Tag: Kemenkumham

Bayangkan Jika Kamu Saat Ini Tinggal di Penjara

Jakarta, 2 Februari – Bayangkan jika kamu narapidana atau warga binaan yang harus hidup dalam penjara dengan
kondisi penuh sesak di tengah pandemi COVID-19! Saat ini ada hampir sebanyak 275.000 tahanan dan warga binaan di dalam penjara-penjara Indonesia. Padahal, penjara-penjara Indonesia hanya bisa menampung 132.107 orang. Fenomena ini dikenal dengan nama prison overcrowding dan sudah berlangsung lama tanpa solusi yang jelas.

Menurut data dari Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham pada Januari 2022, penjara-penjara di Indonesia rata-rata disesaki penghuni 181% melebihi daya tampungnya. Prihatin akan kondisi ini, KontraS, LBH Masyarakat, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aksi Keadilan Indonesia, dan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) membentuk Koalisi Peduli Penjara.

“Overcrowding di tempat-tempat penahanan di tengah pandemi berdampak pada hak atas kesehatan para warga binaan. Ruang gerak dan akses informasi yang sangat terbatas, akses medis yang kurang memadai menjadikan mereka kelompok paling rentan. Pemerintah perlu segera mengubah pendekatan penanganan overcrowding, seperti perubahan pada sistem peradilan pidana supaya masalah ini tuntas.”” ujar Fatia Maulidiyanti, Koordinator KontraS.

“Kondisi penjara kita itu sudah tidak layak huni. Mulai dari tidur berdesakan, sanitasi dan sirkulasi
udara yang buruk, sampai kualitas makanan yang tidak bergizi. Semua ini membuat warga binaan masuk kelompok rentan di tengah pandemi. Penjara kita belum mengikuti standar internasional Mandela Rules. Melalui change.org/reformasipenjara kami meminta para pemangku kebijakan segera menuntaskan permasalahan di dalam penjara,” kata Muhammad Afif, Direktur LBH Masyarakat.

Meskipun pada April 2020, upaya pengeluaran warga binaan melalui mekanisme integrasi dan asimilasi telah dilakukan sebagai respon terhadap pandemi Covid-19, Koalisi Peduli Penjara merasa upaya ini belum maksimal.

“Kementerian Hukum dan HAM harus kembali melakukan upaya untuk mengurangi overcrowding, setidaknya hingga seluruh lapas dapat dengan maksimal menjalankan protokol kesehatan, mengingat saat ini kasus COVID-19 kembali meningkat,” ucap Erasmus Napitupulu, Direktur Eksekutif ICJR.

Data Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham menyatakan hampir 50% penghuni penjara adalah mereka yang terlibat dalam kasus narkotika. “Penjara penuh karena pengguna, pengedar, dan bandar narkotika bisa dijerat dengan pidana yang sama berat dalam pasal 111 dan 112 UU Narkotika. Pemerintah perlu memaksimalkan pidana alternatif bagi kasus pengguna narkotika,” ujar R. Suhendro Sugiharto, Direktur Aksi Keadilan Indonesia.

Jika terus dibiarkan, tujuan pemasyarakatan terhadap para warga binaan justru semakin sulit untuk dicapai dan cenderung berakibat fatal. “Overcrowding itu seperti bom waktu yang bisa meledak kapan pun. Ini sudah terbukti dengan peristiwa kebakaran Lapas Kelas I A Tangerang September 2021 lalu, yang merenggut 48 nyawa warga binaan,” kata Muhammad Rizaldi Warneri, Research Associate IJRS.

Ayo tandatangani petisi Koalisi Peduli Penjara di change.org/reformasipenjara yang meminta kepada:

  1. Kejaksaan dan Mahkamah Agung untuk mengedepankan opsi hukuman alternatif terhadap
    kasus-kasus hukum supaya penjara tidak semakin penuh;
  2. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk segera menciptakan penjara yang
    humanis bagi warga binaan dan tahanan di Indonesia sesuai Mandela Rules, standar internasional
    tentang dasar-dasar perlakuan narapidana yang ditetapkan PBB. Terutama pemenuhan hak
    seperti sanitasi, sirkulasi udara, standar makanan yang layak dan penerapan protokol kesehatan
    yang memadai.

