Rilis Pers – Hentikan Pembahasan Draft Perppu Kebiri: Hukuman Kebiri Bukanlah Solusi Untuk Mengatasi Kejahatan Seksual

Jan 13, 2016 Siaran Pers

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat mengecam rencana pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang akan segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. LBH Masyarakat berbagi keprihatinan yang sama dengan pemerintah mengenai maraknya kejahatan seksual terhadap anak. Pelaku kejahatan seksual terhadap anak harus mendapatkan hukuman yang berat. Namun, hukuman kebiri adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia, sebab hukuman kebiri adalah penghukuman yang merendahkan martabat manusia. Di samping itu, inisiatif pemerintah tersebut tidaklah lebih sebagai langkah yang over-reaktif dan bentuk cuci tangan kegagalan pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap anak.

Alasan pemerintah menerapkan hukuman kebiri untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan calon pelaku justru perlu dikritisi. Sebab, faktor-faktor terjadinya kejahatan seksual bukanlah karena dorongan seksual semata, melainkan adanya peluang terjadinya kejahatan, pengalaman traumatik pelaku ketika kanak-kanak dan belum terpulihkan, dan masih banyak lagi. Apabila bentuk hukuman kebirinya adalah kebiri fisik, yang menjadi pertanyaan adalah bagian tubuh pelaku manakah yang akan dikebiri? Mengingat kekerasan seksual tidaklah terbatas pada penetrasi penis ke anal atau vagina saja, dan kekerasan seksual bisa dilakukan dengan benda tertentu. Bagaimana juga dengan pelaku kejahatan yang perempuan? Lantas, apabila bentuk hukuman kebirinya adalah kebiri kimiawi, penelitian ilmiah di banyak negara menunjukkan bahwa penerima hukuman kebiri masih bisa memulihkan kembali hormon testosteronnya dan melakukan kembali kejahatan seksual. Artinya, hukuman kebiri patut dipertanyakan efektivitasnya karena sekalipun pelaku kejahatan sudah dikebiri, mereka masih bisa mengulangi kejahatannya kembali – selama akar persoalan belum terjawab.

Pemberian hukuman kebiri sesungguhnya juga berpotensi membuat hakim mengurangi atau bahkan meniadakan hukuman penjara kepada para pelaku kejahatan seksual terhadap anak karena menganggap hukuman bagi pelaku kekerasan seksual sudah terwakili oleh hukuman kebiri. Hal ini menyebabkan fungsi resosialisasi yang semestinya dilakukan lembaga pemasyarakatan pelaku kekerasan seksual tidak berjalan. Selain itu, sekalipun terlihat tegas, hukuman kebiri adalah hukuman yang justru didasarkan pada semangat balas dendam dan kebencian, dan bukannya pada filosofi pemidanaan modern yang hendak membantu pelaku kejahatan dapat terintegrasi kembali ke masyarakat.

LBH Masyarakat memahami bahwa hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual masih lemah di Indonesia. Oleh karena itulah, hukuman yang sudah ada dan penegakannya-lah yang harus dibenahi, bukannya menerapkan hukuman baru yang kurang didasarkan pada bukti ilmiah dan mengingkari hak asasi manusia. Mengingat kompleksnya persoalan kejahatan seksual terhadap anak, maka solusi untuk mengatasi maraknya kejahatan tersebut haruslah menyeluruh, sistemik dan berjangka-panjang. Tidak ada solusi instan dan mudah untuk mengatasi persoalan serius ini. Aparat penegak hukum harus lebih peka dan progresif ketika menangani kasus kejahatan seksual terhadap anak. Keluarga dan institusi pendidikan harus lebih proaktif dan mengenalkan anak-anak cara-cara mendeteksi akan terjadinya kejahatan seksual. Pemulihan psikologi/psikiatri harus tersedia bukan hanya bagi anak korban kejahatan seksual tetapi juga pelaku. Hukuman kebiri hanyalah jalan pintas yang memuaskan banyak pihak tetapi mengabaikan akar persoalan sesungguhnya.

Jakarta, 13 Januari 2016

Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat

Ricky Gunawan, S.H., M.A

Albert Wirya, S.Sos.

DirekturPeneliti

***

CP: Albert Wirya (081932060682)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content