Skip to content

A Day at Tangerang Youth Prison

We approached the gates of the prison at 11am on a Monday morning. Adi’s (not his real name) family greeted us with handshakes and solemn nods. We, representatives from LBH Masyarakat and Adi’s family, were informed by LBH Masyarakat’s lawyers that we would have to wait another two hours until we would be allowed into the prison: visiting times only happen after 1pm. The following two hours were filled with sipping jasmine tea at the warung adjacent to the prison, and consoling Adi’s mother as her sobs for her anguished son permeated the smoke-filled air.

Adi has been in prison since late November, held on remand for allegedly assisting in a sabu smuggling operation in West Jakarta. To the authorities, he is a criminal, found in possession of a small amount of sabu strapped to his motorbike, a “drug trafficker” exacerbating Indonesia’s “narcotics emergency”. But Adi is also a 22 year old, born into a life of poverty and disadvantage in a Chinese-Indonesian family who had to pull him out of school in 4th grade. He suffers from a severe speech impediment, mental health issues, and an undiagnosed mental disability. He can barely read or write. On the night of his arrest, he was ordered by his friend’s girlfriend, the leader of a local drug gang, to inject a small amount of drugs in himself, and then transport the rest to a buyer. His low level of education belied him, and, intimidated and afraid, he followed orders. Unbeknownst to him, his friend’s girlfriend informed the police of the operation, setting him up. Adi is a perfect example of those prone to being exploited by drug syndicates: poor, illiterate, desperate for social bonding. He has been detained ever since his arrest, in an already overcrowded detention center, unsure of when he will be reunited with his family at home.

After numerous security checks and a small taste of Indonesia’s broken prison bureaucracy, we were finally granted entry into the prison grounds. While LBH Masyarakat’s team waited for Adi inside the packed meeting hall, I was struck by our company- young men dressed in prison garments were embracing their wives and girlfriends. Friends were high-fiving one another as they sat to enjoy lunch. Detainees were embracing their young children. The evidence that the Indonesian government’s current “war on drugs” was destroying families and communities was right before us. And, despite its failures, the government continues to blindly wage this drug war, targeting the most vulnerable people.

After many minutes of waiting, Adi entered the meeting room. Through tears, he embraced his parents and shook our hands. He arduously discussed the conditions inside the prison: cramped and sweaty. They feed him rotten food and withhold his breakfast. He sleeps on a hard floor in a room with dozens of other detainees. He sits inside his room all day. As we are speaking with him, a prison official approaches us and informs Adi that his visiting time is up. The official slides his hand towards Adi’s parents and gives them a redolent look. Adi’s parents desperately look at each other, scrummaging around their bag for any money, longing for just a few more minutes with their son. The prison guard discreetly takes their money and walks off. The remaining period of the visit is filled with loud sobs from Adi and his family, long hugs, and many ‘thank-you’s’ to the LBH Masyarakat’s legal team who have been working tirelessly to arrange for Adi’s release.

It is very easy to feel sad for Adi in his situation, an innocent victim of Indonesia’s broken drug policy and flawed justice system. But as we walked out of the meeting room and back through security, I could not help feeling angry. Adi is just one person out of hundreds who are caught in this situation, held indefinitely in prison while they await trial. Bribery, dirty food, and unfit prison conditions colour his new life. As we leave the prison, I read the large sign adorning the entrance: “Siap Melayani Tanpa Pungli”, “Melindungi Hak Asasi Manusia”: “Ready to Serve without Levy”, “Protecting Human Rights”.

 

This piece is written by Olivia Jones, a Monash University student who volunteered in LBH Masyarakat from in early 2019, and edited by Ricky Gunawan.

Rilis Pers – Evaluasi Debat Hukum Capres-Cawapres: Kosongnya Visi Perlindungan HAM untuk 2019-2024

LBH Masyarakat pesimis terhadap kualitas penegakan hukum dan perlindungan HAM di Indonesia untuk lima tahun ke depan setelah menyaksikan debat pertama capres-cawapres pada Kamis malam, 17 Januari 2019.

Secara keseluruhan, kedua pasangan capres-cawapres tidak menawarkan gagasan yang visioner terkait rule of law di Indonesia, hanya menyampaikan pandangan yang nirsubstansi soal jaminan perlindungan HAM, dan miskin solusi konkrit dan segar terkait sejumlah permasalahan hukum HAM yang mendasar. Kedua pasangan juga jelas terlihat canggung dan gagap dalam menguraikan pandangan-pandangannya terkait penegakan hukum dan HAM. Hal tersebut tampaknya dilatarbelakangi faktor bahwa kedua pasangan memiliki catatan buruk dalam hal pemenuhan HAM.

Pasangan nomor urut 1, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin, membuka debat dengan menyatakan visinya dengan mengarahkan isu hak asasi manusia pada aspek-aspek di luar sosial politik seperti: akses pada lahan, akses terhadap kesehatan, dan akses terhadap pembangunan. Memfokuskan diri pada isu hak ekonomi, sosial dan budaya, bisa dibilang adalah jalur elaborasi yang aman. Namun sayangnya, pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo hal-hal di atas juga kerap terlupakan: mereka yang hidup dengan atau rentan terkena HIV masih sering mendapatkan diskriminasi di akses kesehatan, tata kelola BPJS yang masih bermasalah, dan juga maraknya pemenjaraan pada pemakai narkotika yang membuat mereka sulit mengakses banyak hal. Pasangan nomor urut 1 kemudian menjanjikan penegakan hukum tanpa pandang bulu. Tetapi di sisi lain, pemerintahan Joko Widodo belum juga berhasil mengungkap dengan terang kasus serangan terhadap Novel Baswedan.

Pasangan nomor urut 1 pada sesi yang berbeda menyatakan bahwa mereka yang melakukan persekusi harus ditindak dan dipersilakan dikabarkan pada Presiden Joko Widodo atau dilaporkan ke kepolisian. Namun sejak 2016, persekusi terhadap minoritas agama maupun LGBT terus terjadi dan bahkan mengalami eskalasi. Di banyak kasus, aparat kepolisian justru juga terlibat sebagai pelaku diskriminasi dengan mendiamkan praktik kekerasan terhadap LGBT. Di samping itu, dalam kapasitasnya sebagai Ketua MUI, Ma’ruf Amin, sering mendorong atau mengamini kelahiran fatwa maupun peraturan-peraturan yang diskriminatif terhadap minoritas.

Di sisi lain, pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, tidak memberikan alternatif dan jawaban yang juga meyakinkan. Pasangan nomor urut 2 memberikan narasi sepanjang debat dalam kerangka kesejahteraan dan pembangunan (developmentalis). Hal ini juga ditunjukkan dengan memunculkan solusi tunggal terkait korupsi dan penegakan hukum yakni peningkatan kesejahteraan aparat penegak hukum. Memperhatikan kesejahteraan penegak hukum adalah hal yang penting, tetapi meningkatkan gaji aparat tidaklah serta merta menurunkan angka korupsi. Akil Mochtar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, adalah antitesis paling gamblang dari formula yang Prabowo usung. Sekalipun memiliki total pendapatan sebesar 12 miliar rupiah lebih dalam kurun waktu lima tahun, Akil Mochtar tetap melakukan korupsi, dan kemudian divonis seumur hidup.

Prabowo juga mengatakan bahwa apabila ada aparat penegak hukum yang diskriminatif saat ia menjabat, ia tak akan ragu memecatnya. Hal yang digemakan oleh Sandiaga yang menyatakan bahwa HAM yang tegak adalah harga mati bagi mereka. Namun bagaimana keduanya bisa menegakkan HAM apabila Prabowo memiliki keterlibatan dengan pelanggaran HAM masa lalu, dan Sandiaga sendiri juga memiliki peran dalam kampanye yang sarat nuansa intoleran saat pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang lalu.

LBH Masyarakat menyayangkan kedangkalan pandangan dan jawaban kedua pasangan calon terkait sejumlah pertanyaan hukum HAM yang penting. Padahal, keduanya mengafirmasi bahwa penegakan hukum yang efektif dan adil akan menjamin pemenuhan HAM dan pemerintahan yang bersih, serta mendukung iklim investasi. Sayangnya kedua pasangan calon sama-sama banyak memberikan jawaban yang mengambang dan cenderung hampa yang mencerminkan rendahnya penguasaan masalah. Perbedaannya adalah pasangan nomor urut 1 memberikan jawaban kosong secara telanjang, sementara pasangan nomor urut 2 menyampaikan jawabannya yang kosong dengan berbalut gula. Yang lebih menyedihkan adalah, lemahnya penguasaan masalah itu justru menyiratkan kepada publik bahwa penegakan hukum dan perlindungan HAM serta pemberantasan korupsi dan penanggulangan terorisme ternyata bukanlah prioritas bagi kedua calon presiden dan wakil presiden negara ini. Ketika agenda penguatan rule of law dan pemajuan HAM tidak lagi menjadi prioritas bagi capres cawapres, sulit bagi masyarakat mengharapkan adanya terobosan dalam perwujudan keadilan di republik ini.

 

Ricky Gunawan – Direktur LBH Masyarakat

Rilis Pers – Polisi Positif Sabu dan Ekstasi: Waktunya Polri Berbenah Diri

LBH Masyarakat mendorong Polri untuk berkaca dan berbenah diri dalam persoalan narkotika terkait kasus mantan Kapolres Empat Lawang, AKBP Agus Setiawan, yang urinenya positif sabu dan ekstasi.

Aspek pertama yang harus dibenahi adalah persoalan proporsionalitas sanksi terhadap anggota. LBH Masyarakat menilai sesungguhnya polisi sudah bertindak cukup bijak dengan hanya mencopot jabatan Kapolres dari, bukannya memecat, AKBP Agus Setiawan. Sanksi seperti ini sesungguhnya lebih tepat apabila dibandingkan dengan sanksi yang diberikan pada beberapa kasus yang melibatkan anggota Polri dalam kasus-kasus pornografi atau zinah, misalnya, yang langsung dipecat.

Kecuali memang anggotanya terlibat dalam KDRT, kekerasan pada sipil, aktif dalam jaringan kriminal, atau tindakan-tindakan semacam itu, seorang anggota Polri yang menggunakan narkotika, berselingkuh, atau foto/videonya terekspos ke publik bukan karena kehendaknya seharusnya dilindungi sebagai korban dan Polri semestinya, seperti pada kasus AKBP Agus Setiawan, mengedepankan pembinaan daripada pemecatan.

Aspek kedua adalah persoalan keterlibatan anggota Polri dengan narkotika. Kasus yang melibatkan AKBP Agus Setiawan ini semestinya menjadi cermin yang tak bisa dihindari petinggi Polri bahwa pengguna narkotika bisa siapa saja, termasuk anggota Polri. Oleh sebab itu, Polri semestinya, juga seperti pada kasus AKBP Agus Setiawan, mengedepankan sanksi-sanksi alternatif bukannya pemenjaraan.

Ketentuan pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sayangnya masih memenjarakan pengguna narkotika. Namun bercermin pada kasus ini, Polri semestinya dapat memiliki sebuah ketentuan internal terhadap pengguna narkotika agar tidak perlu berhadapan dengan pemenjaraan. Polri dapat menerbitkan sebuah peraturan internal ketika seorang ditemukan menguasai narkotika dalam jumlah tertentu ia tidak perlu ditangkap. Hal semacam ini sudah dicoba diterapkan di Belanda dan beberapa kota di Inggris dan sepertinya patut dicoba oleh Indonesia. Karena jelas, bagi AKBP Agus Setiawan dan jutaan pemakai narkotika lainnya: penjara bukan solusi.

 

Yohan Misero – Analis Kebijakan Narkotika LBH Masyarakat

Rilis Pers – 3 Tantangan Hukum HAM yang Mendesak Dibahas pada Debat Capres 17 Januari

Menuju debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang pertama pada 17 Januari 2019 dengan tema hukum, HAM, korupsi dan terorisme, LBH Masyarakat memadang bahwa publik perlu mendengar langsung pandangan para capres dan cawapres mengenai persoalan krusial dan mendasar terkait tema debat tersebut. Debat ini sejatinya menjadi forum bagi publik untuk menilai orisinalitas ide dan menggali gagasan para capres dan cawapres. LBH Masyarakat mendorong agar di debat pertama tersebut para capres dan cawapres dapat mendalami 3 (tiga) persoalan pokok hukum yang terkait hak asasi manusia, yakni: hukuman mati, intoleransi dan ancamannya terhadap demokrasi, dan rule of law.

