Persidangan 10 anak penyemir sepatu di Bandara Soekarno-Hatta berlarut-larut. Mestinya hari ini Selasa, (21/7) jaksa penuntut umum Rezki Diniarti membacakan tuntutan. Namun dengan alasan sedang berkonsentrasi dengan ulangtahun kejaksaan maka amar tuntunan belum disusun.
Sidang dipimpin ketua majelis Retno Pudyaningtyas dan dua hakim anggota tidak mengenakan toga dengan persidangan tertutup. Anak-anak, Saf, Ifa dan teman-temanya sudah tak mengenakan seragam sekolah. Mereka ijin tidak mengikuti pelajaran. Sebelum masuk ruang sidang, bocah-bocah ini juga mengenakan topeng penutup wajah.
Sidang juga dihadiri Komisi nasional Anak yang diwakili Sekjen Arist Merdeka Sirait. Sayangnya sidang tidak dihadiri Badan pemasyarakatan (Bapas) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang sedianya akan mengawasi jalannya persidangan.
Menurut pembela anak dari Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, Christine Tambunan persidangan kali ini mengecewakan. Sebab jaksa tidak siap membacakan tuntutan.
“Harusnya hari ini anak-anak dibebaskan, dan kami berharap mereka bebas murni bukan bebas karena bersalah dan diserahkan kepada orangtuanya,” kata Christine.
Karena jaksa belum siap membacakan tuntutan, agenda persidangan hanya mendengarkan keterangan terdakwa. “Hakim bertanya apa yang mereka alami, motivasi mereka bermain, latar belakang yang mereka lakukan,” kata Christine.
Para anak kata Christine juga menjawab satu persatu pertanyaan hakim tentang keinginan bersekolah dan komitemen mereka. Persidangan ini masih akan digelar pekan depan.
Berlarut-larutnya persidangan tak hanya membuat LBH Masyarakat kecewa, Komnas Anak juga mengecam jaksa yang tidak konsisten untuk membacakan tuntutan. “Kami menilai jaksa main-main terhadap persidangan ini. Oleh karenanya kami akan melaporkan ke Kejaksaan Agung,” kata Arist.
Jaksa Rezki usai persidangan menyatakan baru mau menyusun amar tuntutan. “Saya yakin sidang ini akan diteruskan,” kata Rezki. Sebelumnya 10 anak didakwa melakukan perjudian. Jaksa menjerat dengan pasal 303 kitab undang-undang hukum pidana dengan ancaman 10 tahun penjara. Ancaman perjudian itu juga dikecam KPAI. Ketuanya, Hadi Supeno menyatakan bahwa jaksa tidak mempertimbangkan UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 1997.
Ditulis oleh: Ayu Cipta
Sumber: Tempo Interaktif
Jakarta, 21 Juli 2009