Monitoring dan Dokumentasi 2020 – Kerentanan Kurir Narkotika Perempuan dan Hukum Yang Tak Peka
Maskulinitas dalam kebijakan Narkotika Indonesia sangatlah tertampang jelas. Narkotika masih dianggap sebagai barang laki-laki sehingga keterlibatan perempuan di dalamnya dan keterlibatan perempuan di dalamnya terasa sebagai anomali, presepsi ini pun dituangkan dalam kebijakan narkotika (UU Narkotika, Nomor 35 Tahun 2009) dan menyebabkan adanya bias gender.
Dalam banyak kasus narkotika, perempuan kerap kali terlibat seperti dalam kasus perdagangan narkotika. Keterlibatan perempuan ini banyak terjadi di level bawah atau sebagai kurir narkotika. Walaupun jumlahnya tidak sebanyak laki-laki, namun temuan yang ada menemukan jika jumlah perempuan yang mendapatkan hukuman pemenjaraan karena terlibat dalam kasus narkotika naik signifikan. Hasil pemantauan dari Penal Reform Internasional dan Thailand Institute of Justice menunjukkan bahwa populasi perempuan di penjara karena tindak pidana narkotika meningkat 50% dalam kurun waktu 2000-2020. Keterlibatan perempuan menjadi kurir narkotika juga tidak bisa dipisahkan dengan adanya relasi kuasa serta faktor-faktor kerentanan perempuan, seperti ekonomi dan kekerasan yang mereka terima.
Masalah lain yang dihadapi perempuan yang terlibat dalam kasus narkotika adalah mendapatkan keadilan. Kerangka hukum yang masih bersifat punitif justru mempersulit perempuan yang terlibat dalam kasus narkotika untuk mendapatkan keadilan. Mereka juga kurang mendapatkan informasi tentang hak-haknya ketika berhadapan dengan hukum.
Laporan lengkapnya dapat teman-teman baca di link ini