Pertama, hukuman mati. Selama periode pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah telah mengeksekusi mati 18 orang. Hal ini membuat Indonesia dihantam kritik keras oleh dunia internasional karena melanggar norma hak asasi manusia internasional. Namun di sisi lain, sejak medio 2016 lalu, Indonesia belum melanjutkan eksekusi mati. Hal ini diduga kuat karena kampanye aktif Indonesia untuk mengisi posisi sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Di samping itu, Indonesia juga sesungguhnya aktif menyelamatkan Warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati/eksekusi di luar negeri.

Saat ini Indonesia adalah satu dari sedikit negara di dunia yang masih memberlakukan hukuman mati. Banyak negara retensionis yang sudah mulai meninggalkan praktik hukuman mati. Negara tetangga saja, yakni Malaysia, sudah mulai menggodok rencana menghapus hukuman mati. Sebagai pemimpin di ASEAN, penting bagi Indonesia untuk mempertahankan posisinya yang terdepan di urusan hak asasi manusia, dengan membuka pintu bagi abolisi hukuman mati. Hal ini bisa dimulai dengan menerapkan moratorium hukuman mati secara resmi (de jure). Oleh karena itu penting bagi para capres dan cawapres untuk memaparkan pandangannya terkait politik hukum hukuman mati, bagaimana pemerintahan ke depan akan menyusun peta jalan penghapusan hukuman mati, dan langkah apa saja yang akan mereka ambil untuk secara komprehensif menyelamatkan WNI yang terancam hukuman mati/eksekusi di negara lain.

Kedua, masalah intoleransi, termasuk perlindungan terhadap minoritas menjadi hal yang tak boleh dilupakan. Sejak beberapa tahun terakhir, Indonesia banyak dinodai dengan aksi intoleransi dan persekusi terhadap kelompok minoritas, baik minoritas agama, gender, maupun minoritas seksual. Eskalasi masalah intoleransi ini adalah ancaman terhadap demokrasi karena mengganggu keseimbangan antara majority rule dengan minority rights. Di satu sisi, pemerintahan Jokowi terlihat gagap mengatasi maraknya aksi intoleran yang menyerang minoritas. Sementara itu di sisi lain, kubu Prabowo juga dekat dan didukung oleh sejumlah organisasi maupun individu yang kerap dituding menciderai keberagaman.

Regulasi yang diskriminatif terhadap minoritas seksual pun tumbuh pesat belakangan ini. Pemda Depok dengan blak-blakan mendukung pembentukan peraturan daerah melarang LGBT. Sementara, Pariaman sudah mengesahkan Perda Larangan terhadap LGBT pada November 2018. Sebelumnya, kriminalisasi terhadap kelompok dengan orientasi seksual yang berbeda dilakukan dengan menggunakan UU ITE ataupun UU Pornografi. Sampai saat ini tidak pernah ada pernyataan yang jelas dari petahana tentang perlindungan kelompok minoritas seksual dari hukum dan perlakuan diskriminatif, sekalipun Konstitusi telah menjanjikan perlakuan yang sama di hadapan hukum terhadap setiap orang tanpa terkecuali. Lantas bagaimana sikap dan posisi kedua pasangan capres dan cawapres terkait relasi mayoritas-minoritas dalam kehidupan berdemokrasi dan berbangsa, dan bagaimana strategi mereka merawat kemajemukan di tengah ancaman intoleransi yang mengintai, adalah pertanyaan-pertanyaan fundamental yang perlu mereka jawab di debat pertama nanti.

Ketiga, mengenai rule of law (prinsip negara hukum). Pertanyaan tentang rule of law juga menjadi hal yang penting dan mendesak dibahas di Indonesia hari ini. Adanya eksekusi mati yang tidak mengindahkan prosedur, masih maraknya korupsi di tubuh peradilan, penggrebekan sewenang-wenang yang menyasar pada kelompok tertentu, pembubaran paksa diskusi, mandeknya penyelesaian kasus-kasus besar seperti pelanggaran HAM masa lalu dan Novel Baswedan, dan dilanjutkannya beberapa proyek pembangunan padahal sudah diperintahkan oleh pengadilan untuk dihentikan, adalah sejumlah gejala yang mengindikasikan melemahnya rule of law di Indonesia.

Pemerintahan Jokowi tampak kewalahan menghadapi kuatnya cengkeraman oligarki politik dan mafia hukum dalam memastikan akuntabilitas penegakan hukum. Namun, Prabowo Subianto juga memiliki beban kepemimpinan dalam hal kewibawaan hukum karena pernah terlibat dalam pelanggaran HAM. Oleh sebab itu, bagaimana menjaga rule of law agar terhindar dari corak otoritarianisme dan bersih dari korupsi adalah sebuah keharusan guna mengamankan masa depan rule of law Indonesia. Prinsip negara hukum seharusnya betul-betul diimani oleh penguasa bukannya hanya menjadi kata-kata manis penghias konstitusi. Di debat pertama nanti, kedua pasangan capres dan cawapres harus bisa menguraikan agenda mereka ketika terpilih dalam hal penguatan rule of law.

LBH Masyarakat menilai bahwa debat capres dan cawapres tidak boleh menjadi acara formalitas belaka sebagai rangkaian kampanye. Tetapi debat tersebut harus dapat menjadi ujian bagi kedua pasangan, sekaligus pendidikan politik yang berkualitas bagi pemilih. Debat yang menguliti pemikiran para pasangan secara mendalam dan substansial adalah ajang bagi publik untuk mengetahui apa dan sejauh mana tawaran capres dan cawapres mengenai masa depan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia.

 

Ricky Gunawan
Direktur LBH Masyarakat

Media Coverage of Our Works in 2018

Working in human rights movement is so challenging. Our voice rarely be shut down by those who have power. But, we believe that discourses about human rights have to be communicated widely. We thank to media workers for helping us by reporting our work in human rights so that message about humanity delivered well to public. All of your works are precious for our advocacy work, including when we talk about moratorium on death penalty, decriminalisation for people who use drugs, anti stigma and discrimination against LGBT, people living with HIV, and people who has mental issue.

These 19 articles follows that we documented in 2018.

  1. Antara News, Helti Marini Sipayung, 7 Januari 2018, “Paralegal Tekankan Hak
  1. ABC News, Adam Harvey, 11 January 2018, “Indonesian Death Penalty Laws to be Softened to Allow Reformed Prisoners to Avoid Execution.”
  2. The Diplomat, Jack Britton, 12 Januari 2018, “Attempt to Criminalize Extral-Martial Sex in Indonesia Fails.”
  3. New Narative, Nithin Coca, 29 January 2018, “The War on Drugs in Southeast Asia.”
  4. SBS News, 9 Februari 2018, “Indonesia Pushes for Gay, Pre-marital Sex Ban.”
  5. Daily Mail, Alex Green, 9 Februari 2018, “Indonesia to Make Gay Sex Ilegal as Wave of Religious Fundamentalism Sweeps The Country.”
  6. The Guardian, Stanley Widianto, 13 Februari 2018, “Indonesia Is About to Outlaw Homosexual Sex. Can We Stop It?
  7. Emol, 20 Ferbruari 2017, “Polémica reforma: Indonesia evalúa penar con hasta 9 años de cárcel las relaciones homosexuales y extramaritales.”
  8. Jakarta Globe, 14 March 2018, “7 Things You Need to Know About Criminal Code Revamp.”
  9. Ians Live, 20 March 2018, “Protest Against Execution of Indonesia Man in Saudi Arabia.”
  10. Jakarta Post, April 13 2018, \”Police told to treat drug users fairly after letting lawmaker\’s son go.\”
  11. SBS, April 15 2018, Nurhadi Sucahyo, Foreigner drug users in Indonesia
  12. Tech in Asia, Nadine Freischlad, April 17 2018, \”Why a Facebook ban is unlikely in Indonesia.\”
  13. DW, May 1 2018, “Indonesia: Why Underage Girls are Marrying”
  14. Observers, 30 May 2018, “Police Moeurs Patrouille Islamites Trasgeneres Gay LGBT Java”
  15. HRWF, Mei 31 2018, “Indonesia : Islamic Hardliners Detain Transwomen”
  16. The Jakarta Post, June 22 2018, “Civil Group Deplores Death Sentence of Terrorist Aman Abdurrahman”
  17. El Correo, 7 November 2018
  18. Jakarta Globe, Bayu Maherjati, June 22 2018, “JAD Leader Aman Abdurrahman Sentenced to Death.”
  19. The Global Post, Ainur Rohmah, December 15 2018, “More Persecution Against LGBT in Indonesia as Election Nears.”

Liputan Media tentang Pekerjaan LBH Masyarakat di 2018

Berikut adalah beberapa tautan dari portal-portal lokal terkait kerja-kerja kami:Persoalan hak asasi manusia bukanlah hal yang ringan. Terkadang isu hak asasi manusia seringkali dibungkam karena bersinggungan dengan kepentingan-kepentingan penguasa. Di satu sisi, kami percaya masyarakat perlu mengetahui pelanggaran hak asasi manusia yang bisa saja terjadi kepada mereka. LBH Masyarakat mengucapkan terima kasih atas bantuan teman-teman jurnalis dan pekerja media yang telah meliput kerja-kerja LBH Masyarakat sehingga pesan dan informasi kemanusiaan dapat tersampaikan ke publik dengan cepat dan tepat. Liputan anda sangat berharga dalam kerja-kerja advokasi kami.

Sebagai bentuk apresiasi, kami mengumpulkan 296 artikel yang dikerjakan media terkait advokasi hak asasi manusia LBH Masyarakat di isu hukuman mati, narkotika, LGBT, HIV/AIDS, dan Kesehatan Jiwa sepanjang 2018.

