Pada tanggal 2 Desember 2008 silam, pihak Kelurahan Pluit mengeluarkan Seruan No. 280 tahun 2008 kepada komunitas nelayan Kali Adem, Muara Karang, Jakarta Utara. Seruan tersebut berisikan tentang larangan membangun tempat tinggal di atas saluran Kali Adem. Apabila dalam waktu 7×24 jam terhitung sejak Seruan tersebut dikeluarkan para penghuni Kali Adem tidak membongkar sendiri bangunan tempat tinggalnya, mereka akan digusur oleh Tim Terpadu Pemerintahan Wilayah Kecamatan Penjaringan Kota Administrasi Jakarta Utara. Artinya rencana penggusuran tersebut akan dilakukan di sekitar Hari HAM Sedunia yang jatuh pada tanggal 10 Desember 2008. Akankah penggusuran paksa terjadi kembali di Jakarta?
Penggusuran adalah pelanggaran terhadap hak atas perumahan, yang merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling mendasar. Penggusuran adalah pelanggaran atas Kovenan Internasional Ekonomi, Sosial dan Budaya yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesian melalui Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005. Berdasarkan pasal 11 Kovenan Ekosob, Pemerintah Indonesia mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk pangan, sandang dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup terus menerus. Masih dalam pasal yang sama, Indonesia wajib mengambil langkah-langkah yang memadai untuk menjamin perwujudan hak ini. Namun kenyataan menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia, dalam hal ini, pemerintah Provinsi DKI Jakarta cq. Kelurahan Pluit akan melakukan penggusuran terhadap komunitas nelayan Kali Adem, yang telah mendiami bantaran Kali Adem, Muara Karang selama lebih dari 5 (lima) tahun.
Penggusuran tidak semata-semata pemindahan seseorang dari rumahnya, tetapi lebih jauh lagi, penggusuran adalah pencerabutan kehidupan (livelihood) seseorang. Komunitas nelayan ini tentu tidak akan mampu dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa mereka harus berpindah rumah ke daerah lain dimana di daerah yang baru tersebut mereka tidak dapat bekerja selain melaut. Apakah pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta c.q. Kelurahan Pluit sudah menyiapkan langkah mitigasi untuk memastikan bahwa penggusuran tidak akan mengakhiri hidup para nelayan tersebut?
Seperti yang sudah-sudah, penggusuran selalu menimbulkan korban dan kerugian karena pemerintah sendiri kesulitan untuk mengatur para korban pasca penggusuran. Berbeda dengan korban penggusuran lainnya, komunitas nelayan Kali Adem adalah komunitas yang relatif terorganisir mengingat mereka memiliki koperasi bersama yang dikelola secara swadaya bernama Mustika. Artinya, sesungguhnya, komunitas nelayan ini berpotensi untuk turut terlibat dalam pengambilan kebijakan publik yang dampaknya mereka rasakan juga. Dengan melibatkan mereka dalam dialog yang konstruktif untuk mencegah jatuhnya korban jiwa dan hilangnya kerugian akan jauh lebih baik daripada tetap memaksakan kehendak untuk melakukan penggusuran. Dengan tetap melaksanakan penggusuran, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dalam hal ini Kelurahan Pluit, tidak hanya melanggar hak asasi warganya, namun tetap mempertahankan wajah buruknya dalam memandang persoalan kelompok marjinal.
Jakarta, 9 Desember 2008
Tim Advokasi Kali Adem
Taufik Basari, S.H., S.Hum., LL.M. | Dhoho Ali Sastro, S.H. |