Jakarta, 17 Maret 2016
LBH Masyarakat mengkritik pernyataan pemerintah Indonesia di sidang Commission on Narcotic Drugs (CND), Vienna, Selasa silam.[i] LBH Masyarakat memandang bahwa apa yang disampaikan oleh perwakilan pemerintah Indonesia di forum tersebut hanya untuk menjustifikasi pendekatan lama yang usang dan tidak berhasil, tanpa sebuah niat politik untuk melakukan terobosan kebijakan yang progresif.
“Pernyataan delegasi Indonesia di Vienna kemarin tidak lebih dari ikrar kesetiaan pada perang terhadap narkotika, yang terbukti gagal dan justru lebih berbahaya bagi manusia daripada narkotika itu sendiri. Rezim pelarangan terhadap narkotika atau prohibisionis justru menempatkan narkotika di tangan para sindikat perdagangan gelap yang tidak peduli pada apapun selain keuntungan finansial,” ujar Yohan Misero, Analis Kebijakan HAM LBH Masyarakat.
“Kami melihat bahwa pemerintah masih bebal dengan menggunakan pendekatan yang utopis mengenai dunia yang bebas dari narkotika. Hal ini dapat disimpulkan dari pernyataan-pernyataan pemerintah yang condong pada penguatan langkah-langkah pencegahan dan penegakan hukum yang kemudian mendorong situasi yang punitif dan represif,” tambahnya.
Lebih lanjut, Yohan menjelaskan, “Bahkan ketika berbicara tentang perawatan, pemerintah dengan bangga menceritakan soal IPWL, Institusi Penerima Wajib Lapor, yang mana, dengan meminjam kata-kata pemerintah sendiri di Vienna, adalah ‘sebuah upaya rehabilitasi paksa’. Bentuk perawatan yang demikian melanggar berbagai aspek hak asasi manusia, tidak efektif, dan bahkan sudah berulang kali ditentang oleh banyak badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).”
“Pemerintah dengan amat halus menyebutkan bahwa untuk mengatasi permasalahan narkotika perlu ada langkah-langkah serius yang luar biasa. Pernyataan ini kemudian juga disambung dengan penekanan prinsip non-intervensi. Dalam satu kaca mata, pernyataan ini menjadi pembenaran langkah-langkah pemerintah yang punitif dan tidak humanis dalam memerangi narkotika, seperti hukuman mati.”
“Pemerintah seharusnya memandang forum CND kali ini sebagai sebuah persiapan menuju Sesi Khusus Sidang Umum PBB tentang Permasalahan Narkotika, UNGASS, pada April nanti. UNGASS dipercepat pelaksanaannya karena permintaan beberapa negara Amerika Latin yang lelah menyaksikan kondisi kawasannya yang semakin kisruh karena perang terhadap narkotika. Semestinya, pemerintah melihat sebuah kebutuhan akan perubahan, bukannya terus memegang teguh pendekatan lama yang terbukti gagal,” Yohan menjelaskan.
“Untuk mengatasi permasalahan narkotika, Indonesia, seperti banyak negara lain, memerlukan metode dan alternatif baru yang berbasis ilmiah dan mengedepankan hak asasi manusia. Dengan cara-cara yang Indonesia lakukan hari ini, justru telah memenjarakan banyak orang hanya karena konsumsi dan kepemilikan narkotika skala kecil; meningkatkan angka kematian akibat narkotika karena pemakai narkotika enggan dan tidak dapat mengakses perawatan dalam situasi kebijakan narkotika yang mencekam; menyuburkan praktik korupsi di lingkungan penegakan hukum; serta melanggar hak asasi manusia seperti: hukuman mati, penyiksaan, penahanan sewenang-wenang, dan rehabilitasi paksa.”
“Dokumen akhir UNGASS masih terbuka untuk perubahan sampai di New York, April nanti. LBH Masyarakat masih berharap bahwa pemerintah mau mendengar, membuka diri, dan mendukung mosi reformasi kebijakan narkotika global. Ini adalah momentum perubahan yang kami harap pemerintah tidak sia-siakan. Namun, kita tak bisa menutup mata bahwa ini juga bisa menjadi momentum penahbisan metode-metode brutal dalam mengatasi masalah narkotika, baik di tingkat global maupun nasional,” tutup Yohan.
—
Narahubung:
Yohan Misero (085697545166)
—