Penerimaan Relawan Panitia Youth Camp 2013

Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBH Masyarakat) membuka kesempatan bagi setiap individu untuk bergabung menjadi relawan panitia (volunteer) dalam program “Youth Camp 2013” yang akan mengambil tema Hak Asasi Manusia (HAM) dan HIV.

Youth Camp 2013 adalah program pengembangan kapasitas dalam pengetahuan HAM dan HIV dengan target peserta SMA/SMK sederajat se-DKI Jakarta. Youth Camp 2013 diselenggarakan oleh LBH Masyarakat bekerjasama dengan Levi Strauss Foundation.

Untuk menyukseskan Youth Camp 2013, LBH Masyarakat mengajak individu-individu yang memiliki perhatian di bidang hak asasi manusia, HIV, dan remaja, untuk mengambil bagian menjadi panitia penyelenggara dari awal hingga akhir acara, dengan persyaratan sebagai berikut:

* Memiliki semangat untuk memajukan dan mengembangkan HAM di Indonesia;
* Pendidikan minimal SMA/SMK sederajat atau sedang kuliah;
* Usia antara 18-23 tahun;
* Memiliki kemampuan komunikasi yang baik dalam Bahasa Indonesia, baik secara tertulis maupun lisan. Kemampuan berbahasa Inggris yang baik merupakan nilai tambah;
* Memiliki kemampuan presentasi yang baik;
* Memiliki pengalaman dalam berorganisasi atau terlibat dalam kepanitiaan suatu kegiatan;
* Mampu bekerja secara efektif dalam tim maupun secara individual;
* Bersedia memberikan kontribusi waktunya sebanyak 15-20 jam kerja per minggu, selama periode Mei-Agustus 2013.

Bagi yang tertarik untuk menjadi relawan panitia Youth Camp 2013, harap kirimkan CV terbaru melalui alamat email contact@lbhmasyarakat.org dengan subjek email: Volunteer Youth Camp 2013, paling lambat 21 Mei 2013. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Sdr. Antonius Badar di nomor (021) 8305450.

 

Jakarta, 13 Mei 2013

Program Magang Relawan Bantuan Hukum 2013

Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBH Masyarakat) membuka kesempatan kepada mahasiswi/a dari berbagai latar belakang disiplin ilmu untuk berpartisipasi dalam program magang relawan bantuan hukum (volunteer) untuk tahun 2013. Program ini dibuka kepada seluruh angkatan mahasiswi/a. Selama menjalani program magang, relawan berkesempatan terlibat dalam aktivitas kunci LBH Masyarakat seperti penanganan kasus, pemberdayaan hukum masyarakat, advokasi kebijakan, kampanye hak asasi manusia, dan berjejaring dengan mitra nasional maupun internasional. Selain itu relawan dapat memilih untuk terlibat secara khusus dalam penyelenggaraan program-program LBH Masyarakat berikut ini:

* Youth Camp 2013;
* Sekolah Paralegal 2013;
* Akses terhadap Keadilan dan Pemantauan Hak Asasi Manusia dalam Kebijakan Narkotika Indonesia.

Tugas dan Tanggung Jawab Relawan:
* Berpartisipasi dalam penanganan kasus, termasuk tidak terbatas misalnya, bersama advokat LBH Masyarakat mewawancarai klien dan calon klien, menyusun rencana atau strategi penanganan kasus, melakukan tugas administratif yang berkaitan dengan penanganan kasus, melakukan tugas lainnya sesuai arahan dari Koordinator Advokasi atau Penanggung Jawab Kasus, melakukan riset hukum dan hak asasi manusia;

* Berpartisipasi dalam pemberdayaan hukum masyarakat, termasuk tidak terbatas misalnya, bersama staf LBH Masyarakat lainnya memberikan penyuluhan hukum dan HAM kepada komunitas terpinggirkan, mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan untuk keperluan penyuluhan;

* Berpartisipasi dalam advokasi kebijakan, termasuk tidak terbatas misalnya, merancang dokumen yang diperlukan untuk kepentingan advokasi (contoh: briefing paper dan press release), berjejaring dengan mitra nasional maupun internasional, melakukan riset untuk topik-topik tertentu sesuai dengan isu advokasi;