  1. Antara News, Helti Marini Sipayung, 7 Januari 2018, “Paralegal Tekankan Hak Pecandu Jalani Rehabilitasi.”
  2. Detik, Murali Kristan, 10 Januari 2018, “Putusan MA Beri Harapan Baru Bagi Kaum LGBT di India.”
  3. IDN Times, Rosa Folia, 10 Januari 2018, “UU Pornografi dan Kriminalisasi Kelompok LGBT.”
  4. Australian Plus, Adam Harvey, 11 Januari 2018, “Hukuman Mati di Indonesia akan Diperingan Lewat RKUHP.”
  5. Matamata Politik, 11 Januari 2018, “Pemerintah Mulai Bersikap Lunah terhadap Hukuman Mati.”
  6. Asatu News, 11 Januari 2018, “Hukuman Mati akan Diganti Penjara 20 Tahun.”
  7. Republika, Ani Nursalikah, 12 Januari 2018, Hukuman Mati di Indonesia akan Diperingan Lewat RKUHP.”
  8. Tirto ID, Faisal Reza Irfan, 18 Januari 2018, “Eksekusi Mati Zaman Jokowi dan Ironi Hak Asasi Manusia.”
  9. Tempo, M Yusuf Manurung, 19 Januari 2018, “Aktivis Tolak Pasal Narkotika Masuk dalam KUHP.”
  10. Tirto ID, Mohammad Bernie, 19 Januari 2018, “Aktivis: Pasal Narkotika Masuk KUHP Ancam Program Rehabilitasi.”
  11. Kompas, Abba Gabrillin, 19 Januari 2018, “Pasal Pidana Narkotika dalam RKUHP Dinilai Akan Persulit Penegak Hukum.”
  12. Balai Kita, Herman Wijaya, 20 Januari 2018, “DPR RI Didesak Keluarkan Tindak Pidana Narkotika dari RKUHP.”
  13. Krakatau News, Noval, 20 Januari 2018, “Yohan Misero: Legacy RKUHP, Pertarungan Mimpi dan Konteks.”
  14. Jawa Pos, Ilham Safutra, 20 Januari 2018, “Pegiat Hukum Minta RKUHP Tidak Mengkriminalisasi Pengguna Narkotika.”
  15. Law and Justice, Adi Briantika, 21 Januari 2018, “Aliansi Masyarakat Tolak Pengguna Narkotika Masuk RKUHP.”
  16. Law and Justice, Adi Briantika, 21 Januari 2018, “Pasal Narkoba dalam RKUHP Seret Pengguna ke Penjara.”
  17. Pinter Politik, 23 Januari 2018, “Wajarkah Berburu Kejahatan Tanpa Korban?.”
  18. Satu Suara, Dadang, 24 Januari 2018, “Narkotika dalam RKUHP Ancaman Besar Kepastian Hukum.”
  19. Breaking News, 25 Januari 2018, “Menkumham Minta Segera Selesaikan Pembahasan Pasal Narkotika dalam RKUHP.”
  20. Vice Indonesia, Arzia Tivany, 2 Februari 2018, “Panduan Vice Soal Revisi KUHP Agar Kalian Kenapa Indonesia Beresiko Jadi Lebih Intoleran.”
  21. Jawa Pos, Dzikri Abdi Setia, 6 Februari 2018, “ Pasangan Pengacara Pskologi Bentuk Lembaga Sosial untuk Penyuluhan.”
  22. Alenia ID, Arif Kusuma, 8 Februari 2018, “DPR Janjikan RKUHP Usung Semangat Keadilan Restoratif.”
  23. News Naratif, Nithin Coca, Dewi Fitzpatrick, 8 Februari 2018, “Perang Melawan Narkoba di Asia Tenggara.”
  24. Rappler, Yohan Misero, 9 Februari 2018, “Opini: Bagi DPR, Kesehatan Publik Sungguh Tidak Penting.”
  25. Tengok Berita, 11 Februari 2018, “Duh, Kondom pun Bisa Dikriminalisasi dalam RKUHP.”
  26. Tempo, Lestantya Baskoro, 12 Februari 2018, “Tujuh Alasan RKUHP Harus Dihentikan.”
  27. Tirto ID, Ahsan Ridhoi, 12 Februari 2018, “Alasan RKUHP Layak Ditolak dan Tidak Disahkan.”
  28. Tempo, Lestantya Baskoro, 13 Februari 2018, “Aliansi Nasional Tetep Minta Pembahasan RKUHP Dihentikan.”
  29. Berita Satu, 14 Februari 2018, “RKUHP Dinilai Penuh Unsur Kolonialisme, Ini 7 Alasannya.”
  30. Kabar Makasar, Muhammad Fajar Nur, 14 Februari 2018, “Pro Kontra Rancangan KUHP.”
  31. Tirto ID, Naufal Mahmud, 17 Februari 2018, “Dugaan Pelanggaran dalam Penyebaran Foto Penangkapan Dhawiya.”
  32. Hukum Online, 19 Februari, 2018, “Lulusan Hukum Jangan Hanya Berkutat di Dunia Advokat.”
  33. Indonesia Berita, 25 Februari 2018, “Aliansi Masyarakat Sipil Tolak Rancangan KUHP.”
  34. BBC Indonesia, Heyder Affan, 27 Februari 2018, “Mengapa ‘Banjir’ Narkotika di Indonesia Terus Meningkat?”
  35. Vice Indonesia, Nadine Freischald, 28 Februari 2018, “Teknologi Deepfake Bikin Kampanye Hitam Makin Canggih, Juga Membuat Hidup Kita Makin Runyam.”
  36. Independen ID, Agus Setiyanto, 1 Maret 2018, “Kelompok Perempuan Desak Pemerintah Serius Tangani Kekerasan terhadap Buruh Perempuan.”
  37. Jambi Independent, 1 Maret 2018, “Heru Diminta Tak Ikuti Gaya Buwas yang Heroik.”
  38. Netral News, Wahyu Praditya, 2 Maret 2018, “LBH Masyarakat Minta Jaksa Agung Hentikan Rencana Eksekusi Mati.”
  39. Merah Putih, Zaimul Haq, 2 Maret 2018, “Kejagung Rencana Eksekusi Mati Jilid 4, LBH Masyarakat: Itu Mencoreng Citra Indonesia.”
  40. Benar News, Alosyia Nindya, 2 Maret 2018, “Lembaga Bantuan Hukum Sebut Eksekusi Mati Bisa Coreng Indonesia.”
  41. Publica News, 2 Maret 2018, “Hentikan Rencana Eksekusi Mati Jilid Empat.”
  42. Breaking News, 2 Maret 2018, “Hentikan Rencana Eksekusi Mati Jilid Empat.”
  43. CNN Indonesia, Tiara Sutari, 3 Maret 2018, “LBH Masyarakat Minta Kejaksaan Tak Eksekusi Mati Jilid IV.”
  44. Suara Merdeka, 3 Maret 2018, “LBH Masyarakat Minta Kejaksaan Perbaiki Kinerja.”
  45. Alinea ID, Arif Kusuma Fadholy, 3 Maret 2018, “Eksekusi Mati Jilid 4 Kembali Tuai Pro dan Kontra.”
  46. Kompas, Kristian Erdianto, 4 Maret 2018, “LBH Masyarakat: Hentikan Praktik Tembak Mati Kasus Narkotika.”
  47. Tempo, Rosseno Aji, 4 Maret 2018, “LBH Masyarakat: Ini Lima PR Kepala BNN Heru Winarko.”
  48. Republika, Arif Satrio, 4 Maret 2018, “Rencana Eksekusi Mati Jilid Empat Ditentang.”
  49. Sijori Post, Randi Mahesa, 4 Maret 2018, “LBH Minta Kepala BNN Tolak Pasal Narkotika dalam RKUHP.”
  50. Kanal News, 4 Maret 2018, “LBH Masyarakat Tolak Rencana Pelaksanaan Hukuman Mati Jilid 4.”
  51. Sijori Post, Randi Mahesa, 4 Maret 2018, “LBH Minta Kepala BNN Tolak Pasal Narkotika dalam RKUHP.”
  52. Kabar 28, Lia Cikita, 4 Maret 2018, “Kepala BNN Heru Winarko Diminta Tolak Pasal Narkotika dalam ”
  53. Krakatau News, Dadang, 5 Maret 2018, “Tembak di Tempat Kasus Narkoba Bukan Solusi, Ini Kata LBH Masyarakat?”
  54. Tirto ID, Yuliana Ratnasari, 5 Maret 2018, “LBH Desak Pemerintah Hentika Praktik Tembak Mati Pelaku Narkotika.”
  55. Tribunews, Yanuar Nurcholis, 5 Maret 2018, “Hentikan Kebijakan Tembak di Tempat untuk Kasus Narkotika.”
  56. City Post, 5 Maret 2018, “LBH Masyarakat Menentang Rencana Eksekusi Mati Jilid Empat.”
  57. Kumparan, Soejano Saragih, 5 Maret 2018, “Tembak Mati Pengedar Narkoba Dianggap Tak Efektif Berikan Efek Jera.”
  58. Law and Justice, Januardi Husin, 5 Maret 2018, “Selama tahun 2017, Ada 99 Orang Kasus Narkoba Tewas Ditembak di Tempat.”
  59. BBC Indonesia, 5 Maret 2018, “Kepala BNN Baru, Heru Winarko, Bertekad Teruskan Kebijakan ‘Tembak di Tempat’.”
  60. Berita Benar, Arie Firdaus, 5 Maret 2018, “Kepala BNN Baru Tetap Lanjutkan Tembak di Tempat Pengedar Narkoba.”
  61. Gatra, Gandhi Ahmad, 5 Maret 2018, “Lima PR untuk Kepala BNN Komjen Heru Winarko.”
  62. Tengok Berita, 5 Maret 2018, “Sepanjang 2017, 99 Pengedar Narkoba Ditembak Mati.”
  63. Kompas, 5 Maret 2018, “Segera Revisi UU Narkotika.”
  64. Tengok Berita, 5 Maret 2018, “Ini 5 ‘PR’ LBH Masyarakat pada Kepala Baru BNN.”
  65. MSN, 6 Maret 2018, “Kepala BNN Heru Winarko Bakal Tembak Mati Bandar Narkoba.”
  66. Lombikita, 6 Maret 2018, “Protes Diskriminasi, Ribuan Perempuan akan Datangi Istana Negara.”
  67. RMOL, 7 Maret 2018, “LBH Kok Minta Stop Tembak Bandar Narkoba.”
  68. Warta Riau, 7 Maret 2018, “Kejagung Dinilai Caper Bakal Eksekusi Bandar Narkoba.”
  69. Suara Mahasiswa, Muhammad Anggito dan Nadia Farah, 9 Maret 2018, “Diskantek: Pasal RKUHP Ancam Kebebasan Berpendapat.”
  70. Krickom ID, Ryana Aryadita, 11 Maret 2018, “KUHP Belum Diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, YLBHI dan LBH Somasi Presiden.”
  71. Kabar 24, MZ Noviarizal, 11 Maret 2018, “Sejumlah LSM Somasi Jokowi Soal Terjemahan Resmi KUHP.”
  72. Aceh Trend, 11 Maret 2018, “DPR Diminta Tunda Pembahasan RKUHP.”
  73. KBR, Ria Apriyani, 11 Maret 2018, “Pemerintah Buru-buru Revisi KUHP. Aktivis Somasi Presiden.”
  74. Metro TV News, 11 Maret 2018, “Presiden Diminta Bijak Sikapi RKHUP.”
  75. Indopos, 12 Maret 2018, “Tiga LSM akan Somasi Presiden.”
  76. Dawai Nusa, Yones Hambur, 20 Maret 2018, “Amnesty International: Aksi FPI Geruduk Tempo Tidak Boleh Didiamkan.”
  77. Tempo, Friski Riana, 21 Maret 2018, Soal Demo Karikatur Tempo, LBH Masyarakat: Demokrasi Belum Utuh
  78. Sinar Keadilan, 28 Maret 2018, “Waduh, Masih Banyak Masalah, Pembahasan Rancangan KUHP Sebaiknya Ditunda.”
  79. Tirto, 28 Maret 2018, “LBH Masyarakat Mendesak Presiden Jokowi Mencabut RKUHP.”
  80. Harian Terbit, 28 Maret 2018, “LBH Masyarakat Minta Jokowi Tarik RKUHP.”
  81. Independen ID, Agus Setiyanto, 29 Maret 2018, “Pasal Karet Pidana Narkotika RKUHP Rentan Jerat Anak.”
  82. Kompas, Ambaranie Nadia Kemala Movanita, 29 Maret 2018, “Jokowi Diminta Tarik RKUHP: Ini Poin yang Dikritisi.”
  83. Akurat, Muslimin, 29 Maret 2018, “LBH Masyarakat Kecam Percepatan Pengesahan RUU KUHP
  84. CNN Indonesia, Gloria Safira dan Arif Hulwan, 11 April 2018, “Anak Anggota DPR Positif Narkotika Dilepas, Polisi Diminta Adil.”
  85. Transparansi Indonesia, 11 April 2018, “LBH Masyarakat Dukung Upaya Pemulihan Ketergantungan Narkoba Bagi Siapapun”
  86. Republika, Arif Satrio Nugroho, 11 April 2018, “Anak Henry Yoso Dipulangkan, Meski Positif, Ini Kata LBH.”
  87. Harian Terbit, 11 April 2018, “LBH Masyarakat: Tidak Hanya Anak Henry Rehabilitasi Harusnya Diterapkan untuk Pemakaian Karkoba Lainnya.”
  88. Tempo, Dias Prasongko, 11 April 2018, “Anak Henry Yosodiningrat Terjerat Narkoba, Polisi Diminta Adil.”
  89. Law and Justice, 11 April 2018, “Betapa Beruntung Menjadi Anak Henry Yosodiningrat.”
  90. Gelora, 11 April 2018, “Anak Ketua Granat yang juga Politisi PDIP dipulangkan meski positif, ini kata LBH.”
  91. Publica News, 11 April 2018, “Betapa Beruntung Jadi Anak Anggota DPR.”
  92. RMOL, 12 April 2018, “Kepolisian Kudu Adil Tangani Kasus Narkoba.”
  93. Kompas, Dylan Aprialdo Rachman, 12 April 2018, “Indonesia Perlu Belajar dengan Iran dan Malaysia dalam Persoalan Eksekusi Mati.”
  94. Analogu Agency, Shenny Fierdha, 12 April 2018, “Aktivis: Hukuman mati hanya jalan pintas.”
  95. Klik Anggaran, Heryanto, 12 April 2018, “Pemulangan Anak Henry, Momen Penting bagi PDIP untuk Bersuara Lantang.”
  96. IDN Times, Christian Sombolon, 12 April 2018, “Kepentingan Politik Ganjal Penghapusan Hukuman Mati.”
