LBH Masyarakat mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk mempercepat upaya membongkar dugaan praktik korupsi pengadaan obat anti retroviral (ARV) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Obat-obat anti retroviral digunakan dalam terapi guna menekan laju perkembangan HIV dalam tubuh serta meningkatkan produksi imun orang dengan HIV/AIDS. Terapi ARV berperan penting dalam upaya pencegahan HIV. Ketika virus berhasil ditekan sampai pada tingkat tidak terdeteksi, sangat kecil kemungkinannya virus tersebut dapat ditularkan.
Korupsi pengadaan obat ARV, dengan demikian, bukan hanya merugikan negara dan orang dengan HIV/AIDS, tetapi juga masyarakat yang lebih luas.
Dugaan praktik korupsi pengadaan obat ARV semakin terdengar sejak awal tahun 2018. Beberapa pihak sudah dipanggil dan didengar keterangannya, namun sampai saat ini belum ada perkembangan signifikan dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI. Praktik korupsi pengadaan obat ARV ini menciderai semangat penanggulangan HIV di Indonesia.
Ke depan, LBH Masyarakat mendesak Kejaksaan Agung RI untuk melakukan investigasi secara efektif dan transparan. Kementerian Kesehatan juga harus bersikap ksatria dan memberikan akomodasi seluas-luasnya bagi Kejaksaan Agung RI dalam melakukan investigasi.
1 Desember kemarin seharusnya tidak berhenti pada Peringatan Hari AIDS sedunia, namun juga untuk bertanya pada pemerintah, khususnya Kejaksaan Agung dan Kementerian Kesehatan: serius atau tidak untuk mengatasi masalah HIV/AIDS di negeri ini?
Jakarta, 2 Desember 2018
Ajeng Larasati – Koordinator Riset dan Kebijakan LBH Masyarakat
“HIV adalah persoalan hak asasi manusia.” Sepertinya, belum banyak pihak yang memahami betul pernyataan tersebut. Umumnya, banyak pihak memahami HIV sebagai persoalan kesehatan saja. Hal ini wajar, mengingat di mata orang awam HIV dilihat sebagai virus yang menyebabkan penyakit AIDS dan oleh karenanya pembahasan persoalan HIV dan AIDS cenderung dibingkai di media massa sebagai liputan isu kesehatan. Namun sesungguhnya, HIV bukanlah semata soal virus yang menyebabkan kekebalan tubuh manusia menjadi berkurang.
Persoalan HIV/AIDS, seperti halnya persoalan penyakit lainnya, juga erat kaitannya dengan isu hak asasi manusia. Orang yang hidup dengan HIV sering kali mendapat stigma dari masyarakat, di mana mereka kerap dicap sebagai pendosa. Stigma inilah yang kemudian juga memunculkan praktik-praktik diskriminasi terhadap orang dengan HIV, mulai dari pengusiran dari keluarga karena dianggap membawa aib, hingga pengucilan dari masyarakat. Stigma dan diskriminasi ini sesungguhnya berakar dari ketidaktahuan ataupun ke-tidak-mau-tahu-an terhadap apa itu HIV dan bagaimana penyebarannya. Dalam konteks inilah, mengatasi stigma dan diskriminasi yang menyelimuti isu HIV menjadi penting. Karena, stigma dan diskriminasi memicu pelanggaran hak asasi manusia orang dengan HIV, yang akhirnya akan menjauhkan mereka dari layanan yang mereka perlukan, termasuk melahirkan kerentanan terhadap mereka yang berpotensi mengidap HIV. Oleh karena itu, persoalan HIV bukan hanya mengenai pencarian formula mujarab untuk mengatasi virus HIV/AIDS, tetapi juga bagaimana mengembangkan dan menjalani program dan layanan kesehatan HIV yang humanis, peka jender, dan non-diskriminatif.