Persyaratan untuk Kandidat yang ideal adalah mereka yang memiliki:
* Semangat belajar yang tinggi;
* Minat yang tulus untuk berkontribusi pada penegakan hukum yang berkeadilan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
* Kemampuan komunikasi yang baik dalam Bahasa Indonesia, baik lisan maupun tertulis.
* Kemampuan berbahasa Inggris merupakan nilai tambah;
* Kemampuan organisasi yang baik dan mampu bekerja secara efektif baik di dalam tim maupun secara individu;
* Kapasitas menggunakan komputer (Ms. Office) dan internet secara memadai.

Komitmen Waktu
Posisi relawan adalah voluntary (tidak mendapatkan honorarium). Relawan yang terpilih diharapkan bersedia meluangkan waktunya setidaknya 10 (sepuluh) jam kerja per minggu, selama minimal 3 (tiga) atau 6 (enam) bulan. Pengaturan waktu kerja fleksibel menyesuaikan dengan jadwal studi relawan yang bersangkutan. Program magang 2013 akan dimulai hari Rabu, 16 Januari 2013. Selama menjalani masa magang, relawan juga akan mendapatkan pendidikan HAM dengan pengkhususan tema-tema HAM yang menjadi isu pokok kerja LBH Masyarakat seperti misalnya hak atas kehidupan, atas peradilan yang jujur (fair trial), hak atas bebas dari penyiksaan, hak atas kesehatan, dan lain sebagainya.

Instruksi Mengenai Aplikasi

Harap kirimkan surat lamaran beserta CV terbaru paling lambat 5 Desember 2012, ke contact@lbhmasyarakat.org Harap mencantumkan “Relawan 2013_nama” di kolom subject email.

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi LBH Masyarakat di nomor 021 830 54 50 (kantor) atau dapat datang langsung ke kantor LBH Masyarakat di alamat Tebet Timur Dalam III, No. 54 A, Jakarta Selatan.

 
 
 

Jakarta, 20 November 2012

Pengumuman Hasil Akhir Seleksi Summer Internship 2013

Sehubungan dengan proses seleksi Summer Internship 2013, dengan ini LBH Masyarakat menyampaikan bahwa yang diterima untuk mengikuti Summer Internship 2013 adalah sebagai berikut:

1. Adam Luthfie
2. Albert Wirya
3. Annisa Rahmah Wibowo
4. Aulia Ali Reza
5. Dewi Christina Marbun
6. Ida Ayu Grhamtika Saitya
7. Josephine Aritonang
8. Lidya Corry
9. Nadya Demadevina
10. Tri Yuanita Indriyani

Kepada yang namanya disebut di atas mohon dapat hadir pada hari Senin, 15 Juli 2013, pukul 13.00 WIB. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat email masing-masing.

Terima kasih.

 
 
 

Jakarta, 12 Juli 2013

Open Recruitment

-SUDAH TIDAK BERLAKU-

LBH Masyarakat membuka kesempatan kepada siapa saja yang berminat untuk bergabung di LBH Masyarakat dengan ketentuan sebagai berikut:

Posisi: Staff Advokasi
Bertanggung jawab kepada: Koordinator Advokasi
Lokasi: Kantor LBH Masyarakat – Jl. Tebet Timur Dalam III No. 54A, Jakarta Selatan 12820
Jam kerja: Penuh waktu – Senin sampai Jumat, 09.00-18.00

Tanggung jawab pekerjaan
 Mewawancarai klien dan calon klien;
 Melakukan assessment kasus;
 Memberikan saran hukum untuk klien dan calon klien;
 Merancang dan menyusun berbagai macam dokumen hukum;
 Beracara di pengadilan;
 Melakukan penyuluhan hukum untuk kelompok termarjinalkan dan rentan;
 Menyusun rencana litigasi dan advokasi bersama dengan anggota tim lainnya;
 Melaksanakan tugas-tugas administratif hukum (menyusun berkas kasus dll.);
 Melakukan tugas lain sesuai instruksi dari Koordinator Advokasi.