  97. Akurat, Deni Muhtarudin, 13 April 2018, “LBH Masyarakat Dukung Upaya Pemulihan Pengguna Narkoba.”
  98. Media Indonesia, Richaldo Y Hariandja, 13 April 2018, “Hapus Hukuman Mati Jadi Alat Diplomasi.”
  99. Jarrak, 13 April 2018, “Jokowi Diyakini Tetap Terapkan Hukuman Mati demi Popularitas.”
  100. Hukum Online, 13 April 2018, “Sudah Saatnya Indonesia Berbenah Soal Hukuman Mati.”
  101. Tirto, Felix Nathaniel, 13 April 2018, “Hak Narapidana di Balik Polemik Foto Jupiter Fortissimo.”
  102. Islam Times, 13 April 2018, “Efek Jera Hukuman Mati.”
  103. CNN, Yohan Misero, 18 April 2018, “Mencintai Anak Bangsa di Kelab Malam.”
  104. Sejuk, 27 April 2018, “LGBT dan Kesetaraan Gender bukan dari Barat, tetapi tumbuh dalam Budaya Nusantara”
  105. Tempo, 7 Mei 2018, Muhammad Hendartyo, “LBH Masyarakat Desak Ombudsman Teliti Kematian di Penjara”
  106. Tempo (YouTube Video), Hendartyo Hanggim, 7 Mei 2018, “LBH Masyarakat Desak Ombudsman Teliti Kematian di Penjara”
  107. Tempo, Muhammad Hendartyo, 7 Mei 2018, “Penyebab Kematian di Penjara, LBH Masyarakat: Karena Overcrowded”
  108. Kompas, Dylan Aprialdo Rachman, 7 Mei 2018, “Cegah Kematian Napi dan Tahanan, LBH Masyarakat Minta Dipenuhi”
  109. Kompas, Dylan Aprialdo Rachman, 7 Mei 2018, “Angka Kematian Tahanan Tinggi, Ombudsman Diminta Lakukan Investigasi”
  110. Kompas, Dylan Aprialdo, 7 Mei 2018, “Kelebihan Kapasitas Dinilai Perparah Tingginya Kematian Penghuni Lapas”
  111. Kompas, Dylan Aprianldo, 7 Mei 2018, “Ombudsman Ingin Ada Peningkatan Kualitas Fasilitas Kesehatan Jiwa di Lapas dan Rutan”
  112. Liputan 6, 7 Mei 2018, “LBH Minta Ombudsman Investigasi Tingginya Kematian di Penjara”
  113. com, Fadhil Zikri, 7 Mei 2018, “Temuan LBH Masyarakat Ada 120 Napi Tewas di Lapas
  114. com,Fadhil Zikri, 7 Mei 2018, “Ini Penyebab Utama Banyaknya Napi Tewas di Lapas”
  115. com, Fadhil Zikri, 7 Mei 2018, “Bunuh Diri Jadi Faktor Kedua Penyebab Napi Tewas”
  116. Indopos, Purwoko, 7 Mei 2018, “LBH Desak Ombudsman Investigasi 13 Kasus Kematian di Penjara
  117. Alinea, Robi Ardianto, 7 Mei 2018, “Kematian Narapidana Tinggi, Ombudsman Perlu Investigasi”
  118. Valid News, Fadli Mubarok, 7 Mei 2018, “Perlu Lembaga Eksternal Awasi Lapas dan Rutan”
  119. Viva, 7 Mei 2018, “Ombudsman Diminta Usut Maraknya Kematian Napi di Penjara”
  120. Law and Justice, Januardi Husin, 8 Mei 2018, “Tingginya Angka Kematian Napi Karena Pelayanan Kesehatan yang Buruk”
  121. Tirto ID, Dieqy Hasbi, 9 Mei 2018, “Rutan Mako Brimob Tak Layak untuk Kurung Teroris”
  122. Sindo News, Binti Mufarida, 9 Mei 2018, “Ombudsman Didesak Ungkap 203 Kematian Napi di Penjara”
  123. VOA Indonesia, Fathiyah Wardah, 10 Mei 2018, “Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pemerintah Hapus Hukuman Mati”
  124. Meta Online, 15 Mei 2018, “Lapas Tempat Pembinaan, Bukan Tempat Pemusnahan”
  125. Tirto ID, Lalu Rahardian, 18 Mei 2018, “LBH: Tuntutan Hukuman Mati Aman Abdurrahman Tak Berantas Terorisme”
  126. Alinea, Ayu Mumpuni, 18 Mei 2018, “DPR Klaim Pembahasan UU Terorisme Sudah 99%”
  127. Viva, 18 Mei 2018, “LBH Masyarakat Kritik Tuntuan Hukuman Mati Abdurrahman”
  128. Okezone, Harits Tryan, 19 Mei 2018, “LBH: Tuntutan Hukuman Mati Aman Tidak Akan Berantas Terorisme”
  129. Harian Terbit, 19 Mei 2018, “Hukuman Mati Tidak Membuat Jera Teroris”
  130. Akurat, Muslimin, 24 Mei 2018, “LBH Masyarakat Minta Kapolri Tindak Anggotanya Yang Lakukan Kekerasan”
  131. Metro TV, Gema Arinda Tanjung, 3 Juni 2018, “LBH Masyarakat Tolak Pidana Narkotika ke RUU KUHP”.
  132. Detik, Ahmad Bil Wahid, 3 Juni 2018, “ICW Hingga KontraS Tolak Pidana Khusus Masuk RKUHP”
  133. Liputan 6, Hanz Jimenez Salim, 3 Juni 2018, “Masuknya Pasal Narkotika Dalam Revisi KUHP Dinilai Tak Tepat”.
  134. Kompas, Abba Gabrilin, 3 Juni 2018, “Aturan Pidana Khusus dalam RKUHP Dinilai Mengabaikan Perspektif Gender”
  135. Suara Papua, Bastian Tubai, 3 Juni 2018, “Koalisi Masyarakat Sipil Desak Jokowi Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat”.
  136. Media Indonesia, Juven Martua, 4 Juni 2018, “Ini Enam Rekomendasi Aliansi Masyarkat Soal Revisi KUHP”
  137. Hukum Online, Rofiq Hidayat, 4 Juni 2018, “Empat Alasan Bab Tindak Pidana Khusus dalam RKUHP Minta Dicabut”
  138. Republika, Dian Fath, 4 Juni 2018, “Rancangan KUHP untuk Mandulkan KPK?”
  139. Koran Jakarta, 4 Juni 2018, “DPR Jangan Tergesa-gesa Sahkan RUU KUHP”
  140. Medcom, Juven Martua, 4 Juni 2018, “Enam Rekomendasi Aliansi Masyarakat Soal Revisi KUHP”.
  141. Law and Justice, Sobri, 4 Juni 2018, “ICW, KontraS, sampai LBH Masyarakat Tolak Pidana Khusus Masuk RKUHP”
  142. Merah Putih, Wisnu Cipto, 4 Juni 2018, “RUU KUHP Fokus Kepada Penindakan, Peluang Rehab Korban Narkoba Makin Tipis”.
  143. id, Agus Setiyanto, 4 Juni 2018, “Komnas HAM Usulkan Presiden Angkat Penyidik Pelanggaran HAM Adhoc”
  144. Monitor, 4 Juni 2018, “Koalisi Masyarakat Sipil Minta Jokowi Copot Jaksa Agung”
  145. Harian Nasional, Arif Rahman, 4 Juni 2018, “Kaji Ulang Revisi KUHP”
  146. Beritaagar, Yandi Mohammad, 4 Juni 2018, “Surat KPK ke Presiden agar Delik Korupsi Tak Masuk RKUHP”
  147. Akurat, Deni Muhtarudin, 6 Juni 2018 “Dua Catatan Penting Terkait RKUHP Versi LBH Masyarakat”.
  148. Metro TV, Siti Yona, 7 Juni 2018, “LBHM Akan Gugat Pemerintah terkait RKUHP”
  149. Metro TV, Siti Yona, 7 Juni 2018, “DPR dan Pemerintah Dituntut Terjemahkan RKUHP”
  150. Alinea, Robi Ardianto, 7 Juni 2018, “Seputar penolakan dan desakan membatalkan pembahasan RKUHP”.
  1. Kumparan, 7 Juni 2018, “Jokowi Digugat ke Pengadilan Negeri Jakpu Terkait Terjemahan KUHP”.
  2. Detik, Edward Kusuma, 7 Juni 2018, “LBH Masyarakat: RKUHP Bom Waktu Rakyat Indonesia”
  3. Radar Kota, Saifuddin Hafid, 7 Juni 2018, “LBH Masyarakat: Terjemahkan Dulu KUHP, Baru Bicara RKUHP!”
  4. Merdeka, Hanz Jimenez, 8 Juni 2018, “Menkumham anggap gugatan terjemahan KUHP hanya lelucon”.
  5. Katadata, Dimas Jarot, 8 Juni 2018, “Jokowi digugat ke pengadilan soal terjemahan KUHP”.
  6. Okezone, Fakhrizal Fakhri, 8 Juni 2018, “Menteri Yasona anggap gugatan KUHP hanya lelucon”.
  7. Suara, Bangun Santoso, 8 Juni 2018, “Presiden, DPR dan Menkumham digugat, apa saja tuntutanya?”.
  8. Tirto, Yuliana Ratnasari, 8 Juni 2018, ”Gabungan LSM Gugat Pemerintah dan DPR Soal Terjemahan Resmi KUHP”.
  9. Kompas, Sakina Rahma, 8 Juni 2018, “Tak Buat Terjemahan Resmi KUHP, Presiden, Menkumham dan DPR dan digugat”.
  10. Indopos, Nurhayat, 8 Juni 2018, “Dianggap Langgar UU No. 24/2009, Presiden Digugat LSM”
  11. KBR, Gilang Ramadhan, 8 Juni 2018, Digugat Aktivis Soal KUHP, Menteri Yasona: Lucu-lucuan Aja Itu”
  12. Jawa Pos, Kuswandi, 8 Juni 2018, “Presiden Jokowi, Menkum HAM dan Ketua DPR Digugat ke Pengadilan”
  13. Riau Sidik, 8 Juni 2018, “Tak Buat Terjemahan Resmi KUHP, YLBHI Gugat Presiden, Menkumham, dan DPR”
  14. Riau Pos, Boy Riza, 8 Juni 2018, “Ketika Jokowi, Menkumham, dan Ketua DPR Digugat karena KUHP”
  15. Lumen News, Aji Silmi, 8 Juni 2018, “Menkumham Anggap Gugatan Terjemahan KUHP hanya Lelucon”
  16. Fin, Gatot, 8 Juni 2018, Soal RKUHP, Sejumlah LSM Tempuh Jalur Hukum”
  17. Medan Bisnis Daily, 9 Juni 2018, “Menkum HAM Anggap Gugatan KUHP Lucu-lucuan”
  18. Telusur, Saiful Anwar, 10 Jun 2018, “Jadi Anggota DK PBB, Indonesia Harus Perbaiki Situasi HAM”
  19. Republika, Reiny Dwinanda, 11 Juni 2018, “LSM: Pemerintah Masih Punya Pekerjaan Rumah Soal HAM”.
  20. Merah Putih, Eddy Flo, 11 Juni 2018, Presiden Jokowi Anggap Keanggotaan Tidak Tetap DK PBB Cermin Penghargaan Internasional”
  21. Media Indonesia, Haufan Hasyim, 22 Juni 2018, “LBH Masyarakat Sayangkan Vonis Mati Aman Abudrrahman”
  22. Metro TV, Siti Yona, 22 Juni 2018, “LBH Masyarakat Sayangkan Vonis Mati Aman Abdurrahman”
  23. Harian Terbit, 22 Juni 2018, “LBH Masyarakat Kecam Vonis Mati terhadap Aman Abudrrahan”
  24. Suara, Bangun Santoso, 22 Juni 2018, “Vonis Mati Aman Abdurrahman Tuai Kecaman”
  25. Alinea ID, Annisa Saumi, 22 Juni 2018, “Vonis Mati Aman Abudrrahman Tak Efektif Melawan Terorisme”
  26. Telurus, Asep Subekti, 22 Juni 2018, “Vonis Mati Terdakwa Kasus Bom Thamrin Jadi Perhatian Internasional”
  27. Publica News, 22 Juni 2018, “LBH Masyarakat Sayangkan Vonis Mati Aman Abdurrahman”
  28. AA, Hayati Nupus, 22 Juni 2018, “LBH Kecam Vonis Mati Aman Abdurrahman”
  29. Media Indonesia, Haufan Hasyim, 23 Juni 2018, “Hakim-Jaksa Sepaham Aman Divonis Mati”
  30. Riau Mandiri, 23 Juni 2018, “LBH Masyarakat Kecam Vonis Mati Aman Abdurrahman”
  31. Akurat, Yudi Permana, 23 Juni 2018, “LBH Masyarakat Kecam Vonis Mati terhadap Aman Abdurrahman”
  32. Republika, Arif Satrio, 23 Juni 2018, “Vonis Mati Aman Abdurrahman Tuai Pro dan Kontra”
  33. Tiga Pilar, Amri Syahputra, 23 Juni 2018, “Kelompok Sipil Menyesalkan Hukuman Mati Teroris Aman Abdurrahman”
  34. Forum Keadilan, 23 Juni 2018, “Aman Abdurrahman Divonis Mati, Protes Pun Muncul”
  35. Media Indonesia, Haufan Hasyim, 26 Juni 2018, “Hari Anti-Narkotika, Momen Perintah Kaji Kebijakan”
  36. Akurat, Muslimin, 26 Juni 2018, “Hari Anti Narkotika Internasional: LBH Masyarakat Pertanyakan Komitmen Jokowi Berantas Narkotika”
  37. Akurat, Ridwansyah Rahman, 26 Juni 2018, “LBH Masyarakat: Tembak Mati 99 Orang terkait Narkoba, Indonesia Tak Bisa Wujudkan Perdamaian”
  38. Gatra, Annisa Setya, 26 Juni 2018, “Narkoba dan Cerita Kelam”
  39. Inspirator Media, Afrizal Dwi, 26 Juni 2018, “LBH Masyarakat: Suara yang Terlupakan Setiap 26 Juni”
  40. Jejak Nasionalis, 26 Juni 2018, “LBH Masyarakat: Suara yang Terlupakan 26 Juni”
  41. Infonawacita, Desy Silviany, 26 Juni 2018, “KSP Pastikan Jembatani RKUHP yang Dianggap Masih Kontroversial”
  42. Jurnaline, 27 Juni 2018, “Suara yang Terlupakan”
  43. Media Indonesia, 27 Juni 2018, “Bersatu Perangi Narkoba”
  44. Rmol, Ogi Mansyah, 13 Juli 2018, “Warga Miskin Bakal Sulit Mendapat Bantuan Hukum”
  45. Alinea ID, Annisa Saumi, 13 Juli 2018, “Kriminalisasi LGBT Memperparah Wabah HIV”
  46. Tribun Asia, 14 Juli 2018, “LBH Masyarakat: Putusan Mahkamah Agung Mengecewakan”
  47. Hukum Online, Ady Thea, 16 Juli 2018, “Revisi, Jalan Keluar atas Peraturan Menteri tentang Paralegal”
