Hakim dan Panitera ditangkap kasus narkotika: BNN dan Mahkamah Agung saatnya reformasi kebijakan narkotika
Jakarta, 23 Mei 2022 – Dua Hakim dan seorang Aparatur Pengadilan Negeri Rangkasbitung ditangkap oleh BNN Provinsi Banten. Informasi penangkapan ini menunjukan bahwa kasus narkotika telah juga menyentuh sampai pengetok palu keadilan.
Potret penanganan kasus narkotika yang menimpa Hakim dan aparatur Pengadilan Negeri Rangkasbitung menunjukan realitas lapangan bahwa perang terhadap narkotika (war on drugs) telah gagal menyelamatkan aparatur penegak hukum (APH) dari jerat narkotika. Realitas ini seyogyanya dijadikan bahan evaluasi pendekatan penanganan narkotika yang selama ini lebih mengedepankan penegakan hukum daripada kesehatan.
Pada sisi lain, penangkapan yang menyasar Hakim dan Aparatur Pengadilan Negeri Rangkasbitung menunjukan bahwa persoalan narkotika dapat menyasar kalangan manapun, termasuk institusi Pengadilan atau APH lainnya. Dengan demikian, pimpinan Mahkamah Agung sebagai atasan dari Hakim dan Aparatur Pengadilan ini tidak bisa menghindar dari kasus ini.
Lebih mendasar dari itu, persoalan orang dengan ketergantungan narkotika yang menjalani proses hukum sangat erat kaitannya dengan menguatnya perkembangan paradigma sosial yang melabeli narkotika, termasuk penyalahgunaan narkotika sebagai sesuatu yang negatif dan dikategorikan melanggar hukum. Kondisi ini khawatir memberikan justifikasi, terutama APH untuk menggunakan sanksi tinggi. Dalam konteks kasus dua Hakim dan aparatur Pengadilan Negeri Rangkasbitung ini berpotensi menambah berat hukuman yang diterapkan, mengingat berprofesi sebagai APH di Pengadilan.
Penanggulangan narkotika yang diterapkan seperti itu akan berdampak terhadap stagnannya perubahan kebijakan narkotika yang saat ini sedang direvisi oleh DPR. Padahal berkaca temuan lapangan, kebijakan narkotika saat ini telah terbukti gagal karena hanya memberikan social cost yang tinggi dengan berkontribusi terhadap beban penegakan hukum dan overcrowding penjara, yang faktanya didominasi kasus-kasus narkotika. Oleh karena itu, Mahkamah Agung sebagai salah satu pengampu sistem peradilan pidana, perlu mengedepankan formula penanggulangan narkotika yang bukan menghukum.
Basis hukum yang dimiliki Mahkamah Agung pada saat ini sesungguhnya cukup memadai sebagaimana termaktub dalam SE Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial dan Peraturan Bersama yang disusun oleh Ketua Mahkamah Agung, Kepala Polri, Jaksa Agung, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, dan Menteri Hukum dan HAM Tahun 2014 Tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi. Pertanyaannya, apakah regulasi tersebut akan diimplementasikan secara konsisten?
Berdasarkan uraian di atas, LBHM mendesak:
Pertama, BNN mengungkap secara rinci dan transparan kepada publik terkait penanganan kasus yang menimpa dua Hakim dan seorang Aparatur Pengadilan Negeri Rangkasbitung; dan
Kedua, Mahkamah Agung melakukan pembinaan terhadap dua Hakim dan seorang Aparatur Pengadilan Negeri Rangkasbitung yang terlibat penyalahgunaan narkotika dengan mengedepankan pendekatan kesehatan dibandingkan proses hukum.
Narahubung:
M. Afif Abdul Qoyim: 081320049060
Yosua Octavian: 081297789301