Persyaratan
 Sarjana Hukum dari universitas ternama;
 Memiliki kartu advokat;
 Memiliki pemahaman mendalam mengenai sistem hukum di Indonesia;
 Memiliki kemampuan analisis hukum yang baik;
 Memiliki kemampuan komunikasi yang baik dalam Bahasa Indonesia, baik secara tertulis maupun lisan.
Kemampuan berbahasa Inggris yang baik merupakan nilai tambah;
 Kandidat yang memiliki pengalaman bekerja di NGO atau kantor pengacara diutamakan;
 Berkomitmen untuk pembangunan hukum dan HAM di Indonesia;
 Mampu bekerja secara efektif baik dalam tim maupun secara individu.

Setiap lamaran yang masuk akan diproses secara rahasia. Hanya kandidat yang lulus ke tahap berikutnya akan diundang untuk menghadiri wawancara. Kirimkan surat lamaran berikut CV paling lambat tanggal 19 April 2012 ke:

Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat
Jl. Tebet Timur Dalam III No. 54A, Jakarta Selatan 12820
Email: contact@lbhmasyarakat.org

Harap cantumkan ‘AO_(Nama)’ di kolom ‘subject’ email.

Proses perekrutan staf di LBH Masyarakat didasarkan pada prinsip-prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi. Anggota kelompok minoritas atau termarjinalkan disarankan untuk mengirimkan lamaran.

 
 
 

Jakarta, 29 Maret 2012

Summer Internship 2011

Kawan-kawan,

Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBH Masyarakat) kembali mempersembahkan Summer Internship 2011: Bergabung Melawan Diskriminasi, yang akan dilaksanakan mulai 4 Juli 2011 hingga 3 Agustus 2011, di Jakarta.

Summer Internship adalah kesempatan bagi mahasiswi/a dari berbagai jurusan untuk mendedikasikan dirinya bagi pengembangan masyarakat. Summer Internship memanfaatkan momentum libur kuliah agar mahasiswi/a dapat mengisi liburan dengan hal yang positif. Dalam Summer Internship, mahasiswi/a bisa menambah pengetahuan seputar hukum dan hak asasi manusia (HAM), mulai dari sejarah dan filosofi HAM, bantuan hukum dan akses terhadap keadilan, rule of law dan reformasi hukum, pemberdayaan hukum masyarakat, hak untuk hidup, HAM dan HIV/AIDS, dan banyak lagi. Summer Internship tahun 2011 adalah kali ketiganya diselenggarakan.

Persyaratan:
1. Mahasiswi/a segala jurusan.
2. Memiliki minat di bidang bantuan hukum dan HAM.
3. Mengumpulkan tulisan singkat dengan tema sebagai berikut:
* Apa pendapat kamu tentang penegakan hukum di Indonesia? atau
* Apa pendapat kamu tentang penegakan HAM di Indonesia?
Ketentuan tulisan: diketik dengan font Times New Roman 11, spasi 1, 600 – 800 kata.

Kirimkan CV, surat aplikasi dan tulisan ke contact@lbhmasyarakat.org atau ke LBH Masyarakat di Tebet Timur Dalam III B, No. 10, Jakarta Selatan 12820, paling lambat Jumat, 17 Juni 2011.

Tentang LBH Masyarakat:
LBH Masyarakat menyediakan bantuan hukum secara pro-bono kepada masyarakat kurang mampu dan terpinggirkan, serta menyelenggarakan pemberdayaan hukum masyarakat di komunitas marjinal. Selain itu, LBH Masyarakat juga aktif memajukan reformasi hukum dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia melalui kampanye public dan advokasi kebijakan.

Silahkan disebarluaskan.

 

Jakarta, 27 Mei 2015

Selama Tahun 2009, Tiga Pilar Penegak Hukum Jeblok

Tiga pilar penegak hukum yang terdiri dari Mahkamah Agung (MA), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Polri mendapat penilaian jeblok.