Dukungan kalian akan sangat berarti bagi perubahan kondisi penjara, serta nasib para tahanan dan warga binaan di Indonesia saat ini. Karena #napijugamanusia.

Koalisi Peduli Penjara:
LBH Masyarakat, Aksi Keadilan Indonesia, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia
Judicial Research Society (IJRS), dan KontraS.

Rilis Pers – Peluncuran Pokja P5 HAM bagi Penyandang Disabilitas Mental

Dalam rangka memperingati Hari HAM Sedunia ke-73 dan Hari Disabilitas Internasional, pada tanggal 13 Desember 2021, Direktorat Jenderal HAM, Kementerian Hukum dan HAM bekerja sama dengan Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) dan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) melaksanakan peluncuran Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-01.HA.04.02 Tahun 2021 tentang Kelompok Kerja (Pokja) Penghormatan, Pelindungan, Pemenuhan, Penegakan, dan Pemajuan Hak Asasi Manusia Bagi Penyandang Disabilitas Mental. Acara ini dihadiri secara offline oleh 64 orang dan secara online oleh 245 orang.

Sebagai pembuka, Mualimin Abdi, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia menjelaskan latar belakang pembentukan Pokja PDM. Ia menyampaikan bahwa PDM masih merupakan kelompok rentan (vulnerable groups) yang kerap mendapatkan stigma. Sebagai komitmen pemerintah untuk P5HAM bagi PDM, Direktorat Jenderal HAM, Kementerian Hukum dan HAM bekerja sama dengan Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) dan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) menginisiasi pokja ini. Mengingat kompleksitas isu PDM, upaya yang komprehensif diperlukan agar PDM dapat kembali hidup secara inklusif di tengah-tengah masyarakat. Penanganan permasalahan PDM membutuhkan kerja sama dan koordinasi lintas lembaga dan kementerian, serta peran serta masyarakat, ujar Mualimin Abdi

“Hal lain yang diperlukan dalam Pokja yaitu untuk mendeklarasikan komitmen Pemerintah dalam upaya Penanganan dan Pemenuhan HAM PDM, mendiskusikan permasalahan hukum dan HAM yang dialami oleh PDM khususnya di panti-panti rehabilitasi sosial yang menjadi fokus kerja awal Kelompok Kerja,” terang Mualimin Abdi.

Setelah kata sambutan, acara peluncuran dilanjutkan dengan keynote speech dari Eddy O.S Hiariej, Wakil Menteri Hukum dan HAM, yang menegaskan peran pemerintah dalam melindungi PDM dari tindak kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi di panti.

“Peraturan yang jelas dibutuhkan mulai dari syarat perizinan, standar layanan panti, aturan ketat mengenai sikap petugas terhadap penghuni panti, pengawasan, evaluasi, sanksi bagi panti-panti yang melanggar, layanan kesehatan, mekanisme pengaduan, pelatihan keterampilan dan lain sebagainya,” terang Eddy O.S. Hariej. Selanjutnya disampaikan bahwa Upaya yang komperhensif diperlukan sehingga PDM yang sebelumnya terkurung bisa kembali hidup secara inklusif di tengah-tengah masyarakat dan merupakan permasalahan yang kompleks membutuhkan kerja sama dan koordinasi lintas lembaga dan kementerian serta pemerintah daerah. Pemaparan tersebut langsung disambut dengan peluncuran secara simbolik dengan video bumper yang menampilkan secara singkat foto-foto dokumentasi kegiatan Pokja.

Setelah peluncuran, ungkapan apresiasi diberikan oleh Wakil Duta Besar Australia, Steve Scott, yang mengapresiasi pembentukan Pokja ini karena menjadi cerminan komitmen Indonesia dalam mengarusutamakan hak penyandang disabilitas. Ia juga menyampaikan, “Australia siap untuk kolaborasi lanjutan yang mendukung implementasi kebijakan disabiitas di Indonesia.”

