Menyikapi Eksekusi Mati Terbaru yang Dilakukan oleh Kejaksaan

Dec 19, 2015 Siaran Pers

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Menghapus Hukuman Mati (Koalisi HATI) mengecam keras eksekusi mati yang dilakukan oleh Kejaksaan terhadap Adami Wilson, warga negara Nigeria terpidana mati kasus narkotika, Kamis, 14 Maret 2013, malam. Eksekusi ini adalah yang pertama dilakukan sejak November 2008.

Hukuman mati adalah pelanggaran hak untuk hidup yang telah dijamin di dalam Konstitusi Pasal 28A juncto Pasal 28I yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup dan hak tersebut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Jaminan konstitusional tersebut juga sejalan dengan kewajiban hukum internasional Indonesia yang telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik pada tahun 2005. Hukuman mati adalah juga bentuk penghukuman yang tidak manusiawi, tidak memiliki efek jera dan pelanggaran terhadap martabat manusia.

Koalisi HATI menilai bahwa eksekusi terhadap Adami Wilson adalah sebuah langkah mundur bagi kebijakan hak asasi manusia Indonesia dan justru menciderai komitmen politik yang telah dibuat oleh Indonesia ketika Sidang Umum PBB Desember 2012 kemarin yang memilih untuk abstain dalam hal resolusi moratorium hukuman mati. Voting abstain tersebut adalah pergeseran positif setelah di resolusi-resolusi sebelumnya Indonesia memilih untuk menolak. Eksekusi mati tersebut juga sebenarnya kontraproduktif terhadap upaya yang dilakukan oleh Indonesia untuk memperjuangkan warga negara Indonesia (WNI) yang terancam hukuman mati di luar negeri. Dengan dilakukannya eksekusi mati ini, Indonesia tidak lagi memiliki legitimasi moral dan politik untuk meminta pemerintah negara lain agar tidak mengeksekusi mati WNI.

Eksekusi terhadap Adami Wilson ini sangatlah mengkhawatirkan sebab, seperti telah diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung Republik Indonesia berencana untuk melakukan eksekusi mati terhadap sembilan terpidana mati lainnya. Dengan dimulainya eksekusi ini, eksekusi mati terhadap kesembilan orang tersebut sangat berisiko tinggi akan terjadi. Koalisi HATI mendesak Kejaksaan Agung untuk menunda eksekusi mati tersebut dan segera menerapkan moratorium eksekusi mati terhadap seluruh terpidana mati di Indonesia. Moratorium bukan hanya penting untuk menghentikan eksekusi mati tetapi juga akan mengembalikan Indonesia ke jalur yang yang telah dirintisnya untuk menuju penghapusan hukuman mati sepenuhnya. Hal ini juga selaras dengan tren global dimana tidak lebih dari 20 negara, dari sekitar 200 negara di dunia, yang melakukan eksekusi mati di tahun 2011.

Koalisi HATI memandang bahwa setiap pelaku kejahatan yang serius harus mendapatkan penghukuman yang berat. Namun, penghukuman tersebut tidaklah boleh sampai mencabut nyawa manusia. Praktik hukuman mati justru tidak lebih sebagai upaya melanggengkan balas dendam. Ketika kita mengutuk tindak pidana yang dilakukan oleh terpidana mati karena telah merenggut hidup banyak orang, melalui hukuman mati kita justru sedang mempraktikkan hal yang sama dengan apa yang kita kecam tersebut. Mempromosikan hukuman mati sebagai alasan keadilan tidak jauh berbeda dengan mendorong agar kita semua menggunakan alasan dendam untuk memperoleh keadilan. Upaya memperoleh keadilan dengan motivasi balas dendam tersebut sudah tidak lagi sesuai dengan peradaban manusia sekarang ini. Penghukuman justru harus dilakukan secara bermartabat dengan tetap menghargai nyawa manusia. Filosofi pemidanaan modern mensyaratkan kita untuk menerapkan keadilan restoratif, bukan retributif, yakni memberikan kesempatan kepada pelaku untuk memperbaiki keadaan agar dapat menjalani kehidupan di masyarakat lebih baik lagi. Sekarang saatnya Indonesia menghentikan eksekusi mati yang baru dimulai kembali dan bergerak mengarah pada penghapusan hukuman mati.

 

Jakarta, 16 Maret 2013
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Menghapus Hukuman Mati
KontraS – LBH Masyarakat – Imparsial

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content