Demikian Evaluasi Akhir Tahun Penegakan Hukum yang disampaikan LBH Masyarakat. Menurut Direktur Program LBH Masyarakat, Ricky Gunawan, dalam jumpa pers di Kantor LBH Masyarakat, kawasan Tebet, Jakarta (Minggu, 27/12), ketiga pilar penegak hukum tersebut sangat rapuh.

“Rapuh dalam hal integritas, akuntabilitas, dan transparansi. Atau yang biasa disebut dengan reformasi hukum. Ketiganya terjebak dalam logika berpikir prosedur hukum tanpa menghayati rasa keadilan masyarakat. Mengedepankan faktor segera selesai dengan prosedur hukum ketimbang aspek keadilan. Ini mengindikasikan runtuhnya prinsip negara hukum. Kami menilai faktor terjadinya runtuhnya prinsip hukum karena keadilan dijual belikan. Siapa yang dekat dengan kekuasaan dan pengambil kebijakan. Indonesia rawan tidak adanya penegakkan hukum,” kata Ricky.

Sementara itu, menurut Ricky, indeks prestasi tertinggi diraih oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komnas HAM, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY). Sementara Presiden RI, kata Ricky, masuk peringkat lima dalam hal penegakan hukum. Meski memiliki kepecayaan publik, lanjut Ricky, SBY tidak transparan dengan akuntabilitas sangat rendah. (yan)

 

Sumber: Rakyat Merdeka

Jakarta, 27 Desember 2009

Evaluasi Akhir Tahun LBH Masyarakat: MA, Kejaksaan dan Polri Buruk Dalam Penegakan Hukum

Tiga lembaga hukum seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan dan Polri dinilai kurang berkomitmen dalam penegakan hukum dan reformasi hukum.

Demikian evaluasi akhir tahun penegakan hukum oleh LBH Masyarakat.

Direktur Program LBH Masyarakat, Ricky Gunawan mengatakan, dengan rapuhnya 3 pilar penegakan hukum itu mengidentifikasi runtuhnya prinsip-prinsip negara hukum, di mana ketika ketiga lembaga hukum itu dinilai rendah dalam hal integritas, akuntabilitas dan transparansi.

Ricky menambahkan faktor rumtuhnya prinsip hukum adalah karena keadilan hukum sudah dibeli atas nama profesi hukum, dan jika dibiarkan maka dikhawatirkan akan tiadanya penegakan HAM.

Sementara berdasarkan peringkat penegakan hukum oleh LBH Masyarakat, lembaga pertama yang dinilai memiliki komitmen adalah KPK, Komnas HAM, Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.

Sementara presiden RI diurutan ke lima karena keunggulan kepercayaan publik namun memiliki kelemahan soal tranparansi dan akutabilitas. (sik)

 

Sumber: Elshinta

Jakarta, 27 Desember 2009

Polri Persilahkan Praperadilan SP3 Lapindo

Tim advokasi korban lumpur Lapindo tengah menjajaki kemungkinan mengajukan praperadilan terhadap SP3. Cuma, ada nada keraguan atas sistem peradilan. Praperadilan atas SP3 nyaris selalu kandas.

Penghentian penyidikan kasus lumpur Lapindo oleh Polda Jawa Timur menimbulkan reaksi keras sejumlah kalangan yang tergabung dalam Gerakan Menuntut Keadilan Korban Lumpur Lapindo (GMKKLL). Tudingan skandal dan konspirasi dialamatkan ke kepolisian dan kejaksaan, mengingat penyidikan kasus lumpur Lapindo sudah mengendap sampai tiga tahun.

Kepolisian berdalih harus mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena kejaksaan tidak pernah mau menerima berkas penyidikan. Sikap Kejaksaan yang terus mengembalikan berkas membuat posisi kepolisian dilematis. Menurut Kadiv Humas Mabes Polri Nanan Sukarna, hanya ada dua alternatif tindakan kepolisian, yakni dipaksakan untuk diteruskan atau dihentikan. “Kan ada dua alternatif, kita teruskan dengan paksa atau dihentikan”.

