.060.000 kasus dan 134.000 kematian akibat TBC. WHO meluncurkan strategi “End TB” untuk mengurangi insiden TBC hingga 90% pada 2030, dengan salah satu prinsip utama perlindungan dan promosi Hak Asasi Manusia (HAM) bagi orang dengan TBC.
Namun, orang dengan TBC menghadapi berbagai bentuk pelanggaran HAM, seperti penolakan perawatan, diskriminasi sosial, dan stigma dari masyarakat dan tenaga kesehatan. Laporan LBH Masyarakat mencatat pelanggaran HAM terhadap orang dengan TBC, yang sebagian besar terkait dengan hak atas kesehatan dan perlakuan diskriminatif. Stigma internal dan eksternal memperburuk kondisi mereka, menghambat pencarian pengobatan dan memperburuk kualitas hidup.
Untuk mengatasi masalah ini, komunitas orang dengan TBC dan organisasi pasien telah mengadvokasi hak mereka, termasuk dengan mendeklarasikan “Deklarasi Hak Orang yang Terdampak Tuberkulosis” pada 2019. Deklarasi ini menegaskan kewajiban perlindungan HAM bagi orang dengan TBC.
Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021, juga menekankan pentingnya mitigasi dampak psikososial dan pemberdayaan ekonomi bagi orang dengan TBC dan keluarganya. Agar kebijakan ini dapat terlaksana dengan baik, diperlukan panduan yang melibatkan komunitas, masyarakat, dan berbagai pihak, termasuk organisasi hukum dan HAM, untuk mendukung strategi nasional eliminasi TBC.
Buku panduan ini dapat menjadi referensi penting untuk memahami langkah-langkah yang harus diambil dalam mengintegrasikan perlindungan HAM dan strategi eliminasi TBC di Indonesia.
Simak selengkapnya melalui link berikut ini