Hasil Permohonan PK: Meneropong Implementasi KUHP Baru sebagai Kompas Pidana Mati

Jun 21, 2024 Siaran Pers

LBH Masyarakat (LBHM) mengapresiasi semangat reformasi hukum dalam KUHP 2023 yang mengubah pidana mati dari klasifikasi pidana pokok menjadi pidana alternatif. Pembaharuan hukum ini tentu menjadi kompas dan pengingat bagi para hakim pemeriksa untuk mewujudkan peradilan yang jujur dan adil, sekaligus menjadi pintu perbaikan terhadap orang-orang yang telah dijatuhi pidana mati kendati dengan pembuktian yang minim.

Pada 2023, LBHM mewakili lima orang terpidana mati mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung melalui pengadilan pengaju di wilayah DKI Jakarta. Semua PK ini didasarkan pada argumentasi kekhilafan hakim karena penjatuhan pidana mati mengabaikan kurangnya alat bukti, peran terdakwa dengan terdakwa lain, dan terdakwa yang tidak didampingi pengacara. PK ini dilakukan sebagai kesempatan bagi Mahkamah Agung untuk melakukan koreksi dan menebus kesalahan atas unfair trial.

Majelis Hakim Agung telah mengeluarkan putusan atas dua dari lima pengajuan PK tersebut, dengan detail berikut:

  1. Pada 14 Mei 2024, Majelis Hakim Agung menolak permohonan pemohon PK yang diajukan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Melansir dari data kepaniteraan Mahkamah Agung, perkara ini diperiksa dalam waktu 16 hari. LBHM menilai ini adalah rentang waktu yang sangat singkat dan terburu-buru dalam mengkaji argumentasi-argumentasi pemohon PK. Tentu Mahkamah Agung kembali mengulang kesalahan fatal yang sama, mengingat banyak bukti yang dihadirkan tapi tetap saja diabaikan. Hal ini seperti: upaya paksa yang tidak sesuai prosedur, di antaranya karena melakukan penggeledahan tanpa adanya saksi; preseden mengenai tidak sahnya suatu putusan karena tidak adanya pengacara dalam kasus-kasus yang diancam di atas 5 tahun; termasuk penerjemah yang tidak sesuai dengan kemampuan bahasa pemohon PK.
  1. Pada 14 Juni 2024, Majelis Hakim Agung mengabulkan permohonan pemohon PK yang diajukan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Putusan Mahkamah Agung ini mengubah pidana mati pemohon PK menjadi pidana seumur hidup. Waktu pemeriksaan perkara pun terbilang cukup ideal dalam menentukan putusan pidana seseorang, yakni 85 hari.

Dari dua kasus ini, selain hasil putusan, waktu pemeriksaan menjadi pembeda yang sangat signifikan. LBHM mengapresiasi Majelis Hakim Agung yang telah mempertimbangkan secara seksama atas alat bukti, argumentasi, dan kekhilafan hakim pemeriksa sebelumnya sehingga menghasilkan putusan yang bersifat perbaikan.

LBHM berharap Majelis Hakim Agung pemeriksa PK selanjutnya melakukan tindakan serupa, yakni putusan yang penuh dengan pertimbangan terhadap bukti-bukti, penghormatan terhadap hak atas hidup, serta menjadikan KUHP 2023 sebagai pedoman baru dalam penjatuhan pidana mati. Tentu juga meminta Majelis Hakim Agung pemerisa PK selanjutnya tidak mengulang kesalahan serupa, seperti pengalaman pemohon PK yang diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yakni waktu pemeriksaan minim sehingga banyak fakta dan bukti diabaikan.

Jakarta, 21 Juni 2024

Narahubung:

  • Yosua Octavian (+62 812-9778-9301)
  • Kiki Marini Situmorang (+62 896-3970-1191)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content