Kepolisian memutuskan memilih untuk menghentikan penyidik kasus Lapindo. Pilihan itu tentu saja bukan tanpa resiko. Besar kemungkinan digugat masyarakat –baik lewat praperadilan. Nanan tak menampik kemungkinan itu. Kepolisian, kata Nanan, mempersilahkan masyarakat yang ingin mempersoalkan SP3 yang diterbitkan Polda Jawa Timur. Upaya itu malah bisa memberikan kepastian hukum. “Silahkan saja. Supaya ada kepastian hukum, bawa ke pengadilan, kemudian (pengadilan) tentukan ini harus diteruskan. Nah, kan malah bagus. Supaya ada yang ‘memaksa’ untuk meneruskan penyidikan,” ujarnya.

Sejauh ini belum diketahui pasti apakah gugatan praperadilan telah masuk ke panitera pengadilan. GMKKLL yang mengadvokasi korban lumpur Lapindo masih melakukan diskusi terkait dengan pengajuan praperadilan ini. Gerakan ini belum mendapatkan berkas SP3. Selain itu, tersirat perasaan ragu atas sistem dan kualitas pengadilan di Indonesia. Berdasarkan pengalaman selama ini pengadilan sangat mengedepankan bukti-bukti formil dalam pemeriksaan praperadilan.

Direktur LBH Masyarakat, lembaga yang ikut dalam GMKLL, Taufik Basari mempertanyakan apakah ada kemauan dan keseriusan pengadilan untuk membongkar dugaan skandal dan konspirasi dalam penghentian penyidikan yang dilakukan Polda Jawa Timur ini. “Itu yang masih menjadi keraguan. Saat ini, kami masih akan membahas dan melakukan penilaian terkait itu. Sejauh mana kita bisa menyandarkan diri pada proses praperadilan yang pasti punya keterbatasan-keterbatasan, ketika kita sorongkan hal-hal yang dapat membongkar adanya dugaan skandal dan konspirasi,” terang laki-laki yang akrab disapa Tobas ini.

GMKKLL juga diketahui tengah melakukan kajian atas peluang untuk mendesak kembali kepolisian dan kejaksaan untuk melakukan meninjau ulang SP3 yang dikeluarkan Polda Jawa Timur. “Apakah masih ada peluang untuk kita mendesak polisi dan kejaksaan untuk meninjau ulang SP3, meskipun sudah pernah kita lakukan. Apakah masih ada tersisa iktikad baik dari polisi dan kejaksaan untuk benar-benar mau meninjau SP3, apabila ditunjukan oleh masyarakat bahwa SP3 ini mencurigakan,” kata Tobas.

Tobas berharap Kapolri Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji melakukan tindakan dengan melakukan pemeriksaan internal untuk menelusuri latar belakang keluarnya SP3. “Ini adalah tantangan ke Kapolri dan Jaksa Agung. Kalau mereka tidak ingin dicurigai ada skandal ya mereka harus melakukan sesuatu. Jadi, sekarang pembuktiannya ada di Kapolri dan Jaksa Agung untuk menunjukan independensi kepolisian dan kejaksaan”.

Tak Digubris

Dugaan skandal dan konspirasi yang terlontar dari GMKKLL bukan tidak berdasar. Tobas mengatakan pihaknya menemukan beberapa indikasi yang mencurigakan. Pertama, dapat dilihat dari lambannya peyidikan terhadap kasus lumpur Lapindo ini. Kemudian, konstruksi yang dibangun kepolisian selama ini justru terkesan dibuat untuk melindungi Lapindo Brantas. Harusnya, kata Tobas, penyidikan yang dilakukan kepolisian itu diarahkan kepada bagaimana penyidik mengumpulkan bukti-bukti yang memperkuat penyidikan. Dimana, nanti juga akan memperkuat penuntutan.

Namun, Tobas melihat bukti-bukti dan keterangan-keterangan yang dikumpulkan kepolisian malah dikonstruksikan sedemikian rupa untuk mencegah agar kasus lumpur Lapindo ini tidak sampai ke pengadilan. “Apa tanda-tandanya? Polisi ini menerima begitu saja, ditelan bulat-bulat, seluruh ahli-ahli yang disodorkan oleh Lapindo Brantas (yang menyatakan semburan lumpur akibat bencana alam). Padahal, terdapat begitu banyak ahli yang bisa menunjukan bahwa semburan lumpur ini dipicu oleh kegiatan pengeboran”.