Apresiasi dan dukungan juga disampaikan oleh Kantor Staf Kepresidenan Republik Indonesia (KSP) sebagai salah satu pihak yang juga mengawal pembentukan Pokja ini dari awal. Mewakili Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan dan Hak Asasi Manusia Strategis, menyampaikan, “Inklusi harus kita tingkatkan terus, persepsi terhadap penyandang disabilitas mental. Permasalahan yang kompleks harus melibatkan pemerintah lintas sektor untuk menjawab permasalah yang kompleks, yang mana Pokja harus bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.”

Kegiatan peluncuran kemudian dilanjutkan oleh diskusi panel yang menghadirkan empat orang pembicara dan dua orang penanggap. Diskusi panel dipandu oleh Sonya Hellen Sinombor, Jurnalis Kompas.

Sebagai pembicara pertama, Timbul Sinaga, Direktur Instrumen HAM, Kementerian Hukum dan HAM, menjelaskan bahwa pekerjaan pertama Pokja adalah menginformasikan terbentuknya Pokja sehingga setiap pemangku kepentingan bersiap-siap menyelaraskan kerjanya dengan visi-misi Pokja. Ia berkata, “Langsung kerja dengan buat surat ke gubernur dan bupati serta pengurus panti yang berisi bahwa Pokja sudah terbentuk.”

Penjelasan ini dilanjutkan oleh penerangan dari Emma Widianti, Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, Kementerian Sosial. Ia menjelaskan, “Dengan adanya Pokja mampu mendorong pemenuhan HAM bagi PDM (Penyandang Disabilitas Mental), dengan adanya perbaikan sistim terdekat dengan PDM”.

Pembicara berikutnya datang dari Kementerian Kesehatan, yakni Celestinus Eigya Munthe, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA. Ia menerangkan, “Ini merupakan suatu komitmen penting dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia, perlu kita sosialisasikan ke masyarakat sehingga penanganan kejiwaan harus mendapatkan dukungan dari masyarakat”.

Pembicara terakhir datang dari perwakilan Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD), yakni Yeni Rosa Damayanti, Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat. Ia menerangkan, “Yang menjadi korban kekerasan justru PDM cuman saat kita menjadi korban tidak pernah dimuat di media, bahkan pemasungan itu paling banyak terjadi di dalam panti-panti. Tidak ada yang memonitor panti dan bahkan tidak ada mekanisme pengaduan.”

Paparan dari para narasumber direspon positif oleh Sunarman Sukamto, Tenaga Ahli Madya Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan dan HAM Strategis, Kantor Staf Presiden. Ia menjelaskan, “Pembentukan Pokja merupakan inisiator yang baik sebab selama ini belum ada pelindungan dan penghormatan HAM bagi penyandang disabilitas mental (PDM).”

Penanggap terakhir datang dari Muhammad Afif Abdul Qoyim, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, yang menjelaskan juga peran bantuan hukum di dalam Pokja ini. Ia menerangkan, “Panti yang sekarang tertutup sehingga ketika ada kekerasan tidak ada pengawasan, mirip seperti tindakan penyiksaan. Butuh akses bantuan hukum bagi penghuni yang ada di dalam.”

Acara peluncuran ditutup pada jam 17.00 WIB. Para hadirin yang terdiri dari perwakilan kementerian, lembaga, kantor wilayah, dinas, dan organisasi masyarakat sipil sepakat untuk mengawal kerja Pokja dan menanti perubahan yang signifikan terhadap penghormatan, pelindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan HAM bagi PDM di Indonesia.

