[SIARAN PERS] PTUN Jakarta Mengabulkan Eksepsi Jaksa Agung: Hak atas Bebas dari Penyiksaan bagi Merri Utami Dipertanyakan

Jan 11, 2024 Siaran Pers

Pada tanggal 7 Desember 2023, melalui e-court, instrumen Pengadilan sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat dalam hal pendaftaran perkara secara online, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memeriksa dan mengadili perkara nomor: 256/G/TF/2023/PTUN.JKT tidak menerima gugatan Merri Utami atas Tindakan Administrasi Pemerintah/Tindakan Faktual yang tidak melakukan tindakan hukum (omission) yang dilakukan oleh (1) Presiden Republik Indonesia, (2) Jaksa Agung Republik Indonesia, dan (3) Menteri Hukum dan HAM Indonesia. Adapun dasar gugatan ini adalah karena Merri Utami merasa para Tergugat tidak melakukan tindakan hukum atas penderitaan psikologis dan mental yang dialami Merri Utami terkait pemenjaraannya selama lebih dari 22 tahun.

Selama persidangan, Saksi yang memeriksa kondisi psikologi Merri Utami menyatakan bahwa Merri Utami mengalami penderitaan psikologis dan mental terkait pemenjaraannya yang tak kunjung usai meski telah melewati 22 tahun. Tak hanya itu, posisi Merri Utami yang pernah masuk ke dalam daftar terpidana yang akan menjalani eksekusi mati di tahun 2016, nyatanya juga berkontribusi terhadap kesehatan jiwanya. Terlepas pada tanggal 27 Februari 2023, Presiden Republik Indonesia mengabulkan grasi Merri Utami melalui Keputusan Presiden Nomor 1/G/2023, yang telah diajukan sejak tanggal 24 Juli 2016. Namun, itu tidak secara otomatis membuat kondisi psikologi dan mentalnya pulih. Tetapi melanggengkan penyiksaan terhadap Merri Utami. Bahkan bukti tertulis yang dihadirkan Menteri Hukum dan HAM menyatakan bahwa terjadi kesalahpahaman penghukuman terhadap Merri Utami. 

Namun, dari berbagai alat bukti yang dihadirkan Majelis Hakim, dalam putusannya lebih mempertimbangkan hal-hal bersifat administratif, sebagaimana yang didalilkan Jaksa Agung Republik Indonesia sebagai Tergugat II, yaitu menganggap apa yang digugat oleh Merri Utami telah melewati batas waktu yang ditentukan (kadaluwarsa). Pertimbangan hakim tersebut sarat dengan ketidakadilan. Sebab secara teknis hukum, pengajuan gugatan ini yang diunggah melalui sistem e-court ternyata beberapa fiturnya tidak kompatibel dengan hukum acara pengajuan gugatan yaitu terkait Merri Utami sebagai Penggugat wajib mengunggah selain dokumen gugatan yaitu dokumen upaya administratif kepada Para Tergugat.

Ketiadaan unggahan dokumen upaya administratif dalam sistem e-court bisa berdampak terhadap gugatan Merri Utami tidak dapat di register dan diperiksa PTUN Jakarta. Namun tragisnya pertimbangan Majelis Hakim dalam putusannya menyatakan bahwa upaya administratif tidak wajib. Sehingga antara fitur e-court yang mewajibkan unggahan dokumen upaya administratif dengan pertimbangan Majelis Hakim sangat kontradiksi, yang membuat keadilan bagi Merri Utami semakin menjauh.   

Pada sisi lain, keberanian Merri Utami untuk menggugat Para Tergugat harus diapresiasi karena tidak serta-merta untuk dirinya sendiri, melainkan turut mengupayakan pembelaan terhadap para terpidana-terpidana Indonesia lainnya yang mengalami hal serupa, yaitu pemenjaraan yang tidak jelas ujungnya kapan, imbas abainya Para Tergugat.

LBH Masyarakat (LBHM) selaku Tim Kuasa Hukum Merri Utami berterima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam proses persidangan ini, antara lain Dra. Probowatie Tjondroegoro, M.Si., selaku Psikolog yang selama ini melakukan pemeriksaan psikologi terhadap Merri Utami dari dalam penjara dan Saksi di PTUN Jakarta. Begitu juga kepada Dra. Mamik Sri Supatmi, M.Si., selaku dosen Kriminologi Universitas Indonesia (UI) yang hadir sebagai Ahli dalam perkara ini. Kami juga berterima kasih kepada seluruh individu dan organisasi masyarakat yang juga turut mengawal dan hadir dalam persidangan dan terus memberikan dukungan kepada Merri Utami.

Setelah putusan tersebut, Merri Utami sempat mengajukan upaya hukum atas putusan nomor: 256/G/TF/2023/PTUN.JKT, namun pada akhirnya dicabut dan beralih mengajukan remisi kepada Presiden yang telah diajukan per tanggal 22 Desember 2023 terkait pengubahan pidana seumur hidup. Upaya ini merupakan salah satu mekanisme terkait hak warga binaan pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 dan Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Nomor M-03.PS.01.04 Tahun 2000.

Keduanya merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 sebagai peraturan teknis dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan 1995) yang belum dicabut meski terdapat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan 2022) yang mencabut UU Pemasyarakatan 1995. Sebab, Pasal 94 UU Pemasyarakatan 2022 menyebutkan sebelum ada peraturan pelaksana yang baru, peraturan pelaksana yang dilahirkan dari UU Pemasyarakatan 1995 tetap berlaku. Ke depannya, LBHM sebagai kuasa Merri Utami akan mengawal proses pengajuan remisi kepada Presiden sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

Jakarta, 11 Januari 2024

Narahubung:

  • Aisyah Humaida : 0822-6452-7724
  • Awaludin Muzaki : 0812-9028-0416

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content