Kasus penggrebekan sebuah pesta di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, yang terjadi pada hari Sabtu, 29 Agustus 2020, saat ini sedang marak di media dan sedang proses pemeriksaan. Dari 56 orang yang menhadiri pesta tersebut, 9 orang diantaranya ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Para tersangka dijerat dengan pasal 296 KUHP dan atau Pasal 33 Jo Pasal 7 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Berdasarkan informasi dan pemberitaan di media massa, cukup jelas terlihat bahwa penanganan perkara ini tidak mengindahkan hak-hak tersangka terhadap peradilan yang adil (fair trial) yang antara lain mencakup hak atas praduga tak bersalah dan hak untuk didampingi oleh pendamping hukum di setiap tahap pemeriksaan atas perkaranya, sebagaimana diatur di dalam UU No. 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional menganai Hak-Hak Sipil dan Politik. Lebih dari itu, penyidik kepolisian juga mempublikasikan status HIV dari salah satu tersangka, di mana hal ini sangat bertentangan dengan prinsip perlindungan atas privasi yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia tersangka pidana.
Kecerobohan dan kesewenang-wenangan dalam proses penyidikan tersebut berdampak juga terhadap maraknya pemberitaan dan diskursus publik terkait kasus ini yang bertendensi negatif baik di media massa dan media sosial. Hal ini berpotensi meningkatkan stigma dan kebencian terhadap tersangka dan kelompok keragaman seksual dan identitas gender di Indonesia.
Teman-teman dapat melihat tuntutan lengkapnya dengan mengklik link di sini