Dokumen Kelompok Kerja (Pokja) P5 HAM dapat diunduh pada link berikut:
Keputusan Menteri (Kepmen) Hukum dan HAM, Nomor 4 Tahun 2021

Rilis Pers Bersama:
LBH Masyarakat (LBHM), Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) dan Kementerian Hukum dan HAM

Rilis Pers – Kebakaran Lapas Tangerang: Saatnya Reformasi Kebijakan Hukum Pidana

LBH Masyarakat (LBHM) turut berduka cita atas kebakaran yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang (Lapas Tangerang) Rabu, 8 September 2021, dini hari tadi. Dalam peristiwa tersebut telah memakan korban jiwa sebanyak 41 orang, dan sebagian di antaranya mengalami luka berat (8 orang) dan luka ringan (72 orang).

Peristiwa kebakaran yang terjadi di Lapas Tangerang merupakan salah satu dampak dari permasalahan lapas yang tiada habisnya serta ekses kebijakan hukum pidana yang dominan dengan pendekatan penjara.

Berdasarkan hal tersebut, LBHM memberikan beberapa respon atas kejadian kebakaran di Lapas Klas I Tangerang, diantaranya:

Pertama, berdasarkan sistem database pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, per 7 September 2021, Lapas Tangerang termasuk lapas yang memiliki overcrowding yang tinggi sebesar 245% . Sedangkan daya tampung Lapas Tangerang hanya mampu menampung sebanyak 600 orang. Akan tetapi, faktanya Lapas Tangerang hari ini per 7 September 2021 dihuni sebanyak 2.072 orang. Di mana terdapat 1.805 orang merupakan warga binaan pemasyarakatan yang terkait kasus narkotika. Kondisi overwcrowding dan banyaknya warga binaan pemasyarakatan terkait kasus narkotika yang masuk kategori pengguna atau pecandu semakin menambah daftar permasalahan pendekatan pidana penjara dalam perumusan hukum pidana narkotika di Indonesia yang berkonstribusi terhadap overcrowding lapas dan berdampak terhadap pengelolaan lapas di Indonesia yang tidak sigap terhadap kondisi bencana;

Kedua, kebakaran yang terjadi di Lapas Tangerang dini hari tadi hanyalah puncak gunung es dari problematika pengelolaan lapas di Indonesia. Tragedi kemanusiaan dini hari tadi pagi semakin menunjukan betapa buruknya pengelolaan lapas di Indonesia baik dari sisi kebijakan peradilan pidana terpadu maupun dari manajemen dan keamanan lapas;

Ketiga, pada awal pandemi tahun 2020, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan kebijakan terkait asimilasi, pembebasan bersayarat, cuti menjelang bebas, cuti bersyarat dalam rangka penanggulangan Covid-19 di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara bagi narapidana dan anak. Kebijakan ini responsif dalam mengurangi overcrowding tapi dalam kasus narkotika yang masuk kategori pecandu atau pengguna yang divonis di atas lima tahun penjara tidak masuk dalam skema kebijakan tersebut. Sehingga penting untuk memastikan kembali pemberlakukan kebijakan tersebut bagi warga binaan pemasyarakatan kategori pecandu atau pengguna;

Keempat, penting bagi jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan pemulihan terhadap warga binaan pemasyarakatan melakukan healing terhadap korban kebakaran mengingat kejadian kebakaran ini sangat kuat membekas dan menimbulkan trauma yang berkepanjangan;

Berdasarkan hal tersebut di atas, LBHM menuntut:

  • Melakukan langkah-langkah evakuasi dan penyelamatan bagi korban kebakaran Lapas Tangerang dan memberikan perawatan yang intensif bagi korban yang selamat serta pemerintah menanggung biayanya;
  • Menuntut Pemerintah meminta maaf atas peristiwa kebakaran di Lapas Tangerang dan mendorong dilakukan penyelidikan dan menyampaikan hasilnya secara terbuka kepada publik terkait kebakaran di Lapas Tangerang;
  • Mendorong reformasi pendekatan pidana penjara dalam hukum pidana dengan alternatif penghukuman non penjara;
  • Mendorong pemerintah untuk kembali melakukan upaya asimilasi dan integrasi warga binaan pemasyarakatan terutama yang terkait kasus narkotika dengan kualifikasi pengguna atau pecandu.

Skip to content