  48. Law and Justice, 17 Juli 2018, “Penjara 6 Tahun dan Denda 1 Miliar Bukan Solusi buat Tyo Pakusodewo”
  49. Tengok ID, Hasanuddin, 17 Juli 2018, “Penjara Bukan Solusi Bagi Pemakai Narkotika”
  50. Valid News, James Manulang, 17 Juli 2018, “Pegiat Hukum Ajukan Amicus Curiae Bagi Tio Pasukodewo”
  51. Kumparan, 17 Juli 2018, “Tio Pakusodewo Harus Direhabilitasi, Bukan Dipenjara”
  52. Tribun Jakarta, Nawir Arsyad, 18 Juli 2018, “Sejumlah Ormas dan Akademisi Niai Tio Pakusodewo Seharusnya Jalani Rehabilitasi”
  53. Republika, Bilal Ramadham, 18 Juli 2018, “LBH: Hukum Pidana Bukan Solusi Tepat Untuk Tio Pakusodewo”
  54. Klik Kabar, Zamzami Ali, 18 Juli 2018, “Penjara Bukan Solusi Pemakai Narkotika”
  55. Tempo, Imam Hamdi, 22 Juli 2018, “Komnas HAM-Ombudsman Diminta Selidiki Polisi Tembak Mati 11 Begal”
  56. CNN Indonesia, Gloria Safira, 22 Juli 2018, “Tembak Mati Penjahat jadi Jalan Pintas Amankan Asian Games”
  57. Kompas, Dean Pahrevi, 22 Juli 2018, “Dikritik, Tindakan Polisi Tembak Mati Pelaku Kejahatan”
  58. MetroTv News, Dian Ihsan, 22 Juli 2018, “Masyarakat Sipil Menentang Cara Polisi Memberantas Kejahatan”
  59. Merdeka, Ady Anugrahadi, 22 Juli 2018, “Organisasi Masyarakat Sipil Tentang Penembakan Mati Kawanan Begal”
  60. Kiblat, Taufiq Ishaq, 22 Juli 2018, “Pembunuhan Di Luar Pengadilan Meningkat Karena Instruksi Presiden Jokowi”
  61. Tempo, Imam Hamdi, 23 Juli 2018, “LBH Minta Kapolri Cabut Intruksi Tembak Mati Begal”
  62. The East, Remigius Nahal, 23 Juli 2018, “Jalan Pintas Demi Keamanan Asian Games, Para Penjahat akan Ditembak Mati”
  63. Joglo Semar, Suhamdani, 23 Juli 2018, “Polisi Eksekusi Mati 11 Begal, Komnas HAM-Ombudsman Didesak Lakukan Penyelidikan”
  64. co, 23 Juli 2018, “LBH Minta Kapolri Cabut Intruksi Tembak Mati Begal”
  65. Kricom ID, Diki Trianto, 23 Juli 2018, “Langkah Polda Metro Jaya yang Suka Tembak Mati Bandit Dinilai Bentuk Kefrustasian”
  66. Kricom ID, Kanugrahan, 23 Juli 2018, “Gaya Koboi Polda Metro Dinilai Bukti Penegakan Hukum Tak Berjalan Efektif”
  67. Kompas, Reza Jurnalizton, 1 Agustus 2018, “Ombudsman RI Pertanyakan Polisi Soal Aksi Tembak Mati Pelaku Kriminal”
  68. Liputan 6, Yunizafira Putri, 5 Agustus 2018, “Pidana untuk Anak yang Jadi Korban Pemerkosaan di Jambi Dikecam”
  69. Media Empat Belas, 6 Agustus 2018, “Aliansi Keadilan untuk Korban Perkosaan Gelar Media Briefing “Jangan Hukum Korban Pemerkosaan”.
  70. VoA Indonesia, 9 Agustus 2018, “Aktivis Khawatir Revisi KUHP akan Perkuat Kriminalisasi Aborsi”
  71. DW, 11 Agustus 2018, “Golput Jadi Poros Ketiga? Sosok Cawapres Ma’ruf Amin di Mata Pegiat HAM”
  72. Tirto ID, Mohammad Bernie, 26 Agustus 2018, “Fariz RM dan Pemicu Bekas Pecandu Narkoba Rentan Kembali Kambuh”
  73. CNN Indonesia, 29 Agustus 2018, “Tiga Kali Mangkir Sidang, Jokowi Disebut Sepelekan KUHP”
  74. Surat Kabar ID, Ianatul Ainiyah, 29 Agustus 2018, “Jokowi Dianggap Sepelekan KUHP Karena Tiga Kali Mangkir Sidang”
  75. Obor Keadilan, 31 Agustus 2018, “LBH Masyarakat: Menanti Keseriusan Negara Mengatasi Masalah Overdosis”
  76. Corong News, 31 Agustus 2018, “LBH Masyarakat Menanti Keseriusan Negara Mengatasi Masalah Overdosis”
  77. Tempo, 13 September 2018, “LBH Sebut Pemerasan Modus Narkoba Imbas Pasal Karet UU Narkotika.”
  78. Matamata Politik, 17 September 2018, “Bagaimana Islamist Tanamkan Stigma pada Waria Transgender di Indonesia.”
  79. ID, Rio Apinino, 18 September 2018, “Mimpi Yasona Benahi Lapas: Penuhi Standar Minimum saja Belum Mampu.”
  80. Tempo, Francisca Christy, 9 Oktober 2018, “Hari Anti Hukuman Mati, HATI: Pemerintah masih Cacat Hukum.”
  81. Gatra, Birny Bierdini, 10 Oktober 2018, “Menulusuri Lagi Vonis Mati untuk si Kelasi.”
  82. Tirto, Widia Primastika, 15 Oktober 2018, “Bolehkah Pemda Menekan LGBT Seperti yang Terjadi di Cianjur?”
  83. KBR, 16 Oktober 2018, “Ini Alasan Mengapa Hukuman Mati Tak Relevan.”
  84. BBC Indonesia, Mehulika Sitepu, 23 Oktober 2018, “Tiga Siswi SD di Samosir Diduga Mengidap HIV, Diminta Keluar dari Sekolah agar ‘Status tak Terbongkar.”
  85. VOA Indonesia, Rio Tusikal, 24 Oktober 2018, “Ceramah Moral Hambat Target Pemerintah Tanggulangi HIV/AIDS.”
  86. Beritagar, Muhammad Nur, 26 Oktober 2018, “Stigma Negatif, Anak Pengidap HIV Dilarang Sekolah.”
  87. Telusur, Fahri Haidar, 30 Oktober 2018, “TKI Dieksekusi Mati, LBH Masyarakat Desak Jokowi Evaluasi Hubungan Indonesia-Saudi.”
  88. Jurnas, Alibas, 30 Oktober 2018, “Soal Hukuman Mati PMI di Arab, Pemerintah Diminta segera Bertindak.”
  89. Akurat, Muslimin, 30 Oktober 2018, “TKI Dihukum Mati, Presiden Joko Widodo Diminta Evaluasi Hubungan Bilateral dengan Arab Saudi.”
  90. Rima News, Dhuha Hadiansyah, 31 Oktober 2018, “TKW Dipancung, Jokowi Diminta Evaluasi Hubungan dengan Saudi.”
  91. Kontan, Asnil Bambani, 31 Oktober 2018, “LBH Masyarakat Kecam Hukum Mati Pekerja Migran.”
  92. KBR, Nurika Manan, 31 Oktober 2018, “Yang Terjadi Setelah Tuti Tursilawati Dieksekusi Mati di Arab Saudi.”
  93. Harian Terbit, 31 Oktober 2018, “Selamatkan, 13 WNI Lagi Bakal Dipancung Arab Saudi.”
  94. Harian Terbit, 2 November 2018, “500 Hari Kasus Novel Belum Diterungkap, Utang Pemerintah dalam Kasus HAM.”
  95. Jawa Pos, Estu Suryowanti, 2 November 2018, “Usai Eksekusi Mati Tuti, Pemerintah Diminta Tolak Dubes Arab Saudi.”
  96. Jawa Pos, Dyah Ratna Meta, 2 November 2018, “Organisasi HAM dan Migran Sebut Eksekusi Mati Tuti Rendahkan Martabat.”
  97. VOA Indonesia, Rio Tusikal, 4 November 2018, “Razia dan Semprot LGBT di Lampung ‘Tidak Manusiawi’”.
  98. VOA Indonesia, 11 November 2018, “Pengamat Nilai Indonesia Punya Ruang Bagi LGBT.”
  99. KBR, Nurika Manan, 15 November 2018, “LBH Masyarakat Bakal Banding Putusan KIP Soal Informasi Kesehatan Rodrigo Gularte.”
  100. Detik, Samsdhuha Wildansyah, 15 November 2018, “KIP Tolak Buka Data Kesehatan Tereksekusi Mati WN Brazil Rodrigo.”
  101. Fokus Jabar, 19 November 2018, “Gagal Hadirkan Bukti, LBH Masyarakat Somasi JPU ke Jaksa Agung.”
  102. Fokus Jabar, 19 November 2018, “LBH Masyarakat Sebut Sederet Vonis Mati tanpa Bukti.”
  103. Nusantara News, Alya Karen, 19 November 2018, “Kinerja Jaksa Agung Dinilai Bobrok.”
  104. Alinea ID, Kudos Purnomo, 19 November 2018, “Dianggap Tak Profesional Tangani Kasus Sadikin Arifin, Kejagung Disomasi.”
  105. Akurat, Oktaviani, 19 November 2018, “LBH Masyarakat Somasi Kasus Jaksa Agung, Kasus Apa?”
  106. Tribunnews, 19 November 2018, “Gelombang Dukungan untuk Baiq Nuril Maqnun sudah Sampai Istana Negara.”
  107. Tribunnews, Theresia Felisiani, 20 November 2018, “Sidang Penuntutan Sadikin Ditunda hingga 6 Kali, LBH Masyarakat Layangkan Somasi ke Jaksa Agung.”
  108. Tribunnews, Theresia Felisiani, 20 November 2018, “Video: Jaksa Agung Disomasi oleh LBH Masyarakat”
  109. Tribunnews, Theresia Felisiani, 20 November 2018, “LBH Masyarakat: Tembak Mati Bandar Narkoba Berimbas Putusnya Pengembangan Jaringan.”
  110. VOA Indonesia, Ahmad Bhagaskoro, 20 November 2018, “Soroti Perilaku Jaksa, LBH Masyarakat Somasi Jaksa Agung.”
  111. Breaking news, 20 November 2018, “Jaksa Tak Becus Tangani Kasus Sadikin Arifin, LBH Masyarakat Layangkan Somasi.”
  112. CNN Indonesia, 20 November 2018, “Anggap Jaksa Tak Becus, LBH Layangkan Somasi.’
  113. Tribunnews, Theresia Felisiani, 20 November 2018, “MaPPI FHUI Temukan Pelanggaran di Sidang Sadikin.”
  114. Tribunnews, Theresia Felisiani, 20 November 2018, “Mappi FHUI Sayangkan Masih Ada Petugas Sidang ‘Cabutan’ di Pengadilan Jakarta.”
  115. KBR, Rony Sitanggang, 23 November 2018, “Dua Waria Dipersekusi di Bekasi, LPSK Siap Perlindungan.”
  116. BBC Indonesia, 24 November 2018, “Pengaduan Perempuan Transgender ke Komnas Perempuan: ‘Tinggal di Kos Sendiri pun Diusir’.”
  117. Kompas, Devina Halim, 30 November 2018, “UNAIDS: Masih Banyak Mitos Soal HIV dan Masyarakat Indonesia Percaya.”
  118. Kompas, Devina Halim, 30 November 2018, “UNAIDS Akan Gandeng Pemuka Agama Tingkatkan Kesadaran Masyarakat akan HIV.”
  119. Kompas, Devina Halim, 30 November 2018, “UNAIDS: Petugas Kesehatan, Media, dan Keluarga Turut Mendiskriminasi Pengidap HIV.”
  120. Kompas, Devina Halim, 30 November 2018, “Mayoritas Pengidap HIV ada di Jakarta, Jatim, dan Papua.”
  121. Tirto, Widia Primastika, 30 November 2018, “Bagi LGBT, Sekolah dan Tempat Kerja adalah Kolam Perundungan.”
  122. Alinea ID, Rakhmad Hidayatullah, 30 November 2018, “14.000 Anak Indonesia Positif HIV.”
  123. Kompas, Devina Halim, 1 Desember 2018, “LBH Masyarakat: Penanganan HIV Bukan Hanya Tugas Kemenkes, tapi Lintas Sektor.”
  124. CNN Indonesia, 1 Desember 2018, “Masalah Stigma Pengidap HIV di Indonesia.”
  125. Kumparan, 1 Desember 2018, “Stigma terhadap Remaja Pengidap HIV harus Dihilangkan.”
  126. Kumparan, 1 Desember 2018, “3 Hal yang Harus Dilakukan Remaja Bila Divonis Mengidap HIV.”
  127. Kabar 24, Noviarizal Fernandez, 2 Desember 2018, “Kejaksaan Didesak Usut Korupsi Pengadaan Obat Antiretroviral.”
  128. Tirto ID, Husein Abdulsalam, 2 Desember 2018, “Makian ‘Banci’ Bahar Smith dan Betapa Maskulinnya Politik Indonesia.”
  129. Telusur ID, Fahri Haidar, 3 Desember 2018, “LBH Masyarakat Desak Kejaksaan Agung Bongkar Korupsi Obat HIV/AIDS Segera.”
  130. RMOL, 3 Desember 2018, “Penderita HIV/AIDS Masih Dicap Bukuk dan Didiskriminasi.”
  131. Tirto ID, Widia Primastika, 7 Desember 2018, “Perda yang Mendiskrimiatif LGBT Disebut Melanggar Konstitusi.”
  132. Alinea ID, Annisa Saumi, 7 Desember 2018, “Jalan Panjang Legalisasi Ganja di Indonesia.”
  133. Harian Terbit, 12 Desember 2018, “Presiden Harus Berani Tangkap Penyerang Novel.”
  134. Akurat, Bayu Primanda, 15 Desember 2018, “LBH Masyarakat: Pemberantasan Narkoba Tak Henti di Penyitaan.”
  135. Alinea, Laila Ramadhini, 15 Desember 2018, “Polri Diminta Dorong Parlemen Revisi UU Narkotika.”
  136. Nusantara News, Romadhon, 15 Desember 2018, “Jika Serius Tangani Narkotika, Polri Diminta Tegas Tentukan Garis Batas Pengguna dan Pengedar Narkotika.”
  137. Monitor Today, Faisal Maarif, 17 Desember 2018, “LBHM Soroti Beberapa Masalah di Balik Banyaknya Penyitaan Narkotika Jelang Pergantian Tahun.”

