Rabu 29 Juli 2009, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara nomor 798/Pid.B/2009/PN Jkt.Pst, dengan ketua H. Makmun Masduki, SH, MH menjatuhkan vonis rehabilitasi kepada seorang pecandu narkotika yang mengalami ketergantungan. Dalam pertimbangan putusannya, hakim menyatakan bahwa banyak narapidana narkotika yang dari sisi kesehatan adalah orang sakit yang butuh terapi kesehatan. Selanjutnya penjara bukanlah tempat yang tepat untuk para pecandu narkotika yang mengalami ketergantungan. Oleh karena itu hakim memerintahkan terdakwa untuk menjalani rehabilitasi di RSKO Cibubur terlebih dahulu.
Pertimbangan putusan ini disampaikan dalam perkara atas nama Wulan Rahayu Nur Setiawan. Wulan adalah pecandu yang tertangkap tangan sedang menguasai narkotika untuk kebutuhan sekali pakai ketika baru saja membeli dari seorang bandar di daerah Salemba Tengah (sampai saat ini bandar belum tertangkap). Selama persidangan, Wulan dan Tim Penasehat Hukumnya mengakui semua yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Namun Wulan menambahkan kalau dirinya adalah pecandu yang mengalami ketergantungan sehingga wajib untuk menjalani rehabilitasi dan diperhitungkan sebagai masa tahanan. Dakwaan Jaksa yang hanya mendakwa dirinya sebagai pemilik narkotika dipandang tidak tepat, Jaksa seharusnya mendakwa Wulan sebagai pemakai yang mengalami ketergantungan.
Majelis Hakim dalam putusan selanya, memerintahkan kepada Penasihat Hukum dan Terdakwa untuk membuktikan bahwa Wulan adalah pecandu yang mengalami ketergantungan. Selama persidangan, juga sempat diperiksa orang tua Wulan Rahayu yang menceritakan bahwa karena narkotika ia telah kehilangan anak sulung dan menantunya. Saat ini hanya tinggal Wulan dan seorang cucu yang merupakan anak Wulan. Wulan benar-benar mengalami ketergantungan narkotika.
Atas dasar itu semua, Majelis Hakim berani untuk melakukan terobosan dengan menggunakan Pasal 47 UU Narkotika yang memberikan kewenangan kepada hakim untuk menghukum seorang pecandu narkotika menjalani rehabilitasi. Kewenangan sebagaimana telah diafirmasi dengan Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA RI) No 7 tahun 2009. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim tidak hanya menjatuhkan pidana selama 1 tahun 8 bulan penjara (yang dipotong masa tahanan), tapi juga memerintahkan terdakwa untuk menjalani rehabilitasi terlebih dahulu di RSKO Cibubur selama 6 (enam) bulan yang akan diperhitungkan sebagai masa menjalani pidana.
Pertimbangan Majelis Hakim yang memandang pecandu sebagai orang sakit yang butuh terapi kesehatan serta penjara bukan tempat yang pas bagi pecandu adalah sebuah pertimbangan yang layak diapresiasi dan dipertimbangkan oleh seluruh hakim di Indonesia. Dengan pertimbangan ini, majelis hakim justru akan mendukung program penanggulan narkotika di negara ini. Memenjarakan pecandu semata, tanpa memberi kesempatan untuk rehabilitasi sama saja dengan mengabaikan Hak Asasi Manusia. Sekarang, giliran kejakaan khususnya Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat untuk segera melaksanakan putusan tersebut. Dengan segera melaksanakan putusan ini, Jaksa berarti mendukung upaya penyembuhan dan pemulihan harkat dan martabat pecandu sebagai manusia.
Demikian media release ini dibuat, untuk keperluan konfirmasi dan eksplorasi lebih lanjut dapat menghubungi Ajeng Larasati di nomor 0818.0615.3345 atau 021.830.5450.