Kepala BNN tidak setuju ganja medis dilegalkan. Statement ini disampaikan Kepala BNN pada saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu, 18 Januari 2023. . Berdasarkan hal tersebut koalisi masyarakat sipil Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN) perlu menyikapi dan meluruskan tanggapan Kepala BNN tersebut.
Jika kita merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK), MK dalam putusan nomor 106/PUU-XVIII/2020 tanggal 20 Juli 2022 sama sekali tidak melarang narkotika, khususnya ganja, digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. MK justru memerintahkan agar pemerintah segera melakukan pengkajian dan penelitian jenis Narkotika Golongan I, termasuk ganja didalamnya, untuk keperluan pelayanan kesehatan dan/atau terapi.
MK mengamini bahwa narkotika golongan I, khususnya ganja, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesehatan, akan tetapi perlu dibarengi dengan penguatan sistem hukum dan kesehatan Indonesia sehingga infrastruktur yang ada bisa siap, jika hasil penelitian yang dilakukan pemerintah membuktikan jenis narkotika dalam golongan I dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelayanan Kesehatan. MK dalam putusannya tidak pernah menyatakan menutup pemanfaatan ganja untuk medis.
Kepala BNN dalam Raker itu justru menunjukan sikap arogan dan emosional serta mengedepankan kepentingan personal yang anti science daripada tugas kelembagaan BNN itu sendiri. Jika kita terus mempertahankan kinerja BNN dengan kepemimpinan BNN yang ditunjukan oleh Kepala BNN saat ini, maka tidak ada bedanya keberadaan BNN dengan aparat penegak hukum lain dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). BNN perlu berbenah dan menyesuaikan diri terhadap kebutuhan perkembangan zaman, khususnya terkait kebutuhan masyarakat untuk pemanfaatan ganja medis. Jika BNN masih keras kepala dan tidak mau berbenah dan mengedepankan kebijakan yang tidak berbasis ilmu pengetahuan, maka tidak ada lagi pilihan selain membubarkan BNN.
Rilis selengkapnya ada di sini