Dugaan ini begitu nyata, ketika Tobas bersama tim menemui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Abdul Hakim Ritonga pada pertengahan 2008 lalu. Dari dua belas ahli yang diambil keterangannya oleh kepolisian, tiga diantaranya ternyata karyawan Lapindo Brantas sendiri. Kemudian, enam diantaranya adalah orang yang menjadi juru kampanye Lapindo Brantas di berbagai kesempatan yang digunakan untuk mengcounter segala hal yang menyudutkan Lapindo. Tobas menegaskan, harusnya kepolisian melihat track record ahli-ahli tersebut. Apakah mereka adalah ahli yang independen dan tidak memiliki konflik kepentingan.

Untuk itu, Tobas dan tim sudah pernah memfasilitasi kepolisian dan kejaksaan untuk mengambil keterangan-keterangan ahli dari luar negeri yang independen. Tapi, tetap tidak pernah digubris. Padahal, ahli-ahli itu telah secara khusus melakukan kajian terhadap peristiwa semburan lumpur Lapindo ini. Ada empat ahli yang sudah menyatakan kesedian untuk dimintai keterangan.

Pertama, Richard J Davies, ahli geologi yang kajiannya sudah ada dimana-mana. Kemudian, Michael Manga, ahli gempa bumi yang sudah memiliki perhitungan bahwa gempa di Yogyakarta berskala kecil dan jaraknya begitu jauh, sehingga tidak mungkin dapat menyebabkan semburan lumpur seperti itu. Ketiga, Martin Ngai, dari Adelaide, Australia. Dan terakhir Neil Adam, parktisi pengeboran yang di kalangan para ahli pengeboran sudah sangat diakui, karena berkali-kali berhasil mematikan semburan lumpur dan kecelakaan pengeboran di seluruh dunia.

Bukan hanya fasilitas ahli yang tidak digubris,. Dokumen rahasia Medco (salah satu pemilik saham Lapindo Brantas) pun tidak ditindaklanjuti kepolisian. Medco memang sempat menggunakan dua konsultan terkemuka, salah satunya Neil Adam, untuk meneliti penyebab semburan lumpur Lapindo.

Hasil kajian kedua konsultan itu mengindikasikan Lapindo tidak menggunakan chasing. Padahal, kata seorang sumber yang tahu dokumen itu, Medco sempat mengingatkan Lapindo untuk memakai chasing pada saat pengeboran. Dengan demikian, Tobas berpendapat, kepolisian harusnya membuktikan keaslian dokumen tersebut. “Yang paling berwenang untuk membuktikan apakah itu dokumen original atau tidak, ya hanya polisi. Harusnya ketika ada hal seperti ini, polisi bertindak degan memanggil Medco. Dan dengan menggunakan kewenangan dia bisa melakukan penyitaan,” pungkasnya.

Sayang, walau dokumen ini telah disampaikan ke kepolisian dan kejaksaan, tetap tidak ditindaklanjuti. “Polisi yang seharusnya melakukan penyitaan-penyitaan terhadap bukti-bukti penting tetapi tidak dilakukan. Malah tidak lama setelah itu (dokumen disampaikan), keluar SP3,” sesal Tobas. (Nov)

 
 
 

Sumber: Hukumonline

Jakarta, 22 Agustus 2009

SP3 Lapindo Bukti Skandal Hukum

Dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3) kasus lumpur Lapindo oleh Polda Jawa Timur pada pekan lalu, menunjukkan bukti nyata adanya konspirasi dan dugaan skandal dalam proses penegakan hukum kasus lumpur Lapindo.

“Jadi memang aneh ketika pengumuman SP3 dikeluarkan, Polda Jatim beralasan kekurangan keterangan para ahli. Padahal itu tidak benar, justru mereka yang tidak mau mendengarkan keterangan para ahli,” kata Ketua Dewan Pengurus LBH Masyarakat Taufik Basari saat konferensi Pers \’Gerakan Menuntut Keadilan Korban Lumpur Lapindo\’ di Kantor Walhi, Jalan Tegal Parang, Jakarta, Kamis (13/8/2009).