 

 

Media Alternatif

  1. Watyutink, 07 Februari 2018 – Sesuatu yang Bersifat Privat Dilindungi Negara, Bukan Diintervensi
  2. Majalah Sedane, 14 Maret 2018 – Dari Celana Cingkrang hingga RKUHP
  3. Buruh.co, 25 Maret 2018 – Lawan Rancangan KUHP Baru, Karena Setiap Manusia Itu Berharga
  4. Klik Anggaran, April 12 2018 – Pemulangan Anak Henry, Momen Penting bagi PDI P untuk Bersuara Lantang
  5. Islam Times, April 13 2018 – Indonesia Perlu Belajar dari Iran dan Malaysia dalam Persoalan Eksekusi Mati
  6. Berita Islam 24H, April 11 2018 – Anak Henry Yoso Dipulangkan, Meski Positif, Ini Kata LBH
  7. Komisi Informasi Pusat, Juni 05 2018 – KI Kembali Gelar Sengketa Informasi  Terpidana Mati Kejagung”.
  8. Kaskus, Juli 2018 – Tembak Mati Penjahat Jadi Jalan Pintas Amankan Asian Games
  9. Magdelen, 14 Agustus 2018 – Tiada Tempat untuk LGBT: Kepanikan Moral dan Persekusi atas Minoritas Seksual di Indonesia.
  1. Republika.co.id, 14 Mei 2009, “Seret Pelaku Tragedi Mei 1998”
  2. Republika.co.id, 5 Juni 2009, “LSM Minta Kasus Situ Gintung Ditangani Serius”
  3. Kompas.com, 21 Juli 2009, “Perjudian Anak Kembali Disidangkan”
  4. Rakyatmerdeka.co.id, 27 Desember 2009, “Selama Tahun 2009, Tiga Pilar Penegak Hukum Jeblok”
  5. Okezone.com, 10 Oktober 2010, “Penjara 300 Tahun Lebih Baik Ketimbang Hukuman Mati”
  6. Republika.co.id, 7 Februari 2011, “Ramai-ramai Kecam Penyerangan Ahmadiyah Hingga Tewas”
  7. Tribunnews.com, 11 Maret 2011, “Waria Bukan Sampah Masyarakat”
  8. Kompas.com, 11 Maret 2011, “Inilah Lima Butir Pernyataan Sikap Waria”
  9. Kompas.com, 3 April 2011, “Desak Penyelesaian RUU KUHAP”
  10. Kompas.com, 3 April 2012, “Putusan Sidang Tailing Newmont Mengecewakan”
  11. Kompas.com, 5 April 2012, “Mahasiswa Gelar Aksi Penolakan RUU PT”
  12. Hukum Online, 9 April 2012, “RUU Penanganan Konflik Sosial Dinilai Bermasalah”
  13. Hukum Online, 10 April 2012, “Pemkab Sumbawa Pertimbangkan Banding”
  14. Hukum Online, 25 Mei 2012, “Persalinan Gagal, Profesionalisme Dokter Dikritik”
  15. Hukum Online, 27 Juni 2012, “Memperjuangkan HAM Lewat Seni”
  16. Viva.co.id, 20 Juli 2012, “Peraturan Kepala BNN Rahasia Selamanya?”
  17. Hukum Online, 18 September 2012, “Kerjasama KPK-TNI Dipersoalkan”
  18. VOA Indonesia, 10 Oktober 2012, “Indonesia Didesak untuk Hapuskan Hukuman Mati”
  19. Tribunnews.com, 20 Oktober 2012, “Petani dan Buruh Bisa Sebagai Ancaman Keamanan Nasional”
  20. Liputan 6, 10 Desember 2012, “Peringati Hari HAM, LSM Datangi Istana”
  21. Liputan 6, 10 Desember 2012, “Korban Lapindo Ikut Demo Peringatan HAM di Istana”
  22. Inilah.com, 14 Januari 2013, “Komnas HAM: RUU Kamnas Sabotase Kewenangan”
  23. Hukum Online, 16 Januari 2013, “Kritik Terhadap Penanganan Kasus Narkotika”
  24. Hukum Online, 20 Februari 2013, “Panitia Verifikasi dan Calon PBH Bersiap-siap”
  25. Kompas.com, 16 Maret 2013, “KontraS: Eksekusi Mati Adami Demi Perbaiki Citra SBY”
  26. Hukum Online, 19 Juli 2013, “Agar Mahasiswa FH Boleh Beracara di Pengadilan”
  27. Gresnews.com, 4 Maret 2014, “Beginilah Kinerja Anggota DPR Bahas RUU KUHAP”
  28. Tempo.co, 26 April 2014, “Dianggap Pelanggar HAM, Prabowo Ditolak Nyapres”
  29. Tempo.co, 27 April 2014, “Gerindra Tak Akan Bersihkan Nama Prabowo”
  30. Okezone.com, 5 Mei 2014, “Kasus Penculikan Aktivis, KontraS: Prabowo Tak Bisa Lepas Tangan”
  31. Wartabuana.com, 7 Mei 2014, “SBY Tolak, Undangan Komnas HAM Bahas Penculikan Aktivis 1997”
  32. Hukum Online, 15 Oktober 2014, “UU Narkotika Masih Berparadigma Penghukuman”
  33. Hukum Online, 15 Januari 2015, “Bongkar Jaringan Dulu, Baru Eksekusi Mati”
  34. RMOL.co, 16 Januari 2015, “Korban Napza Tolak Eksekusi Mati”
  35. Antara News, 19 Januari 2015, “Hukuman Mati untuk Mengatrol Citra Presiden”
  36. Faktanews.co.id, 20 Januari 2015, “Eksekusi Mati Enam Terpidana Narkotika, Di Tengah Kontroversi Cakapolri Tersangka”
  37. CNN Indonesia, 20 Januari 2015, “Presiden Diminta Tak Langsung Tolak Grasi Kasus Narkoba”
  38. BBC Indonesia, 3 Februari 2015, “Soal Eksekusi Mati, Reputasi Indonesia Terancam”
  39. Beritasatu.com, 3 Februari 2015, “Penggiat HAM Kecam Jokowi Soal Hukuman Mati”
  40. Hukum Online, 4 Februari 2015, “Perlu Evaluasi Sidang Kasus Terpidana Mati”
  41. Antara News, 13 Februari 2015, “Evaluasi Eksekusi Hukuman Mati”
  42. CNN Indonesia, 18 Februari 2015, “Proses Hukum Terpidana Mati Rodrigo Dinilai Tak Adil”
  43. CNN Indonesia, 20 Februari 2015, “Jaksa Agung: Tidak Ada Aturan Larang Eksekusi Gangguan Jiwa”
  44. CNN Indonesia, 25 Februari 2015, “Terpidana Mati Idap Skizofrenia, Kejaksaan Cari Pendapat Lain”
  45. CNN Indonesia, 4 Maret 2015, “Siang Ini Kejaksaan Umumkan Opini Kedua Skizofrenia Gularte”
  46. Beritasatu.com, 9 April 2015, “Komite KUHAP: PK Lebih dari Satu Kali Sudah Tepat”
  47. Gresnews.com, 10 April 2015, “SEMA Pembatasan Peninjauan Kembali Akan Digugat Penggiat Hukum”
  48. Hukum Online, 17 April 2015, “MA Diminta Cabut SEMA Peninjauan Kembali”
  49. Beritasatu.com, 17 April 2015, “Organisasi Penggiat HAM Nilai Pemerintahan Jokowi-JK Gagal Lindungi WNI”
  50. CNN Indonesia, 19 April 2015, “Jaksa Agung Harus Transparan atas Opini Kedua Rodrigo Gularte”
  51. Gresnews.com, 19 April 2015, “MA Nilai Pembatasan PK Tak Langgar HAM”
  52. Viva.co.id, 19 April 2015, “Eksekusi Mati Warga Negara Brazil Dinilai Menciderai Hukum”
  53. Antara News, 26 April 2015, “Terpidana mati Rodrigo Gularte masih sering berhalusinasi”
  54. Detik.com, 26 April 2015, “Terpidana Asal Brasil Marah Eksekusi Tetap Dilaksanakan”
  55. RMOL.co, 26 April 2015, “Inilah Alasan Eksekusi Mati Terpidana Narkoba Harus Dibatalkan”
  56. Tribunnews.com, 26 April 2015, “Sudah Dimaafkan Malaikat, Terpidana Mati Ini Yakin Tak Akan Dieksekusi”
  57. Tribunnews.com, 26 April 2015, “Pengacara Rodrigo Kecewa Eksekusi Mati Tetap Dilaksanakan”
  58. CNN Indonesia, 26 April 2015, “Rodrigo Gularte Kerap Bicara dengan Tembok Jelang Eksekusi”
  59. Beritasatu.tv, 27 April 2015, “KontraS dan LBH Tantang Debat Soal Hukuman Mati”
  60. CNN Indonesia, 27 April 2015, “Jelang Eksekusi, Terpidana Mati Sakit Jiwa Gularte Ajukan PK”
  61. Liputan 6, 27 April 2015, “Terpidana Mati Rodrigo Sebut 3 Permintaan Terakhir Seperti Aladin”
  62. Liputan 6, 28 April 2015, “Kejagung Diminta Konsisten Eksekusi 10 Terpidana Mati Bersamaan”
  63. Liputan 6, 28 April 2015, “Sergei \’Lolos\’ Eksekusi, Terpidana Lain Merasa Didiskriminasi”
  64. CNN Indonesia, 28 April 2015, “Gularte Ajukan Gugatan Penolakan Grasi Jokowi ke PTUN”
  65. Tempo.co, 29 April 2015, “Eksekusi Mati, Brimob Buat Barikode di Dermaga Nusakambangan”
  66. Beritasatu.com, 5 Mei 2015, “Aneka Pelanggaran KUHAP yang Dilakukan kepada Novel”
  67. Mediaintegritas.com, 15 September 2015, “Sembunyi-Sembunyi Keluarkan Ijin Reklamasi Teluk Jakarta, Ahok Digugat di PTUN”
  68. Viva.co.id, 8 Oktober 2015, “Pemerintah Diminta Evaluasi Efektif Tidaknya Hukuman Mati”
  69. Okezone.com, 8 Oktober 2015, “Tangani Pengguna Narkoba dengan Belajar dari Portugal”
  70. Kriminalitas.com, 8 Oktober 2015, “LBH: Hukuman Mati untuk Pengguna Narkoba Tidak Efektif”
  71. Beritagar.id, 9 Oktober 2015, “Hari Anti- Hukuman Mati, Ini 6 Tuntutan untuk Jokowi”
  72. CNN Indonesia, 9 Oktober 2015, “Hukuman Mati Terpidana Narkoba Dinilai Jadi Tameng Aparat”
  73. CNN Indonesia, 10 Oktober 2015, “Pemerintah Tak Pernah Bahas Isu Penghapusan Hukuman Mati”
  74. CNN Indonesia, 13 Oktober 2015, “Alternatif Lain Hukuman Mati”
  75. LGN, Oktober 2015, “Mengulas Pelatihan Hukum & HAM bersama LBH Masyarakat”
  76. Metrotvnews.com, 2 Desember 2015, “Ratusan Warga Teluk Angke Demonstrasi Tolak Reklamasi”
  77. RMOL Jakarta, 3 Desember 2015, “1000 Rakyat Muara Angke Tolak Reklamasi”
  78. Kicaunews.com, 6 Februari 2016, “Kriminalisasi: Modus dan Kasus-Kasusnya di Indonesia”
  79. Gatra.com, 6 Maret 2016, “Belasan Ormas Tolak Pemblokiran Situs LGBT”
  80. Detik.com, 7 Maret 2016, “17 Organisasi Tolak Pemblokiran Situs LGBT”
  81. Kabar LGBT, 8 Maret 2016, “Disinyalir Kemenkominfo meminta bertemu dengan 4 pemilik situs berkonten LGBT guna memblokir situs-situs tersebut”

