Tag: Publikasi

Publikasi LBHM

Amicus Curiae Wahyu Saputra - Pidana yang Berfokus pada Pemulihan Korban dalam Kasus Femisida

Amicus Curiae Wahyu Saputra – Pidana yang Berfokus pada Pemulihan Korban dalam Kasus Femisida

Awal 2025, publik diguncang kasus tragis Sindi Purnama Sari, perempuan hamil tiga bulan yang disekap, diabaikan kesehatannya, dan mengalami kekerasan oleh suaminya sendiri, Wahyu Saputra. Setelah berbulan-bulan tersiksa, Sindi meninggal dunia di Rumah Sakit Hermina Palembang.

Jaksa menuntut hukuman mati bagi Wahyu. Namun, kasus ini lebih dari sekadar kejahatan individual ini adalah bentuk femisida, pembunuhan terhadap perempuan yang berakar dari budaya patriarki dan sistem sosial yang gagal melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Hukuman Mati Bukan Solusi

KUHP Baru (UU No. 1 Tahun 2023) telah menegaskan bahwa pidana mati bukan lagi hukuman pokok, melainkan alternatif terakhir. Hukuman mati bertentangan dengan semangat reformasi hukum dan hak asasi manusia, serta tren global di mana lebih dari 100 negara telah menghapus hukuman mati.

Penjatuhan pidana mati dalam kasus ini tidak menyentuh akar masalah femisida. Ia justru menutup peluang refleksi dan perubahan sistem yang membuat kekerasan terhadap perempuan terus berulang.

Fokus pada Pemulihan

Fokus penghukuman seharusnya bukan pada balas dendam, melainkan pemulihan bagi korban dan keluarganya. Anak korban, AS, kini hidup dalam trauma dan berpotensi kehilangan kedua orang tuanya. Sistem hukum harus memastikan haknya atas restitusi dan perlindungan, bukan memperparah penderitaannya melalui hukuman mati pada ayahnya.

Kasus ini mengingatkan kita: keadilan sejati bukan tentang menghilangkan nyawa, tapi memulihkan kemanusiaan.

Simak amicus selengkapnya melalui link di bawah ini:

LAPORAN KEUANGAN 2024

Pengaturan Teknik Investigasi Khusus: Penyamaran, Pembelian terselubung, dan Penyerahan di Bawah Pengawasan dalam Pembaruan KUHAP

Teknik investigasi khusus seperti penyamaran, pembelian terselubung, dan penyerahan di bawah pengawasan pada dasarnya lahir untuk membongkar kejahatan terorganisasi yang sulit dijangkau dengan metode penyidikan konvensional. Instrumen ini diakui dalam hukum internasional, termasuk UNTOC, dan diadopsi dalam regulasi nasional seperti UU Narkotika serta Perkapolri No. 6 Tahun 2019.

Namun, di Indonesia, praktik ini masih problematis. Batas antara teknik investigasi dengan penjebakan (entrapment) sangat tipis. Regulasi yang ada tidak secara jelas mengatur kapan teknik ini boleh digunakan, bagaimana prosedurnya, serta mekanisme akuntabilitasnya. Akibatnya, kewenangan yang seharusnya dipakai untuk menindak kejahatan serius justru berpotensi melanggar hak tersangka dan membuka ruang penyalahgunaan wewenang.

Karena itu, pembaruan KUHAP harus memastikan adanya pengaturan ketat, batasan yang jelas, serta sistem pengawasan internal dan eksternal agar teknik investigasi khusus tidak menjadi alat kriminalisasi.

Selengkapnya dapat dibaca dalam kertas posisi: Pengaturan Teknik Investigasi Khusus: Penyamaran, Pembelian Terselubung, dan Penyerahan di Bawah Pengawasan dalam Pembaruan KUHAP.

Amicus Curiae Rahmad Ikram & Fadhli bin Noordin- Hukuman Mati Terbukti Tidak Menimbulkan Efek Jera atau Perubahan yang Berarti, Justru Angka Kejahatan Terus Meningkat.

Amicus Curiae Rahmad Ikram & Fadhli bin Noordin- Hukuman Mati Terbukti Tidak Menimbulkan Efek Jera atau Perubahan yang Berarti, Justru Angka Kejahatan Terus Meningkat.

Pada 3 Juni 2025, LBH Masyarakat (LBHM) mengirimkan dua Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan ke Pengadilan Tinggi Medan terkait dua perkara narkotika: Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 246/PID.SUS/2025/PN.MDN atas nama Terdakwa Fadhli Bin Noordin, dan Putusan Nomor 245/PID.SUS/2025/PN.MDN atas nama Terdakwa Rahmad Ikram.

Kedua terdakwa sebelumnya didakwa dengan Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Setelah proses persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup. Namun, Penuntut Umum mengajukan banding dengan alasan bahwa vonis tersebut belum mencerminkan nilai keadilan dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan narkotika.

LBHM menilai bahwa upaya banding dengan tuntutan pidana mati merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak untuk hidup yang dijamin oleh konstitusi. Selain itu, LBHM menyoroti ketimpangan dalam penanganan perkara ini, di mana kedua terdakwa hanya berperan sebagai kurir dan berasal dari latar belakang ekonomi serta pendidikan yang rentan. Sementara itu, pelaku utama dalam jaringan peredaran narkotika tersebut justru belum tertangkap hingga kini.

Menurut LBHM, jika pidana mati kembali dijatuhkan, hal itu akan mencerminkan ketidakadilan dan kegagalan aparat dalam mengungkap pelaku utama. Hukuman mati juga tidak memberikan efek jera maupun perubahan, justru angka kejahatan terus meningkat.

Melalui Amicus Curiae ini, LBHM berharap Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan dapat mempertimbangkan pendekatan yang lebih humanis serta menegaskan hak hidup sebagai hak paling mendasar setiap manusia. Tujuan penghukuman semestinya bukan pembalasan, melainkan ruang untuk perbaikan dan pemulihan bagi terdakwa.

Simak amicus selengkapnya melalui link di bawah ini:

Laporan Observasi Simposium Nasional “Hukum yang Hidup di Masyarakat” (Living Law) Paska KUHP Baru

Di tengah masa transisi mengantisipasi keberlakuan KUHP baru mulai Januari 2026, ada kebutuhan bagi masyarakat sipil baik yang bergerak di isu hak masyarakat adat maupun mereka yang berfokus pada perlindungan hak kelompok rentan untuk mendiskusikan sejumlah isu terkait Pasal 2 KUHP baru dan (potensi) implementasi dan implikasinya. 

Di saat bersamaan, seiring dengan persiapan pemerintah menyiapkan rencana peraturan turunan pasal tersebut,  masyarakat sipil juga merasa perlu memberikan masukan yang konstruktif atau setidaknya memberikan saran yang bersifat pengaman (safeguarding) yang berkeadilan dan berperspektif HAM.

Upaya untuk mendiskusikan hal-hal tersebut dan menyarikan masukan dan rekomendasi kunci itu dilakukan dengan adanya pelaksanaan acara Simposium Nasional “Hukum yang Hidup dalam Masyarakat” Pasca KUHP Baru. Koalisi Nasional Kelompok Rentan Anti Diskriminasi (KAIN), Pusat Studi Hukum Adat Djojodigoeno Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Unit Kajian Gender dan Seksualitas LPPSP FISIP Universitas Indonesia, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), dan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) menggagas dan menyelenggarakan Simposium Nasional.

Dari kegiatan tersebut, menghasilkan laporan observasi berdasarkan diskusi antar pemangku kepentingan yang dapat Sobat Matters akses melalui link di bawah ini.