Kertas Kebijakan: Pengarusutamaan Pengurangan Dampak Buruk dalam Kebijakan Narkotika di Indonesia

Dec 11, 2024 Narkotika

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan pendekatan punitif dengan narasi perang melawan narkotika (war on drugs). Deklarasi perang melawan narkotika setidaknya disampaikan pada tahun 2015 oleh mantan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Genderang perang ini kemudian diterjemahkan oleh aparat penegak hukum dengan melakukan penangkapan sampai dengan penjatuhan pidana dengan hukuman yang berat untuk menciptakan efek jera dan menekan angka kejahatan narkotika. Namun, setelah hampir satu dekade narasi ini digunakan, situasi kebijakan narkotika di Indonesia tidak kunjung mencapai cita-cita yang diharapkan, yakni Indonesia bebas narkotika. Sebaliknya, persoalan struktural justru timbul dan bahkan melanggar hak-hak dasar manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan negara dalam kerangka sistem peradilan pidana di Indonesia.

Pendekatan punitif dalam penanganan narkotika, yang mengandalkan sanksi keras, terbukti tidak efektif menurunkan angka kejahatan narkoba. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, memuat delik atau ketentuan pidana yang bias dalam menentukan peran antara seorang “pengguna” dan “pengedar”. “pengedar”. Hal tersebut jelas menghambat akses rehabilitasi medis dan/atau sosial yang telah diatur dalam UU Narkotika. Praktik ini juga berujung pada pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penyiksaan dan pemerasan terhadap tahanan narkotika. Kondisi ini diperburuk dengan praktik penanganan kasus narkotika yang kerap kali menjadikan narasi perang melawan narkotika sebagai legitimasi perampasan hak-hak dasar orang yang berhadapan dengan hukum, secara khusus pengguna narkotika.

Selain itu pendekatan kriminal yang digunakan oleh pemerintah juga berdampak pada situasi pemasyarakatan yang tidak kunjung mampu menyelesaikan permasalahan kelebihan kapasitasnya (overcrowding).

Kebijakan pengendalian narkotika harus dipahami sebagai cara untuk mencapai tujuan yang lebih luas, termasuk perlindungan hak asasi manusia, khususnya hak atas kesehatan, kesetaraan dan nondiskriminasi. Oleh karena itu “perang melawan narkotika” harus dihentikan dan berfokus pada perubahan transformatif – menyusun kebijakan narkotika yang ramah terhadap gender, berdasarkan bukti, dan menempatkan hak asasi manusia sebagai pendekatan utamanya.

Lihat kertas kebijakan selengkapnya melalui link berikut

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content