Beberapa pernyataan sikap kolektif dengan lembaga swadaya masyarakat lain:

  1. 24 Februari 2011, “Peraturan Bupati Pandeglang: Alat justifikasi dan legitimasi kekerasan dan bentuk pengekangan kebebasan dan berkeyakinan”
  2. 9 Oktober 2012, “Indonesia: Defisit Abolisi Hukuman Mati di Indonesia dengan Tren Global Menuju Penghapusan Hukuman Mati”
  3. 18 Juli 2013, “Deklarasi Masyarakat Sipil Tolak UU Ormas”
  4. 7 September 2013, “Indonesia: Kegagalan menghadirkan keadilan penuh atas pembunuhan pembela hak asasi manusia Munir”
  5. 8 Juli 2014, “Menolak Intimidasi dalam Pemilu dan Beri ruang Kebebasan Rakyat Memilih”
  6. 21 Juli 2014, “Negara Harus Menjamin dan Memastikan Keamanan serta Kedamaian pada 22 Juli 2014”
  7. 26 April 2015, “Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati Desak Presiden Hentikan Rencana Eksekusi 10 Terpidana Mati”
  8. 6 Maret 2016, “Tolak Blokir Ilegal terhadap Situs Komunitas LGBT”

Beberapa kegiatan kami bersama Pemerintah:

  1. 2 April 2008, Kepolisian Republik Indonesia, “Peluncuran LBH Masyarakat”
  2. 24 Agustus 2009, Kementerian Sosial Republik Indonesia, “Rakor Lintas Sektor Penanganan ABH”
  3. 18 Juli 2014, Komisi Informasi Pusat, “LBH Masyarakat Konsultasi Keterbukaan Informasi ke KPI Pusat”

Silakan beri tambahan di bagian komentar apabila anda menemukan liputan lain tentang kami. Liputan nasional lainnya pernah kami himpun di sini dan liputan beberapa media internasional tentang pekerjaan kami juga dapat dilihat di halaman ini.

Rilis Pers – Peningkatan Jumlah Sitaan Narkotika: Masalah Tidak Selesai di Sana

LBH Masyarakat mengapresiasi kinerja Direktorat IV Bareskrim Polri yang kemarin (Jumat, 14 Desember 2018) melakukan jumpa pers dalam rangka tinjauan dan evaluasi. Bersamaan dengan itu, ada beberapa hal yang sepatutnya diingat oleh Pemerintah terkait dengan capaian-capaian tersebut.

Meningkatnya jumlah sitaan sabu hingga 94 persen dalam minggu kedua di bulan Desember ini, menunjukkan sebuah fenomena yang tengah melanda dunia yakni maraknya konsumsi zat-zat bertipe amfetamina seperti sabu dan ekstasi.

Tentunya penegak hukum memang perlu melakukan penegakan hukum terkait kasus seperti ini karena narkotika yang beredar di pasar gelap kerap dicampur dengan zat-zat lain, yang merendahkan tingkat kemurnian demi peningkatan pendapatan, yang justru lebih berbahaya bagi kesehatan dibanding narkotikanya itu sendiri.

Dalam konferensi pers tersebut, Polri menyebutkan adanya penurunan sitaan pada beberapa jenis narkotika seperti ganja, hashish, dan tembakau gorilla. Namun tentu hal ini dapat dipahami karena ini adalah pola yang kerap terjadi di akhir tahun. Peningkatan akan kembali terjadi di momen-momen pergantian tahun. Selain itu juga, perlu dipahami bahwa menurunnya jumlah sitaan bukan berarti jumlah produksi narkotikanya berkurang. Ada kemungkinan bahwa narkotika-narkotika tersebut malah diedarkan di tempat-tempat, waktu, atau demografi lain ketika di suatu situasi peredarannya ditekan – sebuah fenomena yang disebut “balloon effect.”

Menarik kemudian untuk melihat komentar Brigjen Pol Eko Daniyanto, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, yang menyatakan bahwa penyitaan ini “Berhasil menyelamatkan 1,445 ribu orang anak bangsa.” Sesungguhnya apabila Polri mau benar-benar menyelematkan anak bangsa, seharusnya Polri, yang tentu memahami betul lapangan, mendorong parlemen untuk segera memberikan garis batas yang jelas untuk memisahkan pemakai narkotika dan pelaku peredaran gelap narkotika, yang tentu memiliki derajat-derajatnya.

Polri harus mendorong parlemen merevisi UU Narkotika untuk mendekriminalisasi pemakaian, penguasaan, dan pembelian narkotika ilegal dalam jumlah sedikit; serta mengeluarkan tindak pidana narkotika dari RKUHP. Kinerja Polri, juga BNN, akan lebih efektif apabila energinya difokuskan pada upaya mengatasi peredaran gelap skala besar dan tidak disibukkan untuk mengirim pemakai narkotika ke penjara yang jelas-jelas sudah penuh sesak.

 

Jakarta, 15 Desember 2018

Yohan Misero – Analis Kebijakan Narkotika LBH Masyarakat

Rilis Pers – Bongkar Korupsi Obat HIV/AIDS Segera!

LBH Masyarakat mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk mempercepat upaya membongkar dugaan praktik korupsi pengadaan obat anti retroviral (ARV) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Obat-obat anti retroviral digunakan dalam terapi guna menekan laju perkembangan HIV dalam tubuh serta meningkatkan produksi imun orang dengan HIV/AIDS. Terapi ARV berperan penting dalam upaya pencegahan HIV. Ketika virus berhasil ditekan sampai pada tingkat tidak terdeteksi, sangat kecil kemungkinannya virus tersebut dapat ditularkan.

Korupsi pengadaan obat ARV, dengan demikian, bukan hanya merugikan negara dan orang dengan HIV/AIDS, tetapi juga masyarakat yang lebih luas.

Dugaan praktik korupsi pengadaan obat ARV semakin terdengar sejak awal tahun 2018. Beberapa pihak sudah dipanggil dan didengar keterangannya, namun sampai saat ini belum ada perkembangan signifikan dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI. Praktik korupsi pengadaan obat ARV ini menciderai semangat penanggulangan HIV di Indonesia.

Ke depan, LBH Masyarakat mendesak Kejaksaan Agung RI untuk melakukan investigasi secara efektif dan transparan. Kementerian Kesehatan juga harus bersikap ksatria dan memberikan akomodasi seluas-luasnya bagi Kejaksaan Agung RI dalam melakukan investigasi.

1 Desember kemarin seharusnya tidak berhenti pada Peringatan Hari AIDS sedunia, namun juga untuk bertanya pada pemerintah, khususnya Kejaksaan Agung dan Kementerian Kesehatan: serius atau tidak untuk mengatasi masalah HIV/AIDS di negeri ini?

