Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat mengecam keras tindak pidana pembunuhan berencana yang disertai mutilasi yang dilakukan oleh Very Idham Heryansyah alias Ryan. Pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Ryan sungguh mengerikan dan tidak dapat diterima oleh akal sehat manusia. Namun, LBH Masyarakat menyayangkan penggunaan hukuman mati sebagai jawaban atas tindak pidana yang dilakukan oleh Ryan. Kengerian tindak pidana yang dilakukan oleh Ryan tidak dapat dijawab dengan kengerian lainnya yaitu hukuman mati. Sekejam apapun tindak pidana yang dilakukan oleh terpidana, penghukuman hendaknya tetap memanusiakannya dan mengarah kepada kemanusiaan yang lebih beradab.
LBH Masyarakat menentang keras penggunaan hukuman mati sebagai bentuk pemidanaan dan jawaban atas penyelesaian kasus-kasus hukum termasuk juga dalam hal tindak pidana pidana pembunuhan berencana. Kami memandang bahwa:
- Pertama, hukuman mati adalah bentuk pelanggaran fundamental terhadap hak untuk hidup setiap manusia yang merupakan hak yang inheren melekat pada diri setiap manusia dan tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun juga, sebagaimana diakui dalam Konstitusi Indonesia serta beragam aturan hukum internasional.
- Kedua, hukuman mati merupakan suatu bentuk penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Kejam karena hukuman tersebut sampai-sampai mencabut nyawa manusia, dan proses hukum untuk menentukan dibatalkan atau dilaksanakannya hukuman mati tersebut menempatkan terpidana dalam suasana ketidakpastian sehingga menambah kekejaman dari sebuah hukuman mati. Tidak manusiawi karena hukuman mati adalah bentuk pengingkaran kemanusiaan yang hakikatnya adalah kehidupan. Merendahkan martabat manusia karena hukuman mati menghapus segala harkat dan martabat yang dimiliki terpidana, dan ia diperlakukan sebagai obyek yang harus dieliminasi oleh negara.
- Ketiga, setiap kejahatan berat harus dihukum berat. Namun hukuman terberat tidak boleh sampai merenggut hidup seseorang. Pidana terberat yang kami ajukan sebagai alternatif solusi pemidanaan adalah penjara seumur hidup tanpa remisi (life imprisonment without parole). Hukuman seumur hidup lebih layak sebagai hukuman terberat yang lebih banyak memberikan kesempatan bagi banyak pihak untuk memperbaiki keadaan, sesuai dengan filosofi pemidanaan modern yakni restoratif bukan retributif.
- Keempat, data dan fakta menunjukkan bahwa hukuman mati tidak banyak memberikan kontribusi dalam mengurangi angka kejahatan karena sesungguhnya banyak faktor yang memberikan kontribusi atas tinggi rendahnya kejahatan. Sebaliknya, bukan seberapa kejam hukumanlah yang dapat menimbulkan efek jera; melainkan adanya kepastian hukum bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana pasti dihukum setelah sebelumnya melalui proses peradilan yang adil dan transparan.
Penolakan kami terhadap penggunaan hukuman mati terhadap Ryan bukan berarti kami mengesampingkan rasa kehilangan para korban yang ditinggalkan. Kami memahami betul artinya rasa kehilangan orang yang dicintai, namun haruskah nyawa yang hilang dibalas dengan menghilangkan nyawa pelaku? Ketika kita mengutuk keras tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku, mengapa kemudian kita juga melakukan hal yang sama dengan pelaku yakni membunuh? Mempromosikan hukuman mati sebagai alasan keadilan berarti mendorong agar kita semua selalu mempergunakan alasan dendam untuk memperoleh keadilan.
Keadilan menurut kami bukanlah berarti mengambil apa yang telah diambil oleh pelaku kejahatan. Keadilan bukan bicara mengenai kita melakukan hal yang sama dengan apa yang si pelaku telah lakukan terhadap kita.
Hak untuk hidup adalah hak asasi yang paling fundamental dari seluruh hak asasi manusia. Hak asasi ini berlaku bagi semua manusia, sesuai dengan prinsip universal hak asasi manusia yaitu kesetaraan. Hak untuk hidup berlaku bagi semua manusia yang berkelakukan baik, dan juga berlaku bagi manusia yang melakukan kejahatan, tanpa terkecuali.
Jakarta, 7 April 2009
Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat
Ricky Gunawan
Direktur Program