Category: Infografis

Infografis LBHM

[INFOGRAFIS] Menakar Komitmen Calon Kepala Daerah di Isu Narkotika

Menjelang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) yang akan dilakukan serentak pada tanggal 27 November mendatang, para Calon Kepala Daerah (Cakada)-Calon Wakil Kepala Daerah (Cawakada) berlomba menjanjikan hal-hal manis. Berbagai isu tentang tata kelola kota, kemiskinan, bencana alam, dan lain-lain menjadi bahan kampanye.

Bahasan lain yang juga sering muncul adalah tentang narkotika. Sebagaimana janji-janji manis lainnya, isu narkotika dalam ajang Pilkada ini juga kerap kali dicemari oleh ketidakpahaman, hiperbola, dan pengkambinghitaman. 

LBHM melakukan pemantauan terhadap visi-misi Cakada-Cawakada pada Pilkada 2024. Menelusur laman https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilihan/Pasangancalon, LBHM mendata apa saja visi-misi Cakada-Cawakada yang memberikan penekanan pada narkotika. Terdapat sekitar 21 Cakada-Cawakada yang mencantumkan visi-misi narkotika di dalam pemaparan visi-misinya.

Pemantauan ini menemukan sebanyak 21 pasangan calon seolah-olah memosisikan diri mereka sebagai penyelamat kehidupan masyarakat atas bahaya narkotika. 

Padahal, dalam permasalahan narkotika, harusnya Cakada-Cawakada juga bisa menyadari batasan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan memiliki keberpihakan kepada kelompok pengguna narkotika.

Selengkapnya baca temuan kami melalui infografis ini. Selamat membaca!

Unduh Infografis:

[INFOGRAFIS] Memutus Rantai Sistem Pengampuan: Menghormati Orang dengan Disabilitas Psikososial dalam Mengambil Keputusan melalui Mekanisme Sistem Dukungan

Sistem pengampuan yang masih diberlakukan dalam sistem hukum di Indonesia merugikan Orang dengan Disabilitas Psikososial (ODP). Sistem ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), tepatnya di Pasal 433. Sistem ini ditujukan untuk individu yang dianggap tidak mampu mengurus diri atau hartanya karena kondisi mental atau fisik tertentu. Dalam konteks ini: Orang dengan Disabilitas Psikososial (ODP). Lewat sistem ini, kerangka hukum di Indonesia memungkinkan orang lain, biasanya keluarga, untuk mengambil keputusan hukum dan finansial atas nama orang yang diampu.

Dampak negatif sistem pengampuan terhadap ODP ini, diantaranya tercerabutnya kapasitas legal dan otonomi, menurunkan kualitas hidup, sampai merendahkan martabat ODP sebagai penentu utama keputusan, sehingga rantai sistem pengampuan ini harus segera diputus, digantikan dengan Sistem Dukungan dalam Pengambilan Keputusan (SDPK).

Sistem Dukungan dalam Pengambilan Keputusan (SDPK) adalah mekanisme yang memungkinkan individu, terutama ODP, untuk membuat keputusan hidup yang penting dengan dukungan yang sesuai. Meskipun Indonesia belum memiliki regulasi khusus tentang SDPK, hak-hak yang menjadi dasar SDPK pada dasarnya telah termuat dalam peraturan perundang-undangan, diantaranya Pasal 28A-28J tentang Perlindungan Hak Asasi Manusia UUD RI Tahun 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Keberadaan SDPK sangat penting untuk mendukung ODP. Sebab, SDPK menghormati otonomi, meningkatkan kemandirian, mengurangi stigma, dan bentuk kepatuhan negara terhadap nilai-nilai hak asasi manusia, sebagaimana tercantum dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities/CRPD).

Lewat penyajian data, analisis, dan informasi dalam Infografis ini, yang berangkat dari laporan dokumentasi implementasi SDPK oleh KPSI (Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia) dan REMISI (Yayasan Revolusi dan Edukasi Masyarakat untuk Inklusi Sosial Indonesia), harapannya dapat memberikan penjelasan secara sistematis terkait persoalan yang masih dialami oleh ODP dan bagaimana kita bisa mendukung mereka. Temuan dalam laporan ini penting untuk mendorong perubahan kebijakan dan pembangunan yang menyertakan ODP secara bermakna. Jadi, selamat membaca!

Unduh Infografis:

[INFOGRAFIS] Hak-Hak Orang dengan Sindroma Down: Panduan Mewujudkan Masyarakat Inklusif

Meski pemerintah Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU Penyandang Disabilitas), nyatanya itu masih belum berhasil melaksanakan pembangunan yang inklusif bagi orang dengan Sindroma Down. Hal ini tergambarkan dari rendahnya partisipasi mereka dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Kondisi ini kemudian menyebabkan rendahnya partisipasi bermakna mereka dalam pembangunan, sehingga tidak mendapat manfaat pembangunan yang sama dengan orang non-disabilitas.