Diskriminasi, dalam diskursus hak asasi manusia, dapat terjadi karena ketiadaan perlindungan hukum ataupun justru karena adanya hukum dan kebijakan yang diskriminatif. Berangkat dari pemahaman inilah, LBH Masyarakat melakukan kajian terhadap hukum dan kebijakan Indonesia yang berkenaan dengan isu-isu HIV. Sebagai organisasi hukum/hak asasi manusia, tentu bukan pada kapasitas keahlian LBH Masyarakat untuk bekerja di ranah pengobatan dan perawatan HIV. Kontribusi kami untuk menanggulangi persoalan HIV adalah dengan menelusuri hukum dan kebijakan Indonesia yang berkaitan dengan HIV guna melihat apakah ada hukum dan kebijakan yang mendukung program HIV dan oleh karenanya harus ditingkatkan, maupun hendak menemukan apakah ada hukum dan kebijakan yang justru menghalangi program HIV dan oleh karena itu perlu dihapus.
Buku yang sekarang Anda baca ini adalah buah dari kerja keras LBH Masyarakat selama satu tahun terakhir mengkaji hukum dan kebijakan Indonesia yang berhubungan dengan persoalan HIV di area pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, kependudukan, dan pemidanaan. Kami berharap temuan dan rekomendasi yang kami hasilkan di laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama pemangku kebijakan dalam merumuskan kebijakan HIV yang berbasis pada hak asasi manusia.
Laporan studi ini tidak akan sampai ada di tangan Anda apabila bukan karena ketekunan dua orang peneliti LBH Masyarakat, Arinta Dea dan Naila Rizqi Zakiah, yang giat mempelajari sejumlah hukum dan kebijakan Indonesia maupun mewawancarai sejumlah pihak terkait. Apresiasi juga LBH Masyarakat sampaikan kepada Ajeng Larasati, Koordinator Riset dan Kebijakan LBH Masyarakat, sebagai pembaca ahli yang memberikan masukan kritis terhadap penyelesaian laporan ini.
Tentu saja, apresiasi juga LBH Masyarakat haturkan kepada Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) yang mendukung studi ini dari awal hingga akhir. Terima kasih juga LBH Masyarakat sampaikan kepada jajaran Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Bogor, Indramayu, Denpasar, Lombok Barat, Palembang dan Banjarmasin; dan instansi pemerintah lainnya yakni Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten Bogor, Indramayu, Denpasar, Lombok Barat, Palembang, dan Banjarmasin; Dinas Sosial Banjarmasin, Palembang, Indramayu; Dinas Kesehatan Bogor, Banjarmasin, Denpasar, Lombok Barat, Palembang; Lembaga Pemasyarakatan Bpgor, Banjarmasin, Lombok Barat; Satpol PP Bogor, Denpasar, Lombok Barat, Indramayu; dan Badan Narkotika Nasional Kota Palembang; yang seluruhnya berpartisipasi aktif di dalam diskusi kelompok terarah ketika tim peneliti mengunjungi kota-kota tersebut.
LBH Masyarakat juga mengapresiasi keterlibatan dan masukan dari komunitas yang memperkaya temuan literatur tim peneliti, yaitu dari: PKBI Indramayu (Indramayu), KDS Samaya (Indramayu), KDS Indramayu (Indramayu), LKKNU Kalimantan Selatan (Banjarmasin), PKBI Kalsel (Banjarmasin), KDS Borneo Plus (Banjarmasin), ASA Borneo (Banjarmasin), IWB Banjary (Banjarmasin), PEKA Bogor (Bogor), Srikandi Pakuan (Bogor), G-Life (Bogor), Lekas (Bogor), Sahira (Bogor), GWL INA (Denpasar), YKP (Denpasar), Yayasan Inset (Lombok Barat), Aksi NTB (Lombok Barat), YIM (Palembang), Sriwijaya Plus (Palembang), dan PKBI Sumatera Selatan.
Terakhir, LBH Masyarakat turut ucapkan terima kasih kepada kawan-kawan di Indonesia AIDS Coalition (IAC) yang telah membantu proses studi ini hingga selesai.
LBH Masyarakat memohon maaf apabila ada kekurangan baik substansi maupun teknis penulisan laporan ini. Dengan senang hati kami menerima kritik dan masukan untuk perbaikan laporan ini ke depannya.
Akhir kata, laporan ini kami persembahkan kepada orang-orang dengan HIV dan anggota komunitas yang perjuangannya melawan virus HIV dan virus stigma dan diskriminasi adalah sumber inspirasi bagi kami di LBH Masyarakat.