Taufik menemukan kecurigaan dikeluarkannya SP-3 bertepatan dengan keluarnya skandal dokumen rahasia milik PT Medco Energi yang secara jelas menunjukan temuan pengeboran dan kelalaian Lapindo Brantas sebagai penyebab utama semburan lumpur.

“Momentumnya tepat sekali saat ini terkuak sesuatu yang baru tapi polisi tidak mau menindaklanjuti. Dengan kewenangan SP-3, maka Polda Jawa Timur telah mencegah proses pidana tidak dilanjutkan,” imbuhnya.

Sebelumnya, Walhi mendapatkan temuan dokumen baru dari PT Medco Energi yang sifatnya rahasia, pada dokumen pertama menyebutkan bahwa PT Medco tidak mau bertanggung jawab atas kasus lapindo Brantas dan tiba-tiba ada temuan dari konsuler peneliti yang menyebutkan adanya pengeboran. Inilah yang seharusnya menjadi bukti temuan baru bagi pihak kepolisian untuk melakukan penelusuran penyelidikan dari kasus lapindo.

“Kami menyesalkan sikap polisi yang seharusnya bisa melakukan penelusuran dengan temuan baru, tapi justru di SP3 kan,” keluhnya. (hri)

 
 
 

Sumber: Hukumonline

Jakarta, 22 Agustus 2009

SP3 Kasus Lapindo Dimanfaatkan Minarak Tunda Ganti Rugi

Dampak keluarnya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) kasus lumpur Lapindo dari Kepolisian Daerah Jawa Timur, kini mulai terindikasi penghindaran ganti rugi dari PT. Minarak Lapindo Brantas.

“Ini terjadi di lapangan, Minarak menunda pembayaran karena alasan keluar SP3,” ungkap Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Siti Maemunah dalam konferensi pers di kantor Wahanan Lingkungan HIdup (Walhi) Jakarta, Kamis (13/8)

Surat tersebut, kata Maemunah, ditengarai menjadi alat Minarak untuk menuntaskan pembayaran ganti rugi. Masalahnya, keluarnya surat putusan penghentian, tidak diikuti dengan kewajiban penuntasan ganti rugi oleh Minarak Lapindo.

Ketua Walhi Jawa Timur Bambang Catur Nusantara mengendus itikad buruk Minarak Lapindo ini sejak awal. “Tidak ada surat putusan saja seret, apalagi ada putusan yang mendukung mereka,” ucapnya dalam kesempatan yang sama

Presiden Komunikasi dan Sosial Lapindo Brantas Yuniwati Terryana menyebutkan, sudah ada 11.120 berkas dari 12.886 berkas yang sudah diproses, untuk pembayaran yang 20 persen. “Bahkan 3.400-nya sudah lunas, begitu pula dengan yang pembayaran 80 persen tetap dilakukan, meskipun dengan cara bertahap,” kata Yuniwati, Jumat
(7/8)

Direktur Eksekutif Walhi Nasional Berry Nahdian Furqon mengkhawatirkan putusan ini jadi preseden buruk bagi kasus lingkungan hidup yang bersifat masif. “Terutama menyangkut korporasi yang bergerak di industri ekstraktif,” imbuhnya

Ketua Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Taufik Basari menduga kepolisian Jawa timur berencana mencegah proses pidana dilanjutkan. “Polisi dan kejaksaan disetir oleh pemilik modal,” imbuhnya. Indikasi ini terlihat dari alasan penghentian yang mengada-ada seperti kurangnya saksi, ahli dan bukti. Padahal pihaknya sudah menawarkan penyedian kelengkapan tersebut, termasuk ahli independen dari luar negeri. “Tapi polisi tak melirik sedikit pun, tawaran kami,” ucapnya.

 
 

Ditulis oleh: Dianing Sari

Sumber: Tempo Interaktif

Jakarta, 13 Agustus 1009