Rilis Pers – Menyoroti Perilaku Jaksa dan Wajah Peradilan Indonesia

Nov 18, 2018 Siaran Pers

Baru-baru ini publik ramai membicarakan kasus Ibu Baiq Nuril yang divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA). Padahal, yang bersangkutan adalah korban pelecehan seksual. Di antara banyak persoalan hukum yang muncul di kasus tersebut, perilaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) patut menjadi catatan. Di kasus tersebut, JPU sangat berhasrat untuk memenjarakan Ibu Nuril. Karena di pengadilan tingkat pertama Ibu Nuril telah divonis bebas, JPU kemudian langsung mengajukan kasasi. Semangat JPU untuk memenjarakan tersebut berbanding terbalik dengan keseriusan JPU untuk melakukan penuntutan dalam persidangan pada tingkat pengadilan negeri. Hal ini tercermin, misalnya, dari tidak adanya barang bukti berupa ponsel dan rekaman percakapan asli yang dihadirkan oleh jaksa ke persidangan.

Ketidakseriusan JPU dalam melakukan penuntutan sebenarnya bukan hanya di kasus Ibu Nuril saja. Sadikin Arifin, klien LBH Masyarakat yang saat ini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, mengalami persoalan serupa. Bahkan dalam persidangan Sadikin, JPU secara eksplisit menyatakan tidak sanggup untuk menghadirkan bukti rekaman percakapan dan transkrip percakapan, yang LBH Masyarakat minta untuk dihadirkan di persidangan. Padahal bukti rekaman percakapan tersebut memegang peranan yang sangat krusial menyangkut pembuktian perkara yang dituduhkan kepada terdakwa.

Selain itu, dalam persidangan yang saat ini LBH Masyarakat tengah jalani, JPU telah menunda agenda persidangan untuk pembacaan surat tuntutan sebanyak enam kali. Bahkan di penundaan yang terakhir JPU dengan Hakim mencari justifikasi untuk melakukan penundaan pembacaan surat tuntutan dengan alasan ketidaklengkapan Majelis Hakim yang bersidang. Perilaku JPU yang terus menunda-nunda persidangan dan tidak profesional itu sesungguhnya telah menyandera persidangan. Hal ini juga bertentangan dengan Pasal 50 KUHAP yang mengamanatkan agar seorang tersangka/terdakwa dapat menjalani proses hukum dengan segera tanpa penundaan yang tak beralasan (undue delay).

Mengingat tindakan jaksa yang sewenang-wenang dan tidak profesional, maka perlu dilakukan upaya koreksi terhadap perilaku jaksa. LBH Masyarakat meyakini ketidakprofesionalan jaksa baik di kasus Ibu Nuril maupun Sadikin adalah sedikit dari sekian banyak kasus yang tidak banyak terangkat atau tersorot media. Atas dasar hal tersebut, LBH Masyarakat akan melayangkan somasi kepada Jaksa Agung, sebagai bentuk teguran sekaligus pengingat bahwa tindakan kesewenangan jaksa harus berhenti. Hal tersebut kami lakukan juga dengan harapan agar Jaksa Agung dapat segera mengembalikan marwah institusi Kejaksaan ke arah tegaknya keadilan, demi terselenggaranya negara hukum yang melindungi harkat dan martabat manusia, sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi.

 

Jakarta, 18 November 2018

Ma’ruf Bajammal – Pengacara Publik LBH Masyarakat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content