Riset Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) di tahun 2023 menemukan 23 aturan tentang Orang dengan Sindroma Down yang bertentangan dengan mandat Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Person with Disabilities/CRPD). Temuan itu mempertanyakan arah dan pijakan atas penghormatan dan perlindungan hak-hak Orang dengan Sindroma Down di Indonesia jika melawan arus dengan konvensi utamanya.

Dari situasi tersebut, ditambah anggapan bahwa orang dengan Sindroma Down seringkali diidentifikasikan lambat dalam berperilaku dan kemampuannya yang hanya dipatok ukuran skor intelligence quotient (IQ), berdampak pada terisolasinya orang dengan Sindroma Down dari hak-hak mereka. Padahal ada banyak fakta yang menunjukkan bahwa dengan lingkungan yang baik dan hak-hak yang terpenuhi, orang dengan Sindroma Down dapat hidup secara mandiri, di antaranya yang ditulis oleh Martha Beck dalam The Gift of Down Syndrome: Some Thoughts for New Parents.

Data dalam Infografis ini, yang berangkat dari penelitian LBHM berjudul Akses Pemenuhan Hak untuk orang dengan Sindroma Down di Indonesia (2023), harapannya dapat memberikan penjelasan secara sistematis terkait pemenuhan hak-hak mereka, sehingga dapat menyumbang informasi yang mampu mendorong perubahan kebijakan dan pembangunan yang menyertakan Orang dengan Sindroma Down secara bermakna. Selamat membaca!

Surat Keberatan atas infografis ganja oleh Kompas.com

 LBH Masyarakat Menyesalkan Misinformasi Kompas.com Terkait Infografis Penggunaan Ganja.

 

LBH Masyarakat (LBHM) mengkritik artikel berita yang dirilis Kompas.com pada tanggal 21 Agustus 2019, dengan judul “Geliat Narkoba di Kampus: Persekongkolan Mahasiswa, Alumnus dan Sekuriti”. Artikel ini membahas tentang peredaran ganja di kampus, termasuk di kalangan mahasiswa. Artikel ini dilengkapi dengan infografis-infografis yang ditujukan untuk mempermudah visualisasi informasi. Namun sayangnya, terdapat satu infografis yang memberikan informasi yang tidak berbasis data yang akan menimbulkan misinformasi di masyarakat.

 

Ada dua kritik utama LBHM terhadap artikel tersebut.

 

Pertama, infografis tersebut berisi misinformasi terkait ganja, termasuk mengenai kematian karena ganja.

 

Sampai saat ini belum ada riset atau data yang kredibel, yang menunjukkan bahwa seseorang dapat meninggal dunia karena menggunakan ganja. Banyak penelitian ilmiah, salah satunya, yang berjudul “The Health Effects of Cannabis and Cannabinoids” menyebutkan bahwa ganja tidaklah menyebabkan kematian. Peristiwa kematian karena relasinya dengan ganja justru terjadi karena perilaku berisiko saat menggunakan ganja, misalnya menghisap ganja sambil mengendarai kendaraan.

 

Kedua, LBHM menilai pemberitaan ini berat sebelah karena tidak menampilkan informasi terkait manfaat dari penggunaan ganja sebagai medis yang sudah terbukti banyak risetnya.

 

LBHM menyayangkan kegagalan Kompas.com dalam menjalankan kaidah jurnalistik. Pemberitaan yang baik haruslah berimbang dan tidak boleh berat sebelah, atau dikenal dengan istilah cover both side. Infografis ini hanya menonjolkan narasi negatif tentang ganja tanpa menyebutkan tentang kegunaan atau manfaat dari ganja itu sendiri. Banyak negara di dunia telah menggunakan ganja sebagai pengobatan. Salah satunya adalah Kroasia yang menggunakan ganja untuk mengobati penyakit kronis seperi kanker dan multiple sclerosis. Selain itu dalam Laporan yang berjudul The Health Effects of Cannabis and Cannabinoids: The Current State of Evidence and Recommendations for Research yang diterbitkan oleh National Academies Press (Amerika Serikat), mengurai secara detil manfaat medis dari ganja. Contohnya yakni sebagai terapi untuk penyakit kronis, sebagai antiemetic dalam chemotherapyinduced, dan meningkatkan kesehatan pasien yang mengalami gejala multiple sclerosis.

 

Kelalaian dalam memberikan informasi, sebagaimana misinformasi yang disajikan oleh Kompas.com, memiliki implikasi negatif. Hal ini bukan hanya memperparah stigma dan kesalahpahaman mengenai ganja, tetapi juga menunjukkan bahwa Kompas.com telah gagal menjalankan tanggung jawab moralnya dalam memberikan materi edukasi yang komprehensif bagi masyarakat.

 

LBHM mendorong Kompas.com untuk merevisi artikel tersebut karena ada misinformasi di dalam infografis tersebut. LBHM berharap ke depannya Kompas.com dapat lebih berimbang lagi ketika melakukan pemberitaan, terutama untuk topik seperti persoalan narkotika. LBHM senantiasa bersedia menjadi mitra diskusi bagi Kompas.com, khususnya dalam hal pemberitaan terkait masalah narkotika dan hukum/kebijakannya.

Narahubung: Tengku Raka (Communication Specialist)

Skip to content