 

Jakarta, 2 Desember 2018

Ajeng Larasati – Koordinator Riset dan Kebijakan LBH Masyarakat

Yang Dibutuhkan Itu #SayangODHA, Bukan Stigma

Jimmy, seorang positif HIV harus di-PHK dari tempat kerjanya sesaat setelah ia mengungkapkan status HIVnya kepada rekan kerjanya.[1] Putri -bukan nama sebenarnya- juga harus mengalami nasib serupa, ia dipecat karena status HIVnya.[2] Selain syarat kerja bebas HIV, diskriminasi berupa PHK atau pemecatan sepihak menjadi salah satu bentuk diskriminasi yang cukup sering dialami oleh orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Salah seorang pengusaha di Jakarta bahkan dengan gamblang mengeluarkan pernyataan bahwa ia akan memecat karyawannya yang terbukti HIV positif.[3] Perusahaan yang melakukan pemecatan beralasan bahwa pegawai yang positif HIV memiliki kondisi tubuh yang lemah sehingga tidak akan produktif.[4]

Meski HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, orang dengan HIV/AIDS belum tentu sakit-sakitan dan lemah. ODHA sangat mungkin menjalani kehidupan yang produktif dan berkontribusi bagi masyarakat dengan cara melakukan terapi Anti-Retroviral (ARV), di mana terapi ini dapat menekan perkembangan HIV, sehingga kekebalan tubuh dapat berfungsi lebih optimal.[5] Tidak hanya itu, ARV terbukti memungkinkan sistem kekebalan tubuh untuk pulih dari kerusakan yang disebabkan oleh replikasi HIV yang tidak terkontrol.[6] Namun, mengakses layanan kesehatan ARV memerlukan komitmen yang tinggi dari ODHA. Dukungan sosial menjadi salah satu kunci keberhasilan terapi ARV.[7] Dukungan sosial dapat berupa emosi, seperti ekpresi rasa empati, kasih, dan kepercayaan.[8] Sikap dan tindakan seperti menjauhkan, mengisolasi secara sosial di lingkungan kerja, hingga memecat ODHA jelas bukan sikap yang diharapkan dan dapat mendukung kesehatan ODHA.

Pemecatan karena status HIV juga merupakan pelanggaran hak asasi dan hukum, bertentangan dengan Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.[9] Perlakuan diskriminatif berupa pemecatan juga tidak sesuai dengan Komentar Umum Komite PBB untuk Hak Ekonomi, Sosial, Budaya, No 18 tentang Hak Atas Pekerjaan.[10] Di dalam Komentar Umum ini terdapat empat elemen yang saling bergantung dalam pemenuhan hak atas kesehatan, di antaranya elemen ketersediaan, keterjangkauan, serta elemen keberterimaan dan kualitas. Pemecatan ODHA tidak sesuai dengan elemen keterjangkauan yang di dalamnya mencakup asas non-diskriminasi. Sebagaimana telah diatur dalam Konvensi Internasional tentang Ekonomi, Sosial, dan Budaya Pasal 2 ayat (2) dan (3) – yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 – yang melarang segala bentuk dikriminasi dalam mengakses dan mempertahankan pekerjaan.[11] Selain itu, pemecatan juga melanggar elemen keberterimaan yang menjamin pekerja (termasuk mereka yang ODHA) mendapatkan rasa aman. Untuk konteks isu HIV, rasa aman tersebut dapat berupa lingkungan kerja yang ramah dan bersih dari stigma dan diskriminasi.

Perusahaan dan pengusaha justru harus dan dapat berperan aktif dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.[12] Pencegahan dan penanggulangan yang wajib dilakukan pengusaha/perusahaan meliputi menyebarluaskan informasi yang tepat tentang HIV/AIDS, mengadakan pelatihan, memberikan perlindungan terhadap pegawai yang positif HIV dari tindak dan perlakuan diskriminatif, serta menerapkan prosedur Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja (K3) di isu HIV.[13] Sama seperti pegawai lainnya, hak-hak kesehatan ODHA juga harus dijamin oleh perusahaan. Perusahaan harus menjamin layanan kesehatan ODHA seperti jaminan asuransi, perlindungan sosial, atau paket asuransi lainnya yang terjangkau.[14]

Pada akhirnya yang dibutuhkan dalam menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan produktif ialah kasih sayang, bukan stigma.

“I have decided to stick with love. Hate is too great a burden to bear.” Martin Luther King Jr

Penulis: Astried Permata

Editor: Ricky Gunawan

[1] Detik.com, “Dipecat Karena Idap HIV, Jimmy Harap tak Ada Lagi Diskriminasi”, Desember 2011, diakses pada 16 Juli 2018, melalui https://news.detik.com/jawabarat/1780236/dipecat-karena-idap-hiv-jimmy-harap-tak-ada-lagi-diskriminasi

[2] Ujung Pramudiarja, Detik.com, “Perusahaan yang Intimidasi Orang HIV/AIDS cuma Didenda 100 Ribu”. November 2010, diakses pada 16 Juli 2018, melalui http://hot.detik.com/celeb-personal/read/2010/11/24/080200/1500912/763/perusahaan-yang-intimidasi-orang-hiv-aids-cuma-didenda-100-ribu

[3] Raya Desmawanto, “Pegawai Diskotik yang Kena HIV Bakal Dipecat”, Agustus 2017, diakses pada 16 Juli 2018, melalui http://pekanbaru.tribunnews.com/2017/08/04/pegawai-diskotik-yang-kena-hiv-bakal-dipecat

[4] Fuji Aotari, “Stigma HIV: Impresi yang Belum Terobati”, LBH Masyarakat, Maret 2018, Hal. 17, diakses melalui https://lbhmasyarakat.org/wp-content/uploads/2018/04/Seri-Monitor-dan-Dokumentasi-Stigma-HIV-Impresi-yang-Belum-Terobati.pdf

[5] Internasional Labor Organization (ILO), “Flipchart Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS”, 2011, Hal. 34.

[6] Calvin J Cohen, “Successful HIV Treatment: Lesson Learned”, Academic of Managed Care Pharmacy, September 2006, Hal. S6, diakses melalui http://www.amcp.org/WorkArea/DownloadAsset.aspx?id=14771

[7] Ingrid T Katz, “Impact of HIV-related Stigma on Treatment Adherence: Systematic Review and Meta-synthesis”, National Center for Biotechnology Information, November 2013, diakses melalui https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3833107/

[8] Peter K Olds, “Explaining Antiretroviral Therapy Adherence Success Among HIV-Infected Children in Rural Uganda: A Qualitative Study”, National Center for Biotechnology Information, April 2015, diakses melalui https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4393764/#R21

[9] Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

[10] Dominggus Christian, “Tinjauan Peraturan Perundang-undangan Indonesia terkait HIV Berdasarkan Standar Hak Asasi Manusia Internasional”, LBH Masyarakat, April 2016, Hal 36, diakses pada https://lbhmasyarakat.org/wp-content/uploads/2016/04/140416_Compile-HIV-Legal-Audit.pdf

[11] Ibid.

[12] Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 68 Tahun 2004 tentang HIV di Tempat Kerja, Pasal 2 ayat (1)

[13] Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 68 Tahun 2004 tentang HIV di Tempat Kerja, Pasal 2 ayat (2)

[14] Kaidah Internasional Labour Organization tentang HIV dan Dunia Kerja, No. 10

Rilis Pers – Tiada Penanggulangan HIV Tanpa Penghapusan Stigma dan Diskriminasi

Dalam rangka peringatan Hari AIDS Sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Desember setiap tahunnya, LBH Masyarakat mendesak pemerintah Indonesia mencabut segala kebijakan diskriminatif yang menghambat upaya penanggulangan HIV di Indonesia; dan menghormati hak-hak orang dengan HIV maupun populasi kunci[1].

Sejak kasus HIV pertama ditemukan di Indonesia, sampai pada hari ini, terdapat sejumlah perkembangan penanggulangan HIV yang positif. Salah satunya adalah dengan diadopsinya kebijakan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) dengan tiga jenis intervensi di kota/kabupaten se-Indonesia sejak tahun 2015. Terlepas dari tantangan geografis penyediaan layanan pencegahan dan pengobatan di seluruh wilayah Indonesia, adanya komitmen untuk memperluas jangkauan layanan guna mencapai target 90-90-90[2] perlu mendapatkan apresiasi.

Namun demikian, LBH Masyarakat menyayangkan ketiadaan situasi lingkungan yang kondusif yang dapat mendukung optimalisasi layanan HIV. LBH Masyarakat mencatat setidaknya terdapat 4 (empat) persoalan mendasar yang menghalangi upaya penanggulangan HIV secara efektif.

Pertama, pembubaran Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). Dengan dibubarkannya KPAN, maka upaya koordinasi antar instansi pemerintah dan kerjasama dengan masyarakat sipil menjadi lebih lambat dan tidak efektif. Kedua, sosialisasi informasi ataupun pendidikan ke masyarakat mengenai penularan HIV yang tidak didasarkan pada bukti ilmiah. Sosialisasi cenderung dilakukan dengan pendekatan moral yang menyudutkan orang dengan HIV dan populasi kunci, serta didasarkan pada ketakutan akan HIV yang tidak beralasan. Pemberitaan di sejumlah media pun cenderung bermuatan negatif, tidak berimbang, dan menakut-nakuti. Ketiga, adanya peraturan-peraturan daerah yang mengkriminalisasi transmisi HIV maupun perilaku berisiko. Keberadaan perda ini justru bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi seperti Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), UU Kesehatan, maupun UUD 1945. Keempat, maraknya persekusi terhadap kelompok masyarakat yang memiliki perilaku beresiko. Persekusi terhadap populasi kunci justru akan membuat mereka yang rentan terkena HIV semakin ‘hilang’ (underground) sehingga menyulitkan upaya penjangkauan dan perawatan HIV.

Keempat persoalan di atas yang saling berkelit-kelindan hanya akan melanggengkan stigma HIV yang sudah mengakar kuat di masyarakat dan, sering kali, berujung pada kriminalisasi dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV dan kelompok masyarakat yang memiliki perilaku beresiko. Artinya, keempat persoalan tersebut bukan hanya tidak berpihak pada kelompok masyarakat yang termarjinalkan, tetapi juga diskriminatif dan justru kontra-produktif dengan program penanggulangan HIV yang efektif maupun komitmen internasional Indonesia.

Dalam kaitannya dengan Hari AIDS Sedunia 2018, peringatan tahun ini mengambil tema ‘Ketahui Status Anda’. Ironisnya, kebijakan yang diskriminatif dan hambatan hukum yang ada akan membuat orang-orang takut mengetahui statusnya. Ketakutan tersebut bukanlah karena tidak ada obatnya, sebab, HIV sudah ada obatnya. Tetapi takut menjadi korban stigma, diskriminasi, dipecat dari pekerjaannya, dikucilkan dari masyarakat, dan dikeluarkan dari sekolah – seperti yang baru-baru ini dialami oleh tiga orang anak dengan HIV di Samosir. Ketakutan inilah yang menjauhkan orang dengan HIV dari pencegahan dan pengobatan HIV.

Dalam kesempatan kali ini, LBH Masyarakat mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menghentikan stigma dan diskriminasi HIV. Secara khusus, LBH Masyarakat mendesak negara untuk (1) menghapus segala kebijakan yang diskriminatif; (2) mengkaji secara mendalam setiap kebijakan yang akan diambil agar berbasis bukti ilmiah dan tidak menghambat upaya penanggulangan HIV, (3) memastikan aparat pemerintah memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai HIV dan AIDS. Dengan demikian, langkah menuju Indonesia bebas stigma dan diskriminasi HIV akan semakin terwujud.

 

Jakarta, 30 November 2018

Ajeng Larasati – Koordinator Riset dan Kebijakan LBH Masyarakat

 

[1] Individu-individu yang rentan terkena HIV

[2] Di akhir 2020, 90% orang dengan HIV mengetahui status HIV mereka; 90% orang yang terdiagnosis dengan infeksi HIV akan mendapatkan terapi antiretroviral-nya (ARV); dan 90% orang dengan HIV yang menjalani terapi ARV, laju virus HIV